Juna terkejut, sangat. Apakah hidupnya adalah kesalahan? Seharusnya adalah anugerah, tapi mengapa bunda malah menganggap Juna adalah kesalahan?
"Memang seharusnya dulu bunda kirim kamu ke panti asuhan karena kamu dari dulu memang menyusahkan."
Juna diam ditempatnya, berusaha mencerna perkataan sang ibunda. Menyusahkan. Satu kata itu membuat Juna retak.
Tapi, bukankah sang bunda masih baik? Bunda lebih memilih mengirimkan ke panti asuhan dari pada meninggalkan Juna di bawah jembatan yang kumuh.
Juna menatap nanar punggung sang ibunda yang perlahan mengecil dimakan oleh jarak. Air matanya perlahan jatuh dengan derasnya, Juna meluruhkan tubuhnya diatas lantai marmer yang dingin.
Bi Soya dengan cepat menghampiri lelaki manis itu, kemudian membawanya kedalam pelukan yang hangat. Meyakinkan bahwa masih ada yang peduli pada Juna.
ฅ^•ﻌ•^ฅ
Justin berlari dengan cepat, menghindari Jidan yang mengejarnya. Dengan emosi yang membara Jidan mengejar Justin dengan menggebu-gebu. Pasalnya, lelaki berkulit tan itu mengambil contekan untuk mata pelajaran terkahir yang sudah Jidan siapkan dari matahari belum terbit.
"Nih ambil." Justin menaruh contekan itu diatas pintu yang tentu saja Jidan tidak akan bisa menggapainya.
"Awas lo ya!" Jidan melempar sepatunya, berharap sepatu hitam dengan sol putih di bawahnya bisa mengenai Justin.
Dengan cepat Justin menghindar ketika melihat sebuah sepatu terbang kearahnya, tak disangka bahwa sepatu itu menghantam kepala Haga, si manusia es.
"Mampus lo!" Ledek Justin.
"Ini gara-gara Lo!" Balas Jidan.
"Ngapain gue? Kan-"
"Lo, pokoknya lo yang salah!" Potong Jidan, tidak membiarkan Justin menyelesaikan omongannya.
"Play victim lo!"
"Lo, yang salah pokoknya!"
"Lo!"
"Jangan-"
"Lo, pokonya-"
"Lo lah!"
"Enak aja, seha-"
"Mau sampai kapan adu omong? Gue tungguin sampai selesai." Suara berat itu mengintrupsi kedua orang yang sedang adu mulut.
Jidan dan Justin menoleh ke belakang, keduanya melihat bahwa ada Haga disana. Dengan mata tajamnya Haga menatap kedua sahabat dengan pandangan menginterogasi. Kedua tangan Haga dilipat di depan dada bidangnya, menambah kesan seram pada dirinya.
"Kenapa diem?" Tanyanya.
Juna yang sedari tadi diam mengamati dari bangkunya pun tertawa kecil melihat temannya yang diam tak berkutik saat melihat Haga. Haga memang terkenal menyeramkan, karena matanya yang tajam, sikapnya yang tegas dan disiplin, serta suaranya yang berat mampu menghipnotis semua orang.
Juna berjalan menuju ketiganya, berniat mendamaikan mereka. Juna menepuk pundak Haga dari belakang membuat sang empu langsung menoleh kearahnya.
"Udah, Haga. Jangan marah-marah nanti lo cepet tua." Ucap Juna diakhiri dengan kekehan.
"Mereka berdua harus di kasih tau, Juna."
"Iya, Haga. Tapi jangan serem-serem gitu, mereka sahabat lo. Pasti tau kan gimana sifat mereka. Jadi, bilangin pelan-pelan aja. Gue yakin kok mereka bakal faham dan-" omongan Juna terpotong karena tiba-tiba Haga menyela-nya.
![](https://img.wattpad.com/cover/328024934-288-k753194.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Juna
Storie brevi"Gue kuat, gue gak boleh nyerah." Ini kisah tentang Juna, manusia manis ciptaan tuhan yang jalan hidupnya tidak semanis wajahnya. Di tengah hidup yang tidaklah mudah, apakah Juna masih mampu bertahan atau memilih menyerah? Akankah tuhan mau berbaik...