"Tuh kan bener kata gue. Ini arah rumah Jia," ucap Bella, dia memukul stir mobilnya.
"Tapi emang ada orangnya?" tanya Alyna. Mereka berdua sengaja mengikuti motor Haidan pulang sekolah tadi.
Bella mengedikan bahunya. Berkali-kali dia dan Alyna datang ke rumah Jia, namun selalu tidak membuahkan hasil, alias tidak ada sahutan apapun dari dalam.
"Anjrit," umpat Alyna saat Bella menghentikan mobilnya tiba-tiba karena motor Haidan berhenti.
"Maju anjir jauh banget," ucap Alyna.
"Tolol, ketauan lah nanti."
Mereka memperhatikan Haidan yang berhenti didepan rumah Jia. Haidan mengeluarkan HPnya seperti sedang menelfon seseorang, lalu seseorang keluar dari rumah Jia.
Bella dan Alyna saling pandang melihat pemandangan dihadapannya. Jia membukakan gerbang untuk Haidan, dengan senyuman lebar Haidan mengelus perut Jia lalu mereka masuk begitu saja.
Padahal mereka hampir setiap hari datang kesana, tetapi selalu tida ada jawaban. Mereka juga selalu mengirim pesan pada Jia namun tidak satupun medapat balasan.
Dengan cepat Bella melajukan mobilnya lalu berhenti di depan rumah Jia. Mereka turun dari mobilnya tepat sebelum Jia mengunci pintu gerbang itu.
Jia menatap kaget kedua sahabatnya itu.
"Bella ... Alyna ... " panggil Jia pelan.
Haidan yang sedang memarkir motornya langsung menoleh cepat. Dia menghembuskan napas berat lalu menghampiri mereka.
"Masuk dulu," ucapnya.
.
"Maafin gue ... " ucap Jia, kepalanya menunduk tidak berani menatap kedua sahabatnya itu.
"Ternyata cuma kita berdua yang nganggep lu sahabat ya?" tanya Alyna.
Jia mendongak, lalu menggeleng cepat. "Maaf ..."
"Masalah segede ini lu ngga pernah cerita sedikitpun ke kita dan malah milih kabur gitu aja?" Bella membuka suaranya.
"Gue takut," jawab Jia, "gue takut lu berdua marah dan ngga mau temenan sama gue lagi."
"Jelas lah gue marah. Gue kecewa sama lu." Bella menahan napasnya sebentar, "tapi gue lebih marah sama keputusan lu buat diemin kita kaya gini."
Bella menahan air matanya. Dia marah, tentu saja. Di sebelahnya Jia sudah menangis.
Alyna memeluk tubuh Jia, tangannya mengusap-usap bahu Jia. Dia juga ikut menangis.
"Maaf ... " Jia tidak berhenti mengucapkan maaf pada kedua sahabatnya itu.
"Lu tau ngga?" tanya Bella, "gue ngerasa ngga guna banget jadi temen lu."
Jia menggeleng. "Ngga gitu Bell, sorry ..."
"Kalo lu emang maunya kita berhenti temenan, fine." Bella berdiri lalu melangkahkan kakinya keluar.
"Jia, gapapa. Bella cuma kebawa emosi aja dia, lu baik-baik ya. Biarin Bella urusan gue, nanti gue kesini lagi," ucap Alyna lalu menyusul Bella.
Plakkk
"Lu bangsat, anjing," umpat Bella setelah menampar pipi kanan Haidan.
Haidan hanya diam, dia tidak melawam sama sekali.
"Harusnya dari awal gue larang Jia deket sama cowok bajingan kaya lu," ucap Bella lalu pergi begitu saja.
Alyna mengikuti langkah Bella, mereka masuk ke dalam mobil lalu melajukan mobilnya kencang.
Haidan mengusak rambutnya kasar, kakinya melangkah masuk ke dalam. Dia menghampiri Jia yang masih menangis.
Dia merengkuh tubuh Jia, membawamya ke dalam pelukan, berusaha sebisa mungkin menenangkan wanitanya.
"Gapapa, Bella cuma emosi aja tadi. Gausah dipikirin ya? Nanti aku yang ngomong sama dia."
___
✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖
KAMU SEDANG MEMBACA
Mistake? || Haruto Watanabe
Fanfiction"Aku hamil." Dua kata yang sangat sulit Jia katakan itu akhirnya keluar juga dari mulutnya, membuat lelaki dihadapannya diam mematung. "Haidan, aku hamil," ulangnya lagi. "Kamu yakin? Udah cek?" tanya Haidan berusaha untuk setenang mungkin. Jia meng...