kisah kedua

96 15 0
                                        

Perpustakaan memang tempat yang paling nyaman untuk tidur setelah UKS, dengan dilengkapi AC serta suasana yang sunyi menjadikan perpustakaan sebagai salah satu tempat Juna melepas penat.

ฅ^•ﻌ•^ฅ

Langit tampak sedikit gelap. Matahari seperti enggan menampakkan seluruh dirinya, melalaikan tugas yang telah diberikan oleh tuhan. Bumi yang seharusnya cerah digantikan oleh rintik hujan yang perlahan turun, membawa serpihan kristal yang terasa menusuk kulit.

Biasanya sebagaian orang ketika hujan turun akan memlih berteduh agar tidak terkena rintikan air hujan atau bahkan sebagian orang menikmati suara hujan sebagai musik penghatar tidur. Lain dengan Juna, seorang pemuda beruisa 16 tahun itu sedang duduk di taman kota. Membiarkan air hujan mengguyur tubuhnya membuat beberapa orang melihatnya dengan tatapan heran.

Bila ada yang bertanya pada Juna "Cuaca apa yang paling kamu suka?" maka Juna dengan tegas akan menjawab "Aku suka hujan." Juna suka hujan, sangat suka. Meskipun banyak yang membenci hujan karena rintikan airnya bisa membuat seseorang jatuh sakit, tapi Juna menepis semua pemikiran itu. Derasnya rintikan air hujan bisa menutupi air matanya yang luruh tak kalah derasnya juga. Hanya pada saat hujan lah Juna bisa menumpahkan seluruh kesedihannya dengan bebas, tanpa harus takut seseorang melihat dirinya.

"Juna!" Panggilan itu sontak membuat Juna menoleh.

Tampak dari kejauhan ada seorang remaja perempuan yang sedang berlari menuju kea rah Juna sambil membawa payung berwarna biru muda.

"Juna lo ngapain di sini?" Remaja perempuan itu membungkuk guna mengatur nafasnya yang tidak beraturan karena berlari.

"Lia? Lo ngapain di sini?" bukannya menjawab tetapi Juna malah balik bertanya.

Alia menatap Juna yang basah kuyup karena air hujan.

"Juna, lo nangis?" tanya Alia panik, payung biru mudanya ia lepas begitu saja membiarkannya tergeletak di atas tanah. Jari lentiknya mengusap pipi Juna yang aliri air mata dengan begitu derasnya.

Seharusnya Juna memberhentikan tangisannya, tetapi kenyataannya berbanding terbalik. Tangisannya justrus terdengar semakin keras dan begitu menyayat hati. Juna meluruhkan dirinya di atas tanah taman kota.

Alia yang melihat itu ikut merendahkan dirinya kemudian memeluk Juna yang sedang menangis tersedu-sedu, tangannya bergerak mengelus punggung Juna dengan lembut. Mulutnya membisikkan kata-kata penenang bagi Juna.

Ini yang Juna mau, sedari dulu. Pelukan. Sederhana sekali, tetapi entah mengapa belum pernah ada yang memeluk Juna setulus ini. Bahkan bunda-nya sama sekali belum pernah memberi pelukan untuknya. Biarlah seperti ini dulu untuk sementara waktu, Juna hanya membutuhkan pelukan yang hangat agar emosinya mereda.

ฅ^•ﻌ•^ฅ

"Gimana? Udah tenang sekarang?" tanya Alia pelan. Juna membalasnya dengan anggukan.

Saat ini mereka berdua sedang berteduh di caffe bagian luar yang terletak di sebelah barat taman kota. Sebelumnya Alia mengajak Juna berteduh terlebih dahulu agar lelaki berparas manis itu tidak jatuh sakit di kemudian hari.

"Kenapa? ada masalah?" tanya Alia berhati-hati, takut menyinggung laki-laki yang sedang menyeruput kopi hangatnya itu.

Juna meletakkan cup kopinya perlahan kemudianmenatap jalan raya yang ramai dengan kendaraan. Cuacanya masih hujan, namuntidak sederas tadi hanya rintik-rintik saja. Juna berperang dengan pikirannya sendiri, ia bingung haruskah dirinya memberi tahu semua masalah yang dihadapinya?

"Ada masalah sedikit di rumah," jawab Juna pelan.

Tentu saja Juna tidak akan menceritakan masalahnya dengan sejujur-jujurnya pada orang baru saja beberapa hari ia kenal.

Tentang JunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang