Berkutat pada laptopnya membuat Jia tidak sadar ada yang menekan bell rumahnya.
Sampai pada akhirnya panggilan masuk dari handphone yang sejak tadi ia pakai untuk mendengarkan musik.
"Dek lagi ngapain sih? Buka pintunya buruan!" Teriak seseorang dari seberang sana.
"Hah kak Joan dimana emangnya?"
"Di Depok. Ya didepan rumah lah. Kamu ga denger suara bell daritadi?" Suara Joan terdengar sangat jengkel.
"Lah iya, yauda santai dong," jawab Jia lalu menutup telfonnya, buru-buru ia lari ke depan membukakan pintu untuk kakaknya.
"Lama amat," gerutu Joan, "nih makan," ucapnya sambil menyerahkan satu buah kresek berisi berbagai snack didalamnya kemudian berlalu masuk.
"Wahh makasihhhh ganteng," Jia menyusul langkah kakaknya.
"Bayarannya bikinin kakak indomie buruan." Kini Joan sudah merebahkan tubuhnya disofa, tidak lupa dia menyalakan TV.
"Dih kalo ga ikhlas gausah repot-repot deh lain kali," jawab Jia jutek namun tetap membuatkan indomie untuk Joan.
"Mama ada pulang kemaren?" tanya Joan sambil melirik Jia yang sibuk menggunting bumbu indomie.
Jia mengedikan bahunya. "Gatau, belom papasan."
Joan menghembuskan nafasnya berat sebelum akhirnya bertanya untuk mengalihkan topik, "kamu gimana sekolahnya?"
"Ngga gimana-gimana, lagi sibuk bimbel ama try out sih akhir akhir ini." Jia berjalan membawa indomienya.
"Cape ya? Istirahat yang cukup, jangan sampe sakit," ucap Joan sambil menerima uluran indomie dari tangan Jia.
Jia mengangguk. "Kak," panggilnya.
Joan menoleh sambil berdehem, "hmm?"
"Gausah maksa mama buat selalu pulang lagi ya?"
Joan mengerutkan keningnya. "Kakak ga pernah maksa."
Jia memutar bola matanya, "aku tau," jawabnya.
"Kalo mama anggep kita sebagai rumah, harusnya dia tau kapan waktunya buat pulang kak," lanjut Jia.
"Kakak cuma nuntut hak yang seharusnya kita dapet sebagai anak aja," jawab Joan sambil mengunyah.
"Sekarang ngga perlu lagi, aku bisa ngelakuin semuanya sendiri."
Joan tersenyum meledek, "masaaa sih? Perasaan kemaren kamu rengek-rengek minta kakak pulang deh."
Jia berdecak, "hilaf itu mah."
Joan tertawa, tangannya mengusak pucuk kepala adik kesayangannya itu.
"Jangan cepet gede ya dek," ucapnya kemudian membawa tubuh Jia dalam pelukan.
"Ishh aku mau cepet gede tauk!"
___
"Kemana aja haidan baru pulang jam segini?!" tegur wanita yang sudah memasuki usia baruh baya itu.Yang ditegur malah menjawab sambil cengengesan, "abis main Bun ama Justin."
"Sini-sini cobain kue buatan Bunda sama kak Mentari," wanita yang menyebut dirinya Bunda itu menarik tangan Haidan untuk mendekat.
Dengan senang hati Haidan menyicipi kue itu. "Enak banget, aku bawa keatas ah."
Bunda langsung menarik piring kue itu. "Enak aja, buat bang ardan ini," ujar Bunda.
Haidan cemberut sedangkan perempuan bernama Mentari itu terkekeh, "nanti kakak bikinin lagi."
"Yeyyy. Oh iya kak, sekalian ajarin aku masak deh," ucap Haidan.
Bunda mengernyitkan dahinya, memang akhir-akhir ini Haidan gemar sekali belajar masak, entah itu dengan abangnya atau hanya bermodalkan resep dari internet.
"Kamu akhir-akhir ini belajar masak mulu kenapa dek? Ada tugas sekolah?" Tanya Bunda.
Haidan menggeleng. "Iseng aja pengen masakin pacar aku Bun," jawab Haidan kemudian berjalan kearah tangga.
Ardan yang baru datang dari arah toilet itu langsung mencibir, "cih bocil."
___
✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖
Bang Ardan 🥰
Kak joan😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Mistake? || Haruto Watanabe
Fanfiction"Aku hamil." Dua kata yang sangat sulit Jia katakan itu akhirnya keluar juga dari mulutnya, membuat lelaki dihadapannya diam mematung. "Haidan, aku hamil," ulangnya lagi. "Kamu yakin? Udah cek?" tanya Haidan berusaha untuk setenang mungkin. Jia meng...