"Surat?"
Kivandra beranjak dan membuka jendela, diambilnya sebuah surat dengan aroma familiar, "Surat dari duke, kertasnya kecil sekali?"
Kivandra membuka surat itu.
___________
Nona, apakah anda sudah berubah pikiran? Apakah anda berminat untuk pergi ke Mansion saya?Saya siap melatih sihir anda tanpa menyiksa, sungguh.
Itu tidak seperti latihan bela diri anda di Istana, kan? Latihan anda tampak sangat melelahkan.
___________Deg.
Tiba-tiba, kamar Kivandra terasa sangat mencekam. Gadis itu menoleh ke sana-sini merasa waspada.
"Bagaimana duke bisa tahu kegiatanku di Istana? Bagaimana duke tahu aku sedang latihan bela diri?"
"...." tangan Kivandra gemetar hingga suratnya jatuh, "Dia mengawasiku?"
"Mengawasiku? Bagaimana?"
Semua terasa menakutkan, Kivandra duduk di atas kasurnya, mencengkeram selimut tebal. Semua ini sudah salah, duke sudah tidak sopan jika memang mengawasi Kivandra tanpa sepengetahuan.
Juga, bagaimana duke bisa tahu identitas aslinya? Kekaisaran jelas sangat menjaga identitas Kivandra sekuat tenaga.
Dari mana ia bisa mengetahuinya?
"D-duke itu berbahaya," Kivandra membuang napasnya, "Tidak, tidak, jangan takut. Kita harus menyelesaikan ini."
Gadis itu menulis sebuah surat balasan di kertas yang sama kecilnya.
___________
Kenapa anda bisa tahu kegiatan saya di Istana, duke? Anda mengawasi saya?
___________Isi surat yang sangat singkat sehingga menyisakan banyak ruang di kertasnya. Kivandra tidak peduli dan dengan segera ia menali surat tersebut di kaki merpati.
Merpatinya pun melambung pergi.
"Huft, haruskah aku melapor ke kaisar?"
Kivandra termenung dengan pertanyaannya sendiri, "Itu hanya menjadi runyam, kan? Duke bisa-bisa membocorkan identitasku ke seluruh Athulya."
Bahkan, sebelum dirinya melapor ke kaisar pun sudah runyam.
"Aduh, dasar duke rambut uban. Datang-datang membuat hidupku rumit." oceh Kivandra dengan kesal.
Hingga saat makan malam tiba. Langit sudah gelap, lampu-lampu di Istana telah dinyalakan dengan serempak.
Seperti biasa, Kivandra pergi menuju ruang makan bersama Ara yang mendampinginya.
Ceklek.
"Apakah saya terlambat?" Kivandra tersenyum sungkan.
Usha duduk di kursinya dengan sendok yang sudah digenggam, "Sangat terlambat."
"Kami sudah lapar, kau tak kunjung datang." gerutu Ethan.
Kivandra hanya terus tersenyum merasa bersalah. Karena kelelahan latihan juga pikiran kalut mengurus Duke rambut uban, dirinya tertidur pulas bahkan ketika langit sudah senja.
Kaisar menggelengkan kepala melihat tingkah laku anak-anaknya, "Segera santap makananmu, Kivandra."
"Huh? Oh, y-ya."
Kivandra merasa canggung.
Ini pertama kali Kaisar memanggil namanya begitu saja.
"Selamat makan." Kivandra menyantap makanannya dengan senang hati. Masakan koki Istana itu terbaik.
Memang ruang makan selalu sepi, tetapi Kivandra bisa meramaikannya dengan sendok berdentang. Ia tidak belajar tata krama, semua itu wajar.
Para pangeran dan Kaisar pun sudah memakluminya.
"Omong-omong, bagaimana perkembangan latihanmu? Apakah kedua gurumu ini becus?" Kaisar bertanya di sela-sela makannya.
Usha berdahem, "Kami sangat profesional."
"Benar, jangan ragu-ragu untuk mengurangi pekerjaan kami di kantor, ayah. Kami membutuhkan banyak kesempatan di lapangan karena melatih Kivandra menguras waktu seharian." timpal Ethan panjang lebar.
Kaisar tersenyum kecil, "Aku bertanya pada Kivandra, kalian kenapa mengoceh seperti anak burung baru lahir?"
"Kivandra sendiri tidak berniat menjawab." Usha menunjuk depannya.
Menoleh, Kaisar melihat Kivandra yang sibuk menikmati daging buatan sang koki. Gadis itu tampak dalam dunianya sendiri, tidak peduli hal lain.
Ethan mendengus gemas, "Dasar, memang maniak daging."
"Tapi baguslah karena Kivandra lahap makannya." Usha tertawa kecil, "Saat awal bertemu, dia sangat kurus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Surrogate
FantasyPutus asa sporadis merapah, saat itu kereta berkilau datang menghampiri toko bunga Kivandra. Sang Pangeran mengajak Kivandra, yang tampak lelah, untuk menjadi keluarga kekaisaran. Kivandra seorang gadis miskin yang menjual bunga di pinggir jalanan...