Re - It Isn't Over Yet

34 3 6
                                    

Hillary POV

"Pulang sama siapa, Hill?" Tanya Papa.

"Sama Ken sama Lilian juga, Pa. Ada apa?"

"Papa kira bareng Raihan."

Ah dia lagi.

"Papa apaan, sih. Hill tadi jalan bareng mereka."

"Kenapa waktu papa bahas Raihan kamu jadi sensitif gini? Pasti ada masalah, ya?"

"Gak ada apa-apa, Pa. Cuma lagi capek aja."

"Pakai bohong segala. Awas jadian sama dosen sendiri."

"Papa ngomongnya jangan sembarangan gitu, dong. Kak Raihan sudah punya tunangan, Pa."

"Ah, sayang sekali. Padahal Raihan anaknya baik."

"Sudah dulu ya, Pa. Hill mau ke kamar dulu." Pamitku mengakhiri pembicaraan yang makin lama makin absurd ini.

Kunaiki tangga secara perlahan dengan bantuan tongkat tentunya menuju kamarku di lantai 2. Tidak sabar lagi untuk merebahkan diri di kasur sebagai pelampiasan kejadian hari ini. Ya, terlalu banyak kejutan untukku hari ini. memikirkannya saja sudah membuatku pusing.

Bagaimana bisa aku tidak tahu Lilian adik Kak Raihan?

Padahal di Bandung Kak Rai jelas mengatakan Ken teman dekat adiknya.

Siapa lagi kalau bukan Lilian.

Entah mengapa aku merasa dibohongi.

Apa karena aku tidak bisa melihat, mereka mempermainkanku?

Tidak, mereka bukan orang jahat.

Kenapa Kak Winda memanggil Lian bukan Lilian,

Pasti karena mereka sudah kenal dekat sebelumnya.

Kalau saja aku tidak merasakan cincin di jari manis Kak Raihan,

Mungkin sampai sekarang aku tak tahu hubungannya dengan Kak Winda. Ya, sejak kejadian tadi, Bu Winda menyuruhku memanggil dengan sebutan kakak, sama dengan Kak Raihan.

Kalau saja aku tidak menggenggam dompet Lilian,

Entah sampai kapan aku jadi satu-satunya orang yang tidak tahu menahu hubungan kakak beradik mereka.

Raihan Delano Prisadi,

Terlalu banyak kejutan yang ada tentangmu.

Aku yang bodoh, tidak menyadarinya.

Bodoh.

Setelah berkutat beberapa saat dengan pikiranku, kudengar dering ponselku yang sangat familiar menandakan ada panggilan masuk.

"Halo. Dengan siapa?"

"Ini aku." Suara yang sangat kukenal, orang yang baru saja aku pikirkan.

"Kak Raihan? Ada apa malam-malam begini telepon? Dan darimana kakak bisa dapat nomorku?" tanyaku heran.

"Soal gladi resik besok, kamu dapat nomor urut 4, Hill. Aku dapat dari Winda."

"Oh, makasi kak informasinya."

"Dan soal tadi..." Dia tampak menggantung kata-katanya.

"Soal tadi?" tanyaku memastikan.

"Aku minta maaf."

"Maaf? Ini bukan salah kakak sama sekali. Gak perlu minta maaf, kak."

"Dan semangat untuk gladi besok."

Way Back Into MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang