Mi - Her Sense

42 5 0
                                    

'Untuk mahasiswa dengan nilai terbaik, akan diberikan untuk tampil diatas panggung pentas seni tahunan yang diadakan rutin setiap tahunnya.'

Hillary POV

Pagi ini tampak sedikit berbeda. Kurasakan hiruk pikuk setiap orang lebih ramai dari biasanya. Mengingat siang nanti adalah test bulanan pertama, setiap orang pasti sibuk menyiapkan diri. Sudah 3 hari aku memikirkan, bagaimana caranya mengatasi test kali ini. Tidak ada cara, tidak ada jawaban. Bu Winda bahkan berusaha terlalu keras dengan meminta penyediaan huruf Braille untukku. Namun pihak panitia tidak menyanggupinya. Kali ini aku harus kembali mengecewakan orang yang berada dipihakku.

"Kenapa disini? Tidak siap-siap?" Suara yang mulai aku hafal akhir-akhir ini, Ken.

"Aku ingin berada diatas panggung lagi." Ujarku.

"Berarti bagus, kali ini kesempatan yang tepat. Kamu bisa memenangkan test kali ini agar tampil di pensi nanti." Ken memang selalu memberiku semangat seperti ini.

"Itu tidak akan terjadi."

"Hey, tidak ada yang tidak mungkin, Hill."

"Lilian kemana, Ken?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"Aku disini, Hill! Kangen sama aku sampai mencariku?" Kedatangan Lilian yang secara tiba-tiba sungguh membuatku terkejut. Tapi, ada apa dengan suaranya yang tidak seceria biasanya.

"Apa ada masalah, Lian? Kau tidak tampak seperti biasanya." Ken membuka percakapan dan aku menyetujuinya.

"Hmmm... itu, tentang test kita..." jawab Lilian terbata.

"Apa yang terjadi?" Aku mulai penasaran.

"Test membaca not balok dan langsung bermain dengan alat musik. Aku khawatir padamu, Hill." Kata Lilian dengan nada lemah.

Rupanya test kali ini membaca not balok. Aku mengengguk mengerti, mengapa pihak panitia tidak menyanggupi, karena pasti dana yang dikeluarkan untuk not balok sangat mahal, dan itu hanya untuk orang sepertiku, kurasa tidak mungkin.

"Apa ini yang kamu maksud tidak akan terjadi, Hill?" Ken mulai memojokkanku. Aku hanya diam.

"Apa kamu sudah tahu kalau testnya membaca?" Tanya Lilian bingung. Mungkin dia menyadari tidak adanya perubahan ekspresi saat dia memberitahukan berita itu.

"Bu Winda hanya memberitahuku kalau testnya akan berhubungan dengan pengelihatan. Kalau membaca not balok aku baru tahu hari ini."

"Astaga, dan setelah mengetahuinya kau diam saja?" Ken kembali buka suara.

"Jelas ini tidak adil. Bagaimana bisa mereka menyuruhmu membaca. Apa tidak ada metode lain?" Lilian terdengar sangat khawatir kali ini.

"Hey, sudahlah. Pikirkan diri kalian, kalian juga akan melalui test itu, bukan hanya aku saja. Bu Winda sudah mencoba segala cara yang dia bisa, tapi hingga saat ini tetap tidak ada jalan. Kemungkinan aku tidak lulus sangat besar."

"Bagaimana bisa kami memikirkan diri sendiri, kau lebih penting Hill. Aku temanmu, percayalah. Aku akan menemukan cara untukmu."Kata Ken tegas.

"Ken sudah pergi, Hill. Tenanglah, kamu punya aku sama Ken. Setidaknya buatlah test ini terlihat lebih adil."

·

Author POV

Kini tiba giliran Lilian memasuki ruangan test. Sekalipun ada Raihan disana, dia bisa membaca not dan memainkan dengan baik. Namun jauh dalam hati kecilnya, ia lebih khawatir dengan apa yang akan terjadi dengan Hillary. Setelah selesai dengan serangkaian testnya, Lilian keluar ruangan menuju Hillary dan Ken yang telah menunggunya. Ia melihat Hillary dengan senyum yang lebar ditujukan kearahnya.

Way Back Into MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang