La - Pretend I'm Okay With It All

39 4 8
                                    

Lilian POV

"Ken?" Bibirku kelu. Mengingat apa saja yang baru aku katakan. Kenapa dia ada disini? Disaat aku membicarakan hal yang tidak seharusnya dia dengar.

"Ada apa ini, kenapa kamu disini?"Aku masih bingung dengan situasi ini, harapanku masih sama, semoga Ken tidak mendengar semua ucapanku tadi.

"Bisa kita bicara, Lian?" Tanyanya dengan penuh penekanan. Entahlah, ekspresi wajahnya sulit diartikan.

"Prisia, Gara, maaf harus bertemu dengan keadaan seperti ini, sepertinya aku harus membawa Lilian." Aku hanya mendengar itu tanpa melihat orang yang berbicara.

"Kita gak apa-apa, selesaiin masalah kalian dulu lebih baik." Ujar Prisia. Kutengok Gara, hanya mengangguk.

Kupasrahkan tanganku telah digenggam Ken dan membawaku keluar dari kafe. Sikapnya tampak seperti biasa, membuka pintu mobil untukku, namun ekspresinya sangat sulit diartikan. Aku tak yakin dia akan membawaku kemana, tapi sepertinya ini jalan pulang menuju rumahku. Ini sudah malam, Kak Raihan juga sedang di Bandung, pasti sepi. Kutoleh pandangan ke samping, melihat Ken sedang mengemudi. Bisa kuambil kesimpulan bahwa dia tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja.

"Apa kamu cemburu, Lian?" Dia tampak membuka pembicaraan dengan pertanyaan yang cukup membuatku kaget.

"Tidak." Jawabku sibuk mengontrol ekspresi wajahku yang gelagapan.

"Yakin?" Tanyanya memastikan.

"Seberapa banyak yang kamu dengar, dan kenapa kamu bisa ada disana? Tanyaku tak kalah sengit.

"Tidak semuanya, tapi cukup untuk membuktikan kalau kamu cemburu sama Hillary." Jujur, aku sedang malas berdebat dengannya. Dia memang terlalu cepat mengambil kesimpulan, tapi itu tak sepenuhnya salah.

"Dan soal yang ditaman itu, aku gak tahu kalau kamu lihat. Memang benar aku menyatakan perasaan pada Hillary." Tuh kan aku bilang juga apa. Ken sayang sama Hillary.

"Tapi sayang sebagai teman gak lebih, karena keterbatasannya dia aku jadi berusaha buat lindungin dia. Bukan seperti apa yang kamu pikirin, Lian." Jujur aku terkejut mendengar penjelasan Ken.

"Kamu gak perlu jelasin semua ini sama aku. tetap tidak akan merubah apapun."

"Perlu, Lian. Kamu sahabat aku mana mungkin aku biarin kamu salah paham."

"Sahabat, yah. Itu yang aku maksud tidak akan merubah apapun." Seseorang, tolong tahan aku jangan sampai aku mengatakannya duluan.

"Maksud kamu?" astaga, masih belum mengerti juga. Aku menghela nafas. Menutup mata dalam-dalam. Kenapa ada manusia hatinya kok beku tuhan. Apa disisinya sebagai sahabat lebih baik?

"Kamu suka sama aku, Lian?" Aku membuka mata, melotot. Apa yang baru saja ia katakan?

"Idih, gede rasa. Becandanya ngaco banget." Atur nafas Lian. Seketika jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya.

"Apa itu lucu? Aku serius." Apa dia serius menginginkan jawabanku?

"Kalau aku bilang iya, apa yang akan kamu lakuin?" tanyaku.

"Aku gak tahu."

"Kalau aku bilang gak, apa yang bakal kamu lakuin?" tanyaku kembali.

"Kita jadi sahabat kayak biasa, konyol bareng-bareng."

"Then, No." aku berpikir panjang. Akan jadi apa nantinya kalau aku mengakuinya, mungkin Ken akan menjauh dan hubungan kami jadi canggung. Demi langit dan bumi aku lebih gak siap kehilangan dia sebagai sahabat dibandingkan dengan perasaan anehku ini. Yah, begini lebih baik, friendzone tidak buruk.

Way Back Into MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang