Last (Part 2)

2.5K 185 27
                                    

AN: Narasi ditulis dengan bahasa baku.




"After you passed, within just a few weeks, I realized the life we had together also passed; and would never return."

— R. J. Intindola, Rising From the Bottom



﹉﹉﹉

Sepertinya, langit sedang menangisi musibah-musibah di bumi, atau hanya sekedar menutupi kesedihan mentari. Hari ini, hujan datang membawa semua perasaan hening, hampa dan rindu dengan derasnya.

Sejak dua jam yang lalu, Jeff menatap kosong pusara batu nisan berwarna abu di depannya, ditemani rintik hujan dan kerinduan.

Di sana, terukir nama separuh hidupnya.




"Sleep till eternity in God's garden"




Kaki Jeff masih kuat berpijak menatap air hujan yang membasahi tulisan di batu nisan milik Barcode, sambil merasakan rintik demi rintik hujan jatuh ke atas permukaan payung.

"Semuanya kerasa jauh lebih berat setelah kamu pergi." Jeff membuka suara setelah dua jam lamanya bergeming.

Butuh banyak waktu, keberanian dan kekuatan bagi Jeff untuk bisa berdiri di sini. Karena semenjak itu, dia tak pernah merasa jika kehilangan akan semenyedihkan ini. Dia juga merasa tak pantas memandangi rumah baru Barcode. Jeff sadar, dia sudah terlalu sering membuat kesayangannya itu menangis.

Tapi kemudian, perasaan yang berkecamuk itu tidak kunjung hilang dari pikirannya. Setiap malam, akan ada bisikan-bisikan manis yang seolah memanggil namanya. Seperti itu adalah suara Barcode yang meminta Jeff untuk menemuinya setiap hari.

"Aku rindu kamu."

Aku rindu dikhawatirin sama kamu, aku rindu ditanyain tentang banyak hal sama kamu, aku rindu sekedar nerima panggilan telepon dari kamu, aku rindu.. kita, batin Jeff.

Ingatan-ingatan hari itu kembali lagi dan mendominasi pikiran Jeff. Tentang bagaimana jemari Barcode yang tak merespon genggaman tangannya, tentang mata bambi yang tak kunjung terbuka meskipun dia memanggil nama Barcode berkali-kali, tentang wajah damai Barcode yang jadi pemandangan terakhirnya, tentang bagaimana denyut nadi Barcode tak terasa lagi di ujung jarinya, dan tentang bagaimana dia mengecup kening kekasihnya yang dingin untuk terakhir kali.

Jeff masih bisa merasakan itu semua.

Semuanya begitu jelas, terpatri dalam ingatan. Rasanya, ingatan menyakitkan itu akan terus hidup dalam memori.

Hari ini, tepat tiga bulan Barcode pergi.

Tiga bulan juga, Jeff melalui hari-hari yang terasa begitu menyiksa, setiap detik yang berjalan terasa sangat lamban. Hampir semua hal yang Jeff lihat, mengingatkan Jeff tentang Barcode.

Jeff butuh waktu teramat lama untuk melepaskan dan mengikhlaskan Barcode. Tidak. Dia butuh waktu seumur hidup untuk melakukan itu, terutama untuk memaafkan dirinya sendiri.

Jeff berusaha, Demi Tuhan dia mencoba untuk tak menangisi Barcode. Tetapi rasa rindunya, rasa bersalahnya, rasa sedihnya seolah berlomba silih berganti memaksa air mata Jeff untuk turun, mereka mendesak Jeff melepaskan tangisnya.

'Apa pun yang terjadi, tolong jangan pernah nangisin aku, ya, Kak. Karena aku benci liat kamu nangis.'

Kalimat yang ditulis rapi oleh Barcode di jurnal tiba-tiba memenuhi pikirannya. Bahkan suara Barcode sayup-sayup bisa dia dengar di kepalanya. Jeff tak berani menangis. Dia tak ingin dibenci Barcode karena menangis. Tapi semakin dia mencoba untuk menahan semua kesedihannya, semakin dia merasa dadanya ditekan oleh sesuatu yang berat.

7 Days [JeffBarcode]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang