Ketika mendengar berita bahwa Dhipa telah membuka mata dari tidur panjangnya, Ethan sangat terkejut. Lelaki itu pergi keluar kamar bahkan saat matahari belum terbit seutuhnya.
Berlari, langkahnya cepat menuju kamar Dhipa yang rasanya begitu jauh. Saat sampai ia disambut oleh Usha, kakaknya, yang terengah-engah. Rambut Usha berantakan, bajunya juga dipakai secara gelagapan, sangat hebat untuk melihat seorang putra mahkota dalam kondisi ini.
Tetapi kondisi Ethan juga sama, rambut atau bajunya berantakan.
"Dhipa sudah bangun?" Ethan bertanya mencoba memastikan.
"Adik kita sudah bangun."
Ethan mendekati pintu kamar yang masih tertutup, Usha mencoba membuka pintu tersebut, tapi ... tangan Usha gemetar hebat.
Dia terlalu bahagia, atau terlalu takut jika ini semua kebohongan?
Sayangnya Ethan tak sesabar Usha yang memikirkan situasi terburuk. Ia meraih gagang pintu secepat mungkin hingga pintunya terbuka.
Ceklek.
"Oh," Ethan tak bisa berkata-kata, napasnya tercekat.
Mata biru itu kembali bersinar.
Walau pipinya tirus, wajah pucat dengan bibir pecah-pecah, Dhipa tetap cantik dengan pakaian seadanya. Ethan merindukan tatapan indah itu.
"Dhipa!" berlari, Ethan berlari dengan kecepatan tinggi untuk memeluk adiknya yang begitu rapuh.
"Maaf, pangeran." seorang dokter menghentikannya, "Putri Dhipa masih lemas, jika anda memeluknya dengan kekuatan seperti itu hanya akan menyakiti putri."
Sebenarnya Ethan kesal, siapa yang berani menghentikan pangeran mulia kekaisaran ini? Tapi dirinya menahan emosi, Dhipa tercinta lebih penting.
"Kak ...." Dhipa membuka suaranya yang serak, "Aku haus, t-tenggorokan sakit."
Usha membuyarkan lamunannya dan mencium kening sang adik, "Biar aku ambilkan air."
"Tidak, aku yang akan mengambilnya." Ethan berlari keluar kamar untuk mengambil secangkir air hangat.
Melihat itu Usha sangat kesal, "Sialan, biar aku yang mengambil airnya!" umpatnya lalu mengejar Ethan.
Kamar kembali tersisa dua orang, Dhipa si pasien dan seorang dokter.
Dhipa bersusah payah membuka suaranya, tenggorokan sungguh sakit seperti sudah tidak minum berbulan-bulan. Gadis itu menoleh menatap dokter, "Berapa lama aku sakit?"
"Dua bulan, tuan putri." dokter menjawab, "Kesembuhan anda saat ini seperti sebuah keajaiban."
"K-keajaiban?"
"Benar, tuan putri. Baginda kaisar sudah mengarahkan semua dokter di kekaisaran, namun tidak ada solusi untuk penyakit putri. Tapi tiba-tiba saja pagi ini putri sehat sempurna."
"...."
Kamar ramai kembali dengan datangnya kedua pangeran, mereka tampak berebut memegang secangkir gelas berisi air penuh.
"Biar aku yang memberikan air ini."
"Tidak, aku saja!"
"Biarkan aku yang memberikannya!"
Dhipa tertawa kecil melihat pertengkaran kedua kakaknya yang sangat ia rindukan, "Kakak, aku ingin segera minum."
"Oh, iya-iya." Ethan segera mengalah tanpa disuruh.
"Nah," Usha tersenyum puas lalu mendekati Dhipa, "Minumlah."
Berita bangunnya putri segera menyebar ke seluruh Istana bak api membara. Banyak pekerja Istana yang mengintip dari depan kamar, mereka memasang wajah terharu dan bahagia.
"Di mana ayah?" tanya Dhipa setelah menghabiskan minumnya.
Usha meletakkan cangkir, dirapikannya poni Dhipa yang berantakan. "Mungkin akan sedikit terlambat, ayah sangat sibuk akhir-akhir ini."
"Apakah ada masalah?"
"Tidak tahu, ayah tidak mau memberitahuku, aku juga tidak akan memaksanya."
Ethan mendekat dan memeluk Dhipa dengan perlahan, "Adikku, aku merindukanmu."
Dhipa tersenyum, "Apa yang terjadi selama aku sakit? Kalian seperti berubah."
"Berubah?"
"Ya, hubungan kakak seperti lebih akrab satu sama lain. Apa yang terjadi selama aku sakit?"
Ethan berdahem, "Itu benar juga. Ini semua terjadi karena Kivandra."
"Kivandra?" alis Dhipa mengkerut.
Usha tersentak, "Ethan, di mana Kivandra?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Surrogate
FantasyPutus asa sporadis merapah, saat itu kereta berkilau datang menghampiri toko bunga Kivandra. Sang Pangeran mengajak Kivandra, yang tampak lelah, untuk menjadi keluarga kekaisaran. Kivandra seorang gadis miskin yang menjual bunga di pinggir jalanan...