Juna menutup pintu kamarnya lalu berjalan menuruni tangga dengan langkah pelan, tidak peduli dengan suara keributan yang diciptakan oleh kedua orang tuanya.
Pranggg!!!
Bunyi pecahan benda kaca menyapa telinga Juna saat baru sampai di ruang tamu. Di sana ia bisa melihat bahwa ayah dan bundanya kembali bertengkar, dimana bundanya yang sedang mengatur nafas serta sang ayah tengah menatap tajam istrinya yang baru saja melemparkan gelas kaca pada dirinya, tidak kena hanya hampir saja. Juna jelas sangat amat tidak suka dengan atmosfer yang saat ini ia rasakan, selalu seperti ini setiap hari. Rasanya sedih saat ia melihat keluarga temannya yang harmonis, berbanding terbalik dengan keluarganya yang jauh dari kata harmonis.
Dengan langkah cepat Juna menuju meja makan, berusaha mengabaikan pertengkaran kedua orang tuanya. Setelah sampai di meja makan Juna dengan cekatan mengambil sarapan yang sudah disiapkan oleh sang pembantu rumah tangga, kemudian memasukkannya kedalam kotak bekal yang sebelumnya ia ambil di rak penyimpanan alat makan.
"Den, gak mau makan di rumah aja?" suara lembut Bi Soya-pembantu rumah tangga, menyapa indera pendengarannya.
Bi Soya sudah sangat lama bekerja di keluarga ini, mulai dari ayah dan ibu juna baru menikah sampai sekarang. Wanita berusia 45 tahun itu sudah sangat mengerti seluk beluk keluarga ini, sebelumnya wanita itu hendak mengundurkan diri karena tidak kuat dengan suasana yang terjadi setiap hari. Namun, Juna-lah yang menjadi alasan Bi Soya tidak jadi mengundurkan diri, Bi Soya sadar bahwa anak malang itu tidak mempunyai tempat bersandar lagi kecuali dirinya.
"Enggak deh bi, mereka berdua bikin teinga Juna sakit" ucap Juna, ia melirik kearah dua orang yang masih bertengkar. Juna pernah berbicara kepada bundanya mengapa mereka tidak berpisah saja kalau setiap hari bertengakar, tetapi bundanya berkata bahwa yang ia lakukan adalah demi Juna. Alasan yang klise.
"Aku nyesel udah nikah sama kamu!!!"
Perkataan sang ibu membuat Juna menunduk sedih, ya kalau begitu kenapa dari awal mereka tidak menolak keras perjodohan yang dibuat oleh orang tua mereka? Sebaiknya mereka teguh pendirian untuk tetap menolak, dari pada nantinya terjadi seperti ini.
Kedua orang tua juna memang menikah karena perjodohan yang terjadi sebab ayah dari bunda Juna tidak mampu membayar hutang ke keluarga ayah Juna. Awalnya mereka menolak dengan alasan masing-masing dari mereka telah mempunyai kekasih, jelas keputusan itu ditolak oleh kedua belah pihak penjodoh.
Ayah dan bunda Juna berdiskusi dengan kepala dingin agar menemukan jalan keluar yang tepat bagi mereka berdua. Setelah beberapa menit berlalu mereka akhirnya menemukan jalan keluarnya yaitu mereka tetap akan menikah tetapi tetap boleh berhubungan dengan kekasih mereka masing-masing. Tentu saja mereka tidak mengungkapkan pernyataan itu kepada orang tua mereka.
"Yasudah kalau begitu den Juna hati-hati ya berangkat kesekolahnya, jangan ngebut, dan satu lagi sarapannya jangan lupa dimakan ya den."
"Siap bi." Juna meletakkan jari-jarinya ke samping kanan pelipisnya dengan posisi miring- melakukan Gerakan hormat pada Bi Soya. Dengan gesit Juna memasukkan bekalnya kedalam tas sekolah bewarna hijau army yang tentu saja miliknya, setelah memasukkan bekal Juna kemudian berpamitan kepada Bi soya dan melangkah pergi menjauh dari meja makan.
Ketika melewati ruang tamu yang begitu berantakan nampaknya mereka berdua, ayah dan bunda Juna masih belum selesai beradu mulut. Apa mereka tidak capek? Juna yang hanya melihat saja capek. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Juna berlalu dari ruang tamu, berjalan menuju garasi dimana motor Honda cbr150r berwarna merah kesayangannya terpakir disana.
Sesampainya di garasi laki-laki manis itu menumpahkan tangisannya disana, ia tidak perlu mengkhawatirkan apakah akan ada orang datang dan memergokinya menangis karena disana adalah area yang jarang dikunjungi oleh penghuni rumah, jadi Juna bisa dengan bebas menangis disini.
ฅ^•ﻌ•^ฅ
Setibanya di sekolah Juna langsung di hampiri oleh kedua sahabatnya yang sedari tadi menunggunya di bangku dekat parkiran. Mereka berdua lantas merangkul pundak Juna dan mengajak pemuda itu ke kelas, tujuannya sih tentu saja tidak lain ingin mencontek pr. Dalam perjalanan menuju ke kelas semua pandangan mata tertuju pada Juna, ada tatapan kagum, tidak suka, serta gemas.
Juna Pramudhia Putra, siapa yang tak mengenal nama itu? Siswa dari kelas Xii Bahasa 3 yang memiliki tampan rupawan namun disisi lain juga manis, tinggi yang semampai, serta senyum ceria khas miliknya yang mampu menghipnotis semua orang. Semua orang mengenalnya dari guru-guru sampai satpam yang berjaga di pos depan sekolah pun mengenalnya, Juna Pramudhia yang kerap disapa Juna itu memiliki julukan "Happy Virus" sebab aura positif yang dibawa pemuda berkulit seputih susu itu selalu membuat semua orang nyaman didekatnya.
Tak hanya itu saja, Juna juga dijuluki sebagai "Si Tangan Emas" karena kepiawaiannya dalam memainkan bermacam-macam alat musik yang mampu meraih beberapa penghargaan, dari tingakt provinsi sampai tingkat internasional.
"Gue liat dong Jun," ujar Justin, sahabat Juna yang mempunyai warna kulit eksotis sehingga mampu menghipnotis semua orang hanya karna warna kulitnya.
"Gue juga ya Jun hehehehe." Sahut Jidan, sahabat Juna.
"Nih." Tanpa basa-basi Juna langsung menyodorkan buku tulis Bahasa Indonesianya pada sang sahabat dan tentu saja diterima baik oleh keduanya.
Kedua sahabat Juna memang sering menyontek tugas Juna tetapi bukan berarti mereka adalah orang yang pemalas, mereka berdua bekerja setelah pulang sekolah hanya berdurasi 6 jam saja atau biasa disebut kerja part time. Justin dan Jidan tidak terlahir dari keluarga yang berada oleh sebab itu mereka harus mencari uang tambahan untuk kebutuhan hidup mereka sendiri.
Tiba-tiba dari arah selatan muncul seorang yang mempunyai tubuh setinggi tiang bendera- tidak itu terlalu berlebihan, melangkah menuju bangku tempat Juna duduk kemudian meletakkan sebuah susu kotak berperisa coklat dengan origami berbentuk bunga tertempel disana.
"Nih, dari fans lo."
Dia Haga, sahabat Juna yang memiliki tinggi di atas rata-rata tidak hanya tinggi yang diatas rata-rata namun ketampanannya juga. Dengan tinggi mencapai 185 cm, hidung bak seluncuran, alis tebal dengan mata tajam seperti mata elang, serta bibir tebal menjadikan dirinya sebagai idola sekolah.
"Juna, lo gak suka susu rasa coklat kan?" tanya Justin dan dijawab anggukan oleh sang empu.
Juna memang tidak terlalu menyukai susu berperisa coklat, Juna lebih suka susu yang berperisa strawberry atau vanilla. Menurutnya susu berperisa coklat itu membuat membuat dirinya mual setelah meminumnya, entah kenapa bisa terjadi seperti itu. Mungkin saja Juna mempunyai alergi dengan salah satu komposisi yang ada di susu coklat tersebut.
"Selamat pagi."
Suara Pak Yono, guru Bahasa Indonesia, membuat mereka tergesa-gesa kembali ketempat duduk mereka. Jam pelajaran pertama pun dimulai, ayo kita tinggalkan mereka dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Juna
Short Story"Gue kuat, gue gak boleh nyerah." Ini kisah tentang Juna, manusia manis ciptaan tuhan yang jalan hidupnya tidak semanis wajahnya. Di tengah hidup yang tidaklah mudah, apakah Juna masih mampu bertahan atau memilih menyerah? Akankah tuhan mau berbaik...