The Three Of Royal Maidens #2

13 5 0
                                    

.
.
.
.
.
.
.
Fayle merenggangkan otot tanganya sambil menguap lebar membuat hewan kecil masuk kedalam mulutnya dan membuatnya tersedang. Sedangkan Aluna dan Briona tertawa melihat Fayle. Fayle lantas meludah, berupaya memuntahkan serangga kecil itu.

"Hewan sialan! Beraninya masuk ke dalam mulutku," geram Fayle setelah berhasil mengeluarkan hewan kecil yang masuk ke dalam mulutnya.

"Berhenti menertawaiku Briona, Aluna," ucap Fayle mencibirkan bibirnya kesel.

"Hahahah .... Kau membuka mulutmu terlalu lebar, dia berpikir mulutmu adalah gua," ucap Briona terus tertawa.

"Aku sarankan lain kali jika menguap tutup mulutmu menggunakan tangan!" sambung Aluna berusaha menghentikan tawanya.

Fayle yang mendengar perkatan kedua temannya menghela nafas panjang. Fayle beranjak pergi meninggalkan kedua sahabatnya.

"Hay, Fayle, tunggu kami!" teriak Aluna saat menyadari Fayle meninggalkan mereka. Ia berlari di susul Briona di belakangnya.

Mereka terus berjalan beriringan menuju gubuk tua yang mereka tempati untuk berteduh dan beristirahat selama ini.

Setiap hari mereka harus bekerja keras. Memetik bunga mawar lalu di jual ke kota atau ke anggota keluarga kerajaan, demi sesuap nasi. Untung saja bunga mereka terjual habis dan tidak merasakan kelaparan lagi seperti beberapa waktu lalu.

Di sepanjang perjalanan Aluna dan Briona terus menggoda Fayle agar tidak kesal lagi dengan mereka. Sampai tak terasa mereka sampai di gubuk tua yang selama ini mereka tinggali.

Fayle membuka pintu gubuk tua itu dan masuk terlebih dahulu meninggalkan kedua temannya. Tak lama Aluna dan Briona menyusul masuk. Walupun gubuk, tetapi masih layak untuk ditinggali.

"Tubuhku terasa remuk seharian bekerja di kebun." Fayle merebahkan tubuhnya di lantai yang hanya beralasan tikar.

"Setidaknya bersihkan dulu tubuhmu," kata Briona membasuh wajahnya dengan air dari guci dari kamar mandi.

"Aku sudah terlalu malas." Fayle memejamkan matanya, ia sudah tak sanggup lagi untuk bangun dan membasuh wajahnya.

Setelah Briona dan Aluna membersihkan tubuh, mereka menghampiri Fayle dan ikut merebahkan tubuh mereka di atas lantai.

Briona yang belum mengantuk memegang kalung yang mereka temukan tadi siang di taman dan meneliti bentuk kalung itu.

"Aku seperti tidak asing dengan benda ini," celetuk Briona membuat mata kedua temannya terbuka kembali dan menatap kearahnya.

"Maksudmu?" Aluna tampak tak mengerti.

"Ya, Aku seperti pernah melihatnya. Tapi aku lupa di mana?" ungkap Briona masih terus memandangi bandul kalung itu.

"Mungkin kau melihatnya di mimpi," saut Fayle asal. "Ayo tidur aku sangat mengantuk," sambungnya lalu memejamkan matanya, menyelam ke dalam laut Fantasynya.

Terdengar helaan nafas dari mulut Briona. Ia tak memandangi kalung itu lagi. Ia memejamkan matanya menyusul kedua temannya ke alam mimpi.

Tanpa mereka sadari, sebuah sinar keluar dari kalung mereka. Menembus atap gubuk tua yang mereka tinggali dan bersinar sampai ke langit.

Di sisi lain, tepatnya di altar lucht. Patung-patung yang 1100 tahun lalu telah tersegel seketika hancur. Membuat Raja Teivel Ares kembali bangkit dengan kekuatan yang lebih kuat dan lebih hebat dari sebelumnya.

Dengan seringaiannya ia berkata. "Aku kembali dan akan membalaskan dendamku 1100 tahun yang lalu, hahahah."

Seketika angin berhenbus kencang dan langit menjadi gelap. Pertanda bahaya telah kembali. Tiga kerajaan yang dulu pernah mengalahkan raja Teivel heboh dibuatnya. Malam itu, adalah malam terburuk bagi tiga kerajaan.

The Three of Royal MaidensTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang