Re - Her Brother

53 5 2
                                    

Author POV

Kini terhitung satu bulan sejak dinyatakan Hillary lulus audisi. Mempunyai kekurangan bukanlah perkara mudah dalam pembelajaran dikelas biasa. Baginya, semua ini masih terasa asing dan baru. Namun entah dari mana awalnya Hillary selalu merasa tertolong dengan kehadiran Ken.

"Gimana buat test awal bulan nanti? Siap?" tanya Ken.

"Mau gak mau, harus siap." Jawab Hillary.

"Sudah dibilang, kalau lagi sama aku jangan pakai tongkat. Pegang tanganku saja." Tawar Ken.

"Aku tidak ingin merepotkan, lagian aku juga sudah mulai hapal tata letak kampus ini." Bela Hillary.

"Lebih baik kamu pegang tangan aku sekarang karena Pak Raihan sudah berada didepan pinttu kelas atau kamu dikeluarkan gara-gara terlambat masuk kelas?" Ken, manusia sejuta akal agar keinginannya terpenuhi.

"Serius?" Tidak ditanggapi lagi pertanyaan Hillary, kini tongkat Hillary sudah berganti menjadi tangan Ken yang dengan segera menyeretnya masuk kelas.

Kelas sudah tampak ramai dengan bangku yang hampir penuh. Kebanyakan mahasiswi memilih duduk didepan karena ini kelas Raihan. Raihan merupakan dosen muda yang dapat menarik perhatian mahasiswinya. Ia tampan, sangat tampan. Diusia 24 tahun kini, ia telah menamatkan study S2nya. Setiap kelasnya berlangsung, mahasiswi selalu berlomba untuk duduk dideretan terdepan demi mendapatkan perhatiannya.

Hampir dua jam kelas Raihan berjalan, nyatanya tidak semua mata tertuju padanya. Hillary tampak tidur dibagian belakang kelas, Lilian tampak serupa dengan Ken disampingnya yang tampak masih mengikuti kelas Raihan. Hillary memang punya kebiasaan insomnia yang akut, dia hidup nocturnal. Tak heran setiap kelas pagi yang diikutinya dia selalu tertidur. Namun Lilian, tampaknya harus memikirkan alasan logis saat ditanya Raihan nanti.

Lilian POV

"Lian! Lilian! Bangun!" Ku dengar suara khas Ken mencoba membangunkanku.

"Apaan sih? Emang kelas sudah selesai?" tanyaku.

"Hillary Aluna Hermawan, Lilian Evelyn Prisadi, keruangan saya. Sekarang!" Astaga, panggilan lagi. dengan malas kuangkat kaki dari kelas dan berjalan bersama Hillary yang tampaknya tertidur juga. Kita sama, Hill.

"Kamu tidur juga?" tanyaku penasaran. Dan ia hanya mengangguk.

"Aku punya insomnia akut, jadi susah untuk ikut kelas pagi, dan sekarang ini akibatnya."

"Emang dasar Pak Raihan nyebelin. Dia ngajar kayak mendongeng, ngantuk mulu bawaannya." Ujarku jujur sambil terkekeh.

"Benar juga sih apa katamu." Jawabnya sembari tersenyum manis.

Hillary. Hampir sebulan sudah aku mengenalnya, berkat Ken. Ya, dia ada dikelas yang sama dengan Ken karena menekuni alat musik yang sama. Sementara aku hanya mengikuti 2 kelas yang sama dengannya, kelas klasik dan kelas aransemen. Sejak aku mengenalnya, jujur aku merasa perhatian Ken yang semula hanya untukku kini terbagi. Merasa ada yang kurang saatku lihat mereka berdua selalu bersama. Ken tampaknya menyadar iapa yang aku rasa, hingga dia selalu memberi pengertian, 'Dia baik, kita bertiga bisa menjadi teman baik. Dia butuh seseorang disampingnya, karena kondisinya.'

"Masuk." Suara Pak Raihan membuatku memutar kenop pintu dan memasuki ruangan bersama Hillary.

"Maaf pak. Ada apa ya bapak memanggil kami kesini?" Terkadang pura-pura tidak tahu itu lebih baik.

"Kamu masih tidak tahu apa salahmu, Lilian?" Eh, malah membalikkan pertanyaan.

"Maaf kami tertidur dikelas, Pak. Walaupun saya tidak janji tidak akan mengulanginya lagi, tapi saya akan berusaha agar tetap terjaga selama kelas bapak." Hillary menjawab pertanyaan Pak Raihan dengan tenang.

Way Back Into MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang