Prolog

22 2 0
                                    

Hai, apa kabar? Aku kembali, menyapa kalian yang sekarang entah ada dimana. Masih mengenalku, kan? Teman yang merangkap menjadi ketua kelas kalian dulu. Bahkan harus menangani kelas 'C' selama 3 periode ataupun dalam artian 3 tahun.

Ah, mungkin kalian ada yang lupa denganku. Namaku Azura Nayla Zharfa. Semua memanggilku Jura/Jur (paling umum) atau Zur (paling singkat). Ada panggilan tersendiri bagiku di kelas. Yaitu, ketua geng dan mama geng.

Ish, masih lupa juga? Kita ini lulusan dari SMP 123 Jakarta angkatan ke 43. Atau kalau dalam hitungan tahun ajaran, kita ini lulusan tahun 2021/2022.

Ah, aku jadi kangen. Sejujurnya aku ingin mengenang masa-masa itu. Masa dimana aku harus menanggung beban yang begitu berat di pundakku.

Menjadi orang tersibuk di kelas, sebab terus di panggil oleh guru. Ku harap sih panggilan aman, sepertinya darurat yang kadang ku dapat. Seperti....anak bermasalah? Ya, mungkin seperti itu. Sebab kelasku ini sangat berlangganan sekali membuat masalah.

"Terus, apa yang membuatmu tak bisa melupakan masa itu, sampai ingin mengenangnya? Apa ada kesan tersendiri? Atau...ada orang yang spesial seperti si 'itu'?"

HM?

Kalau kalian bertanya seperti itu...tentunya ada. Tapi tak seindah dulu masa SD.

"Terus, sekarang kau melupakan yang 'itu'?"

Shttt. Hey, diamlah. Kalau kaya gini, kapan aku memulai flashback masa SMP hah?

"Yah, kan cuman pengen tau"

No, nanti saja kalau aku ingin. Ada saatnya kok. Jangan sekarang ya.

Ok, next.

Sadarkah kalian yang sekarang ini tak bisa ku sebutkan satu-satu namanya, kalau kita tuh cuman bertemu selama 1 semester saja? Tatap muka loh ya. Itu saja waktunya terpotong-potong.

Why? Because, kita ini lulusan jalur Corona lah. Ada enak dan enggaknya sih. Satu sisi kita bisa nyontek kalo ujian (aku banget), tapi di satu sisi juga kita gak bisa kumpul sama temen sekitar 1 ½ tahun lebih. Itu masa yang paling menyedihkan.

Rindu akan rasanya tertawa dan cekikikan bersama akibat candaan yang begitu receh. Sibuk, dengan tugas yang menumpuk. Pulang sore, ya karena emang jadwalnya begitu. Jajan es-nya Pak Aji yang goceng-an di kantin sekolah.

Ya ampun, kangen.

"Emang sih, tuh es is the bast banget. Apa lagi kalo di jajanin"

Yeh, nih anak mau enaknya aja. Aku juga mau kali kalo gratisan.

Tapi kalau di inget, rata-rata teman kita ini pasti dari SD yang sama. Itu sih masih mending. Lah kalo dari TK/paud yang sama, rasanya tuh kek enek banget liat mukanya. Mana petakilan sama bikin ulah Mulu.

"Maksud lu si Fais sama Akmal?"

Ya, benar sekali. Aku itu harus ketemu sama mereka dari jaman piyik Ampe remaja begajulan. Bayangin, di paud 2 tahun. Di SD 6 tahun, di SMP 3 tahun. Tuh ye, kalo di itung bisa 11 tahun gw liat mukanya. Mana tetanggan pulak.

Masih mending sih dari pada sama si kembar 3. Udah kenal dan sesekolah sama mereka sekitar 14 tahun.

Nyesel sih milih sekolah di Deket rumah. Ya itungannya, kepeleset nyampe. Tapi ada senengnya juga. Kalau ada barang ketinggalan, bisa langsung ngibrit buat ngambil.

Dulu di cerita MSK (Masa SD Ku) aku pernah bilang kalau aku dan Nida tak sesekolah dengan Dila, kan?

Nah, ini dia masalahnya. Bahkan sampai sekarang, aku dengan Dila jarang kontak.

"Bukannya lu kalo main atau pergi-pergi keluar biasanya sama Ishna?"

Iya, sih. Tapi ini rasanya beda tau. Mereka, kan udah sama aku selama 5 tahun. Kalo Ishna baru beberapa tahun. Aku harus bisa bagi waktunya.

"Cup-cup, gw ngerti kok. Udah, lain kali ada waktunya lu bisa ngobrol sama mereka. Sering-sering WA aja"

Aku cuman bisa ngangguk aja. Memang benar, sangat benar. Teman, waktu ngumpul, semua jadi sebuah kenangan yang tak bisa terlupakan.

Seburuk apapun temanmu, sebegitunya juga kita tak bisa melupakan mereka. Kadang aku juga bingung, kok bisa ya aku menangisi mereka. Padahal aku sering dibuat susah oleh mereka.

Bagiku, mereka adalah anak-anakku. Anak yang harus dijaga sebaik mungkin bagaikan permata. Aku yakin, mereka berbeda dengan anak lainnya. Mereka spesial (bukan autis), sampai aku tak sanggup jika harus meninggalkannya.

Prinsipku, 'Mau jadi apa mereka tanpaku? Apa ada yang bisa menjaga mereka saat aku tak ada? Aku bisa titipkan kelas ke siapa? Wakilku? Yang benar saja. Bahkan dalam 1 periode, ada yang tidak becus'

Tapi saat mereka pergi satu per satu, aku mulai sadar. Mereka sudah besar. Aku tak harus menjadi induk ayam yang menjaga anak-anak lagi. Aku bebas, haha...bebas.

"Kalau kamu bebas...kenapa kamu nangis, Azura?"

Hah? Oh, ini? Apa ya? Sebuah anggapan rasa bangga terhadap mereka, mungkin?

"Aku jadi penasaran, bagaimana kisahmu dari awal hingga akhir saat masih SMP. Apa kamu mau membagi kisah dengan kami"

Tentu, aku dengan senang hati akan menceritakan kepada kalian. Hm, dari mana ya enaknya.

Oh, mungkin dari saat itu.....

-TBC-





Hai guys, sesuai janjiku dulu. Aku (Azura) akan menceritakan masa-masa SMP ku dulu. Cerita yang terkadang membuatku menyesal menjadi sosok remaja. Yang terkadang juga membuat aku rindu mereka.

Teruntuk kamu yang masih satu alumni denganku, tolong jangan lupakan aku. Sebab masa ingatanku terkadang tak sepanjang dulu. Lupa dadakan karena tugas juga jadi faktor.

Makanya, selagi punya waktu. Aku akan memorial, kan kisah ini sebelum terlupakan oleh masa.

Itu saja dariku. Nanti kita lanjutkan lagi lepas kasih ini di chapter selanjutnya ya.

Salam dari author Azayaka 🌸🌸

Derita Menjadi Ketua KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang