"Kalau kegiatan bersama anak-anak jalanan gimana? Saya kebetulan punya kenalan yang pernah mengadakan acara serupa."
Pandangan semua mata yang ada di tempat itu seketika langsung tertuju pada Jerando sedetik setelah dia mengutarakan pendapatnya. Beberapa langsung menjawab, sisanya memilih diam sambil menimbang-nimbang.
"Kegiatannya kaya apa?" Ceri yang duduk di paling ujung bertanya dengan nada pelan sehingga Jerando butuh waktu untuk memproses ucapan perempuan itu.
"Bisa belajar bersama atau apapun."
"Oh, boleh juga tuh."
"Yang lain gimana?" tanya Jerando melempar pandang ke arah teman-temannya.
"Aku setuju-setuju aja," jawab seseorang diikuti anggukan dari yang lainnya.
"Oke jadi untuk social project kita plan pertama sasarannya anak jalanan ya? Nanti saya urus perijinan dan lain sebagainya, tapi kita juga harus nyiapin plan B buat jaga-jaga kalau kita nanti nggak dapat ijin." Sejak pertemuan mereka dimulai Jerando memang sudah memimpin obrolan. Secara alami orang-orang mengikutin arah pembicaraannya. Tak aneh jika nanti ia ditunjuk sebagai ketua kelompok.
Lain halnya dengan Ceri yang biasanya cerewet, kini mendadak jadi pendiam. Ia butuh waktu lebih lama untuk beradaptasi di tengah orang-orang asing yang baru ditemuinya saat technical meeting dua hari yang lalu. Meski begitu, ia tak lelah menunjukkan wajah ramahnya.
Setidaknya dia harus menanamkan kesan yang baik.
Satu jam kemudian setelah pertemuan mereka berakhir, satu persatu teman-temannya mulai berpamitan hingga menyisakan Ceri dan Jerando di bangku panjang sebuah cafe. Jam dinding sudah menunjukkan angka sembilan malam kala itu. Cafe yang mereka datangi terlihat semakin ramai oleh mahasiswa.
Meja-meja di sekitar mereka terlihat penuh. Beberapa terisi oleh laptop, beberapa hanya terisi makanan, ada juga yang diselingi kartu remi yang bertebaran.
"Nggak langsung pulang?" tanya Ceri ragu-ragu. Ia baru menyadari bahwa tinggal mereka berdua di meja itu.
"Kamu sendiri?" Jerando malah balik bertanya.
"Baru mau pesen ojol."
"Mau pulang bareng saya aja? kebetulan saya bawa motor."
Ceri mengerjap kaget, tapi kemudian ia buru-buru menggelengkan kepalanya. "Eh, nggak usah, nggak usah. Aku-eh, maksudnya saya naik ojol aja."
Jerando tertawa pelan. Kedua lesung pipinya muncul dan berhasil menyihir Ceri. Sejak pertama kali melihatnya, Ceri memang sudah jatuh hati pada lekukan kecil di wajah pemuda itu.
"Nggak apa-apa kali ya kita ngomong santai aja. Toh, tinggal berdua dan ini juga bukan pertama kali kita ketemu."
Ceri nyengir. "Iya sih. Waktu TM kemarin kita ketemu, tapi nggak sempat ngobrol."
"Sebelum TM kita udah pernah ketemu juga." Melihat wajah terkejut Ceri, Jerando segera meneruskan ucapannya. "Mungkin kamu nggak ingat, tapi kita pernah ketemu di kedai es krim."
"Ih, kirain aku doang yang ingat." Rupanya Jerando salah paham soal keterkejutan Ceri barusan. Ceri terkejut bukan karena dia tak tahu kalau mereka pernah bertemu, justru sebaliknya. Ia tak menyangka Jerando mengingatnya. "Waktu itu aku nggak sengaja nginjak kaki kamu kan?"
"Ternyata kamu juga ingat ya?"
"Iya dong." Ceri tersenyum sambil menambahkan dalam hati, "Nggak mungkin aku lupa wajah ganteng kamu yang dihiasi lesung pipi itu."
"Berarti ini pertemuan ketiga kita."
"Iya, aku nggak nyangka kita bakal ketemu lagi di posisi yang sama-sama calon duta kampus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Panasea [END]
Fiksi UmumGue pengen jadi good looking karena keadilan sosial bagi seluruh rakyat good looking! -Calon duta kampus [Republish : 16 Juni 2023] ©Dkatriana