10. Kenangan (END)

289 24 18
                                    

Yudha menggendong Raina keluar dari mobil, dan mendudukkan putrinya itu di atas kursi roda, begitu keduanya sudah tiba di depan halaman rumah yang diberikan Alin kepada Raina.

Rumah sederhana dan tidak bertingkat, namun memiliki halaman yang luas. Rumah yang masih tampak begitu cantik, walaupun hari sudah malam, karena beberapa lampu taman yang sengaja dihidupkan.

Yudha mendorong kursi roda Raina menuju pintu utama rumah tersebut. Laki-laki itu mengangguk sekilas, ketik Raina mendongak ke arahnya untuk meminta ijin. "Ayah tunggu di sini, kamu bisa masuk buat liat dalemnya langsung."

Raina menggapai tangan ayahnya yang hendak pergi. Gadis itu menggeleng kecil, meminta Yudha agar menemaninya masuk.

Memang hanya Yudha yang menemani Raina untuk melihat rumah yang diberikan oleh Alin, dan itu atas permintaan Raina sendiri. Baik Winda, juga Naina, serta Tara tidak merasa keberatan sama sekali. Bagi mereka, melihat Raina sudah mau keluar dari kamar pun merupakan sebuah kemajuan besar dimata mereka.

Mata Raina tampak berbinar, namun sedetik kemudian kembali sendu, setelah Yudha menghidupkan lampu utama di ruang tamu rumah tersebut. Tidak banyak perabotan yang ada di dalam rumah tersebut. Namun, hampir semuanya didominasi warna ice blue. Cantik dan menenangkan.

Raina menggerakkan kursi rodanya mengelilingi ruangan tersebut, sedangkan Yudha hanya duduk di ruang tamu dan memperhatikan dari jauh.

Mata Raina terpaku pada sebuah frame foto yang berisi potret dirinya dan Alin, di atas meja. Jarinya terulur menyentuh frame tersebut. Gadis itu tersenyum sedih. Ia ingat foto itu diambil sebelum hal yang tidak diinginkannya terjadi.

Raina pun meraih frame tersebut dan mengeluarkan fotonya.

Si hujan udah jadi punya gue lagi! ❤️
Pokoknya, ntar rumah ini harus tema hujan, biar sesuai sama namanya Rain(a)
I LOVE YOU!
Gue nggak peduli lo bakal ngerasa cringe baca note ini, pas liat foto ini, karena gue emang sebulol itu sama lo!
Sorry om Yudha, tapi gue nggak bisa jauhin Raina! Gue nggak sanggup! Gue bakal terus berusaha supaya lo bisa yakin, kalo gue udah berubah!

Lagi!
Raina kembali menangis melihat betapa besar rasa cinta Alin kepadanya. Gadis itu benar-benar tidak menyangka, akan mendapatkan cinta yang begitu luar biasa dari seorang laki-laki yang mungkin, tidak akan pernah ia sangka sangat mencintainya.

Yudha hanya bisa memandang sedih punggung putrinya, ketika melihat Raina memeluk selembar foto dengan kedua bahunya yang bergetar hebat. Sebagai seorang ayah, dia sungguh tidak tega melihat putrinya seperti itu. Namun, apa yang bisa ia lakukan? Semuanya sudah terlanjur, menyesal pun percuma, karena pada akhirnya, Tuhanlah yang menentukan segalanya.

Dengan perlahan, Yudha mendekati Raina dan memeluk putrinya itu. Hatinya ikut tersayat, mendengar tangis Raina yang begitu memilukan, sedangkan dirinya tidak bisa berbuat apa-apa.




***




Merindukan seseorang yang sudah berada di alam lain dengan kita, merupakan rasa sakit yang berbeda...




Raina sedang sibuk dengan laptop di depannya saat tiba-tiba saja bel rumahnya terus-menerus berbunyi, karena si pelaku yang tidak sabaran. Gadis itu berdecak kesal, saat sudah menduga siapa yang melakukan hal itu. "Ngapain sih, kesini? Ganggu banget lo berdua! Lo juga Can, lama-lama gue potong jari lo, biar nggak kebiasaan mainan bel rumah gue!"

"Sapa suruh gerbangnya dikunci! Biasanya juga dibuka! Sok privasi banget lo!" Balas Cantika.

"Bacot lo! Mau ngapain kesini?"

Hello Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang