4. Hari Pertama

123 25 2
                                    

Berkali-kali Raina menghembuskan napasnya. Inilah hari dimana dia harus bisa menguatkan hatinya.

"Selamat pagi, ayo sarapan." Sapa Winda begitu melihat Raina masuk ke ruang makan. "Kakak mau bawa bekal?"

"Bawa aja, biar uangnya bisa disimpan." Jawab Yudha.

"Ih ayah, apaan sih? Bisa beli juga!"

"Jangan ngeyel! Udah Bun, bawain bekal aja!"

"Ayah jangan bikin keputusan seenaknya sendiri, anaknya nggak mau dibawain bekal, kok!"

"Kakak pasti mau beli jajan banyak. Iya, kan?" Sahut Harvey.

Tangan Raina terulur mencubit pelan pipi Harvey, membuat adik bungsunya itu mengaduh.

"Sok tau!"

"Sakit kakak!"

"Halah, cuma dicubit pelan doang."

"Coba sini kakak yang aku cubit!"

Raina mengejek Harvey saat adik bungsunya itu tidak bisa menggapai wajahnya untuk membalas.

"Mulai sekarang, ayah yang antar kamu kerja. Nggak usah naik angkutan umum lagi! Toh searah sama sekolah dan kantor ayah, dan jam kerja kamu juga bukan shift, kan?"

Raina terkejut mendengar penuturan ayahnya. Entahlah, hanya saja dia tiba-tiba merasa takut. Takut jika sang ayah nantinya tau atau bertemu langsung dengan si pemilik toko buku tempatnya bekerja.

"Raina!" Tegur Yudha.

"Hah? Kenapa?"

"Ck! Dengerin kalo ada orang tua lagi ngomong."

"Kenapa tiba-tiba ayah mau nganterin aku coba?"

"Emang kenapa? Nggak suka? Kamu malu?"

"Bukan gitu, ayah mah jangan negatif thinking duluan. Cuma ya... tumbenan aja gitu..."

"Biar kamu bisa hemat, nggak perlu keluarin ongkos buat bayar angkutan umum."

"Kenapa ayah nggak beliin motor aja buat aku?"

"Beli sendiri! Dipikir harga motor tuh murah apa!"

Raina berdecak kesal. "Terus pulangnya gimana?"

"Ayah jemput. Kamu lupa, ayah selalu pulang pas waktu makan siang selama nggak ada kerjaan yang mendesak? Kamu juga pulangnya jam empat sore!"

"Jadi, kakak mau bawa bekal atau enggak?" Tanya Winda lagi.

"Bawa aja deh." Jawab Raina pasrah.

"Ya udah, biar bunda siapin dulu. Sekarang, kakak sarapan dulu aja ya?"

Raina hanya mengangguk. "Tara udah berangkat, Bun?"

"Udah dari tadi, ada kelas pagi katanya. Naina juga udah dijemput manajernya subuh tadi."

"Sepi ya?" Komentar Raina.

"Mau adek baru biar rame?" Tanya Yudha.

Mata Raina memicing tajam. "Yang bener aja! Kak Xiena aja udah nikah! Ntar kalo dia hamil, terus aku punya adek lagi, kan nggak lucu kalo anak sama cucu ayah seumuran!"

"Cuma saran..."




***




"Ini tempat kerja kamu, kak?" Tanya Yudha.

"I-iya, kenapa?"

"Nggak papa. Selera bos kamu berkelas dan nggak kuno. Lain kali ayah mampir, deh."

Hampir saja Raina hendak berteriak untuk melarang ayahnya. "Ayah mau ngapain mampir segala?"

Hello Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang