13 | Love Language : New Chapter

155 34 3
                                    

Di setiap kemalangan, selalu ada kemudahan. Mungkin inilah yang Sohyun rasakan setelah mengalami berbagai peristiwa tak menyenangkan selama beberapa hari. Pada akhirnya, ia pun keluar dari vila terpencil itu. Meskipun dengan cara yang sebenarnya tak ia kehendaki.

Mendengar kabar Jungkook yang terluka dan terpaksa dilarikan ke rumah sakit, keluarga besarnya pun terkejut dan berbondong-bondong menjenguk. Di saat yang bersamaan pula, Minah, pelayan yang dikambing-hitamkan Sohyun ditampar habis-habisan. Bukan oleh Nyonya Lim, melainkan Soyi.

"Dasar pelayan tidak becus, tidak tahu malu! Kami memintamu untuk merawat Jungkook, tapi kau membuatnya celaka!"

Ekspresi Soyi tampak kalut. Sementara, kedua pasangan Lim hanya berdiri tegang menonton kejadian itu. Beberapa orang pasien yang berada di sekitar, tak luput menjadikan itu sebagai bahan pembicaraan.

"Kak, tenanglah. Kita sedang di rumah sakit. Kita bisa selesaikan ini di rumah," ujar Tuan Lim.

"Ini semua gara-gara kalian mempekerjakan pelayan yang tidak berguna! Kalau sampai terjadi sesuatu pada Jungkook—" Soyi menghentikan ucapannya. Napasnya terengah-engah. Tubuhnya lemas sementara Tuan Lim menuntun kakaknya untuk duduk di kursi tunggu.

"Ke mana Wooseok?" Celetuk Nyonya Lim, memecah suasana. "Apa yang sebenarnya terjadi?"

Meskipun tahu faktanya, Bu Jiyoon membungkam mulutnya rapat-rapat selagi menjaga sikap demi mempertahankan nasib orang-orang di panti sosial. Sohyun ingin sekali mengadukan soal Wooseok. Namun, ia juga peduli pada Bu Jiyoon. Sohyun pun menahannya untuk saat ini.

Setelah menunggu beberapa lama, dokter pun keluar dari ruang UGD. Ia membawa kabar buruk, bahwa kondisi Jungkook sedang tidak baik-baik saja. Dokter pun menyarankan agar Jungkook dirawat inap untuk diobservasi lebih lanjut.

"Kalau boleh tahu, apakah pasien tengah mengkonsumsi obat-obatan tertentu?"

Pertanyaan dokter itu berhasil membangkitkan rasa penasaran Sohyun. Menyorot ke arah Minah, gadis itu terlihat kelabakan dan menghindari tatapan semua orang. Sohyun maju menghampirinya.

"Katakan, obat apa yang kau berikan? Itu tanggung jawabmu, kan?" Sohyun menuntut kejelasan.

"Sa-saya hanya memberikan antidepresan. I-ini bukan pertama kalinya Tuan Muda mengkonsumsi itu." Minah tertunduk.

"Boleh saya lihat sampelnya?" tanya Dokter.

Minah terkejut. Memang obat itu selalu ia sediakan di kantung seragamnya. Tetapi ia tidak menyangka, seseorang akan memeriksanya saat itu juga. Dengan tangan gemetaran, Minah menyerahkan obat-obatan dalam kemasan botol kaca cokelat itu.

"Nona, Anda tidak seharusnya memberikan obat ini kepada pasien. Dari mana Anda mendapatkan obat ini? Dari tampilan luarnya, tampaknya obat ini sudah kadaluarsa. Kalau obat dengan kualitas buruk seperti ini diberikan pada pasien, tentu saja hanya akan memperparah kondisi. Untung segera ketahuan."

"Aakh!!" Minah mengerang saat tiba-tiba saja Soyi menjambak rambutnya.

"Nyonya, tolong tenang!! Ini di rumah sakit!" Tegas dokter.

Beberapa suster tampak melerai keduanya. Kacau. Itulah situasi sekarang ini. Sohyun tidak tahu lagi apa yang akan terjadi ke depannya. Kakinya yang sudah terkilir terasa nyeri. Kepalanya pusing dan ia pun pingsan karena kelelahan yang cukup ekstrim.

***

Hari-hari terlewati. Selama Sohyun juga dirawat di rumah sakit, hanya Bu Jiyoon dan Seonho yang menemani. Nyonya Soyi? Entahlah. Sohyun sudah tidak peduli akan hal itu. Ia merasakan deja vu ketika dulu sempat koma di rumah sakit. Bedanya, kali ini tidak ada Paman Han.

Love LanguageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang