Part 25

9.4K 531 11
                                        

"Kak, tadi mobil siapa? Kok nggak ikutan masuk?" ujar Reyna sambil membaringkan tubuhnya di sebelahku. Aku sedikit mengernyitkan kening, apa maksud Reyna?

"Mobil?  Maksud kamu mobil kakak di garasi?"

Reyna menggeleng pelan,"Bukan kak, tadi waktu kakak sudah masuk, aku melihat mobil yang berhenti tepat di depan pagar. Masak kakak nggak tahu, sih? Sepertinya mobil itu ngikutin kakak, deh! Aku lihat sendiri dari balkon." 

Masak iya? Kenapa aku tidak nyadar? Apa karena terlalu banyak hal di kepalaku, sehingga aku tidak menyadari keadaan sekitar. Pertanyaannya, siapa orang yang tidak punya kerjaan mengikuti mobilku?

"Orang yang kebetulan lewat kali Rey!" sahutku tidak ingin memperpanjang masalah, hingga berakhir menjadi kekhawatiran Reyna.

"Hmm... tapi firasatku kok berkata lain, kak?"

Aku menghela napas lembut, membelai surai adik semata wayangku ini." Jangan berpikir macam-macam, tidak ada orang kurang kerjaan yang mau buntuti kakak, memang kakakmu ini siapa! Cuma orang tidak penting," ujarku mantab.

Wajah Reyna mendadak mendung, seolah tidak setuju dengan perkataanku.

"Kemarin aku mendengar papa mama bertengkar, katanya kakak sudah menyakiti perasaan ponakan teman papa!" tutur Reyna hati-hati.

"Apa papa menyalahkan mama?" Tebakku dengan perasaan dongkol.

Reyna mengangguk pelan, dengan raut menyesal.

Aku mengambil napas kasar. Pria itu, kenapa selalu melibatkan mama? Padahal ini murni kesalahanku.

"Semua salah kakak, Rey!" ucapku pelan.

Reyna mengusap lenganku lembut, gadis ini benar-benar jelmaan mama. Mata teduhnya selalu menenangkan.

"Aku khawatir sama kakak, aku takut orang yang membuntuti kakak ada hubungannya dengan permasalahan ini, melihat bagaimana kemarahan papa, teman papa pasti lebih murka."

"Tenang aja, mereka tidak seburuk itu untuk melakukan hal yang berbahaya."

Meski banyak tanda tanya yang muncul di kepalaku, aku berusaha menelannya, agar tidak membuat Reyna khawatir.

"Aku takut, kakak kenapa-napa," lirih Reyna, aku mendekapnya dengan sayang. Beruntung adikku ini, mewarisi sikap lembut mama, sangat berbanding denganku yang cenderung kasar dan tempramen.

"Kakak selalu baik-baik saja. Tidur ya, besok kan, kamu sekolah," perintahku dengan usapan lembut di kepalanya.

Reyna mengangguk pelan," Aku boleh tidur disini, kak?"

"Tentu, boleh," jawabku dengan senang hati.

Dibalas dengan raut sumringah Reyna. Gadis itu tergesa merapikan selimut, dan mulai memejamkan mata, anak yang patuh.

Aku tidak menyangka, Reyna tumbuh menjadi anak yang baik dan berhati lembut, terkadang ada banyak hal yang terlewatkan, dan itu kusesali. Salah satunya menyelami perasaan Reyna. Gadis ini terlalu banyak mengkhawatirkan orang lain, namun jarang mengutarakan keinginannya. Hingga aku tidak tahu apa yang dirasakannya. Tidak mungkin dia baik-baik saja dengan berbagai masalah yang menerpa.

"Maafin, kakak Rey," Gumamku sambil mengecup keningnya lembut.

"Maaf sudah menjadi kakak egois, membiarkan kamu sendirian menjaga mama! Maaf kakak belum menjadi kakak yang baik!"

********

Pagi terasa lebih lembut dari biasanya. Seperti biasa mama selalu sibuk menyiapkan sarapan pagi.

Bring My Heart (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang