"If you gave someone your heart and they died, did they take it with them? Did you spend the rest of forever with a hole inside you that couldn't be filled?"
— Jodi Picoult, Nineteen Minutes
﹉﹉﹉
Dahi Jeff berkerut ketika dia liat Barcode yang lagi nyiapin dua kanvas di ruang tamu. Dia ngedarin pandangannya ke sekeliling. Ternyata, di sana juga udah ada cat air, paint brush sama palette-nya.
Barcode kemudian berbalik menghadap Jeff, bikin mata mereka bertemu. Jeff pandangi wajah yang paling muda. Ini perasaan Jeff aja, atau emang semakin hari wajah Barcode semakin pucat?
"Eh, kok udah ke sini? Persiapannya belum siap, Kak," ucap Barcode.
"Ini buat apa?"
"Buat ngelukis. Aku pengin, deh, nanti ada kenang-kenangan pas kita udah pisah. Biar kalo aku atau kamu lagi kangen, ya, liat aja lukisan ini."
Denger kalimat itu Jeff cuma bisa ngeluarin napas kasar. Demi Tuhan, dia nggak suka Barcode bilang begitu. Padahal, bukannya dia harusnya seneng, ya, tiga hari lagi mereka bakal pisah?
Cuma kok kali ini dia nggak mau? Dia nggak pengin jauh dari si manis. Jeff mijit keningnya. Harusnya dia seneng soalnya bisa lepas dari Barcode, harusnya dia ngerasa lega soalnya bisa sama Perth. Tapi kenapa dia nggak suka? Kenapa dia nggak rela?
Tarikan lembut di tangan Jeff bikin dia natap ke orang di hadapannya. Terlihat Barcode tersenyum manis di sana. Jeff diem mematung. Ada desiran lembut di hatinya.
Ada sesuatu yang berbisik, apa Jeff tega ninggalin orang yang udah nemenin dia dari titik terendah sampe bisa kayak gini?
Jeff sadar lima tahun bukan waktu yang singkat. Dia brengsek kalo ninggalin Barcode cuma gara-gara bosen sama hubungan yang baik-baik aja.
"Kak Jeff, halo~"
Lambaian tangan di depan wajah Jeff bikin dia balik ke kenyataan lagi.
"Hm?"
"Mikirin apa, sih? Dari tadi aku panggil nggak nyaut."
Jeff cuma gelengin kepala pelan.
"Ya udah, karena sekarang udah nggak ngelamun lagi, sini duduk."
Cowok kelahiran Maret itu menurut. Dia akhirnya duduk di samping Barcode.
"Karena kita udah lama nggak ngelukis bareng, jadi hari ini aku pengin kita lukis apa pun yang kita rasain, okay?"
Jeff ngangguk aja denger ucapan Barcode.
"Anggap aja stress release."
"Okay, Code."
Akhirnya Jeff ngambil kanvas yang tergeletak nggak jauh darinya. Dia juga bawa pensil buat bikin sketsa sebelum ditimpa sama cat air. Jeff belum ada gambaran mau bikin apa, terlalu mendadak soalnya. Cuma.. ya udah, lah. Gimana jadinya aja.
﹝•••﹞
Udah berjam-jam mereka ngabisin waktu dengan ngelukis, ngobrol random soal keseharian mereka akhir-akhir ini, sama nyanyiin lagu yang terputar dari playlist masing-masing. Menit pertama lagu yang dipilih Barcode, selanjutnya lagu yang dipilih Jeff.
Suara gelak tawa terdengar memenuhi unit apartemen Jeff sama Barcode. Barcode nggak berhenti ketawa ketika Jeff ngomongin kejadian memalukan yang dialami sama manajernya beberapa bulan lalu.
"Bayangin, deh. Udah jelas-jelas aku ada di samping Kak Venus, tapi dia malah narik baju orang yang ada di depannya dan ngira itu aku. Mana pake acara marah-marah segala lagi."
Jeff ngeliatin Barcode megangin perutnya dengan kedua tangan.
"Aku kalo jadi Kak Venus udah mengubur diri, sih."
Jeff ngangguk setuju. Akhirnya suara tawa Barcode perlahan berhenti. Terganti sama suara hembusan napas dari yang paling muda, netralin napas karena efek ketawa barusan.
Lalu, pandangan Jeff lalu jatuh ke lukisan Barcode yang setengah jadi.
"Kamu ngelukis apa? Kenapa anak kecilnya harus liat ke belakang?"
Netra mereka bertemu sebentar, bibir Barcode melengkung ke atas. Jeff ngerasa sedikit aneh, Barcode jadi lebih banyak senyum. Dia nggak tau apa karena akhirnya mereka bisa ngabisin waktu bareng, atau karena alasan lain.
"Soalnya dia mau pulang."
"Pulang ke rumah?"
Bahu Barcode sedikit terangkat. "Mungkin,"
Dahi Jeff berkerut bingung.
"Dia harus pulang karena udah ditungguin. Anak kecil ini nggak mau ninggalin kesayangannya, dia masih pengin main. Cuma, ya... karena satu alasan, mau nggak mau dia harus pulang. Dan dia nggak bisa balik lagi," jelas yang lebih muda.
"Kenapa?"
"Soalnya dia pulang ke dunia paralel. Dia ditungguin Mamanya karena belum sempet mandi. Hahaha."
Jeff berdecak. Udah serius dia dengerin, Barcode malah bercanda.
"Jangan ngambek, dong."
"Aku udah serius dengerin."
Barcode ketawa lagi. "Kalo kamu bikin apa?"
Jeff diem, dia juga nggak tau kenapa dia bikin lukisan ini. Ada sepasang kekasih di sana. Si lelaki meluk si gadis dari belakang, seolah nggak mau ngelepasin dia buat pergi.
"Aku nggak tau, ini masih belum jadi."
Barcode ngangguk lucu. "Terus kenapa muka cowoknya diblur gitu?"
"Dia nyesel soalnya nggak sadar kalo pacarnya pergi dan nggak bakal kembali lagi."
Baik Jeff maupun Barcode, keduanya sama-sama diem. Jeff lanjut ngasih warna di sketsanya. Entah kenapa tapi dia ngerasa takut. Takut semua terjadi. Jeff bukan takut Perth yang pergi, tapi dia takut Barcode yang ninggalin dia. Nanti kalo kejadian, gimana? Dia bisa apa?
Soalnya, selama ngelukis sketsa ini Jeff jadi sadar satu hal. Orang yang paling tulus, selalu ada sama dia cuma Barcode. Dia yang paling sabar sama sifatnya yang kekanakan, dia yang bisa nenangin amarah Jeff. Perth nggak bisa, dia belum nemu cara itu. Tapi Barcode? Satu usapan lembut di kepala sama di punggung, bikin hatinya melembut.
"Aku laper, ayo pesan pizza." Suara Barcode barusan akhirnya memecah keheningan.
"American Classic Cheeseburger?"
"Yes, please."
"Okay. Aku pesan dulu."
TBC
『••✎••』😔💔

KAMU SEDANG MEMBACA
7 Days [JeffBarcode]
Fanfiction7 hari. 7 hari waktu yang Barcode punya buat ngabisin sisa hidupnya bersama Jeff.