.
.
.
.
."Sepertinya, kalian harus memetik bunga lebih banyak lagi," kata pria itu lalu meninggalkan kebun bunga. Yang membuat moodnya hancur adalah penambahan upah untuk gadis pemetik bunga. Tapi hal ini membuat Aluna, Briona dan Fayle berseru senang.
"Bukankah artinya kita tak akan latihan hari ini?"
Fayle dan Aluna mengangguk. Membuat Fayle tampak senang, sedangkan Aluna tampak menghela nafas berat seperti Briona karena tak melakukan hal menarik lagi hari ini.
"Akhirnya, aku tak ingin bertemu dengan pria itu! Dia terus aja mengangguk tanpa melatihku dengan benar!" gerutu Fayle membuat Briona dan Aluna terkekeh.
"Bukan tak melatihmu dengan benar! Kau yang tak paham-paham dengan apa yang dijelaskan padamu!" tukas Aluna masih dengan kekehannya.
"Apa kau belum sadar juga, Fayle? Kau adalah tipikal orang yang tak peka! Ditambah kau adalah sosok yang plin-plan!" tambah Briona menepuk bahu kanan Fayle.
"Sudahlah, kalian sama saja!"
Fayle merajuk, dan meninggalkan kedua sahabatnya pergi ke arah bunga mawar putih. Namun, tanpa sengaja duri mawar yang terletak pada batangnya melukai jari telunjuk Fayle. Ia meringis karenanya.
"Sial!" umpat Fayle lalu meninggalkan mawar putih dan beralih kembali ke mawar merah. Briona dan Aluna kembali terkekeh dibuatnya.
Namun, tanpa Fayle sadari, beberapa mawar yang mengenai cepritan darahnya mengering, dan mati. Bahkan batu yang terkena tetesan darah Fayle menjadi abu dalam detik ke lima.
Briona dan Aluna tak melanjutkan ledekannya pada Alun. Ia tak ingin membuat Fayle marah lagi seperti kemarin. Mereka kembali memetik bunga hingga sore, dan malamnya, mereka segera pergi kembali ke dalam hutan itu.
"Apakah ketiga Pria itu tak datang?" tanya Aluna saat sudah sampai di dalam hutan, tetapi pria yang berjanji akan melatihnya, malah tak kunjung hadir.
"Kami akan selalu hadir, karena kami adalah ilusi kalung itu."Pandangan ketiga gadis manis itu teralih ke sumber suara. Briona dan Aluna tampak memberikan senyum manis dengan sudah membayangkan bagaimana malam ini akan begitu jadi sangat menarik.
"Sudahilah omong kosong yang sulit kami mengerti! sebaiknya kita langsung pada intinya saja!" kata Aluna dengan semangat yang berkobar-kobar layaknya api.
"Malam ini, sepertinya akan jauh berbeda dari sebelumnya."
"Apa maksudmu?" tanya Briona pada Aldrich.
"Tak hanya belajar menguasai kekuatan itu, tetapi kalian juga harus melatih fisik kalian." Fritz mendekat ke arah ketiga gadis itu.
Tepat setelah Fritz mengatakan itu, tangan Aluna dan Briona muncul benda tajam berupa pedang. Pedang yang sangat indah, dan tajam.
"Pedang?" beo mereka berdua.
"Ini pertama kalinya bagi kami, kenapa kau memberi kami pedang sungguhan? Kau ingin melukai kami?" Aluna tak mengerti dengan apa yang ada di pikiran pria-pria di hadapannya. Sedangkan Briona, tampak mulai mengayunkan pedangnya dengan kaku. "Pedangnya lumayan," kata Briona dan terus saja mengayunkan pedangnya.
"Pedang itu tidak akan melukai penggunanya, jika kalian ingin coba, silahkan! Tak akan ada rasa sakit."
Aldrich mendekat ke arah Aluna, menggores tangan Aluna dengan pedang itu. Tapi hasilnya nihil, Aluna tak bereaksi kesakitan, bahkan luka gores itu segera tertutup kembali tanpa bekas.
"Luar biasa!" seru Briona dan Aluna semangat.
Namun, di sisi lain, ada Fayle yang tampak murung dengan ekspresi wajah sedih. Berthold berjalan ke arah Fayle di balik pohon besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Three of Royal Maidens
FantasyTeivel Ares raja dari clan duisternis, seorang monster yang memiliki ilmu sihir tingkat tinggi dari Clan duisternis. Sosok monster yang tidak memiliki hati nurani dan haus akan kekuasaan, dengan kekuatannya membuat ia dengan mudah mengendalikan pulu...