Saujana mata memandang luput akan nuraga, mengamit ikhwal yang bermuara pada kabut derita. Jejaka yang rela mengejawantahkan atma bak eksekutor muda, melipurkan nurani dan menjunjung kebinasaan di atas nasib terinvasi canda. Klausanya, ia bersedia menjadi pionir maut mereka sebelum rata menjadi kunarpa.
Kicauan kukila mengambil alih atensi, semerbak temporary asa yang terbentang melalui molekul peristiwa menjadi batu loncatan tindakan berikutnya. Rasa sakitnya membakar habis liang perasa yang ia miliki. Ia kembali menelan bulat-bulat amarah yang tidak memiliki ujung.Langkah kakinya terhenti di sebuah rumah megah milik Orlando, pemuda itu memantapkan tekadnya memasuki halaman hunian milik ayahnya. Rumah yang dari luar adalah perwujudan kehangatan harmonisnya sebuah keluarga Orlando.
Remaja ini semakin menggenggam erat niatnya untuk menghancurkan kehangatan itu, sebab dirinya akan menghadirkan dingin yang amat sangat mencengkam untuk mereka.
“Siapa kamu!”
Sebuah seruan ia terima ketika ia baru melangkahkan kakinya di pintu yang terbuka lebar itu. Ia tidak menyadari jika sedang banyak tamu di rumah ini, ia menghentikan langkah dan mulai merutuki diri atas tindakannya saat beberapa pasang mata menatap ke arahnya.
Tamu-tamu itu dengan umur tidak jauh dari putra Orlando dan dapat disimpulkan jika mereka adalah teman-teman putra Orlando.
Sebuah penyakit hati tiba-tiba muncul, mendesak untuk segera terbuncahkan. Dirinya bahkan tidak memiliki seorang teman, hidupnya selalu di asingkan. Selalu di anggap anak dari seorang pelacur dan di bully tanpa alasan.
Seorang pemuda yang berkisar 4 tahun di atasnya itu adalah pelaku pemberi seruan. Ia menatapi pemuda itu dengan serius hingga akhirnya helaan nafas ia luruhkan. Ia mengeluarkan note's kecil dan menuliskannya.
Aku ingin bertemu Ayahku.
Putra Orlando ini dapat ia simpulkan sebagai kakaknya kelak. Ia bahkan dengan senang hati ingin mengungguli apa yang dimiliki pemuda ini. Tekadnya semakin tidak terbantahkan, ia akan dengan senang hati mengupayakan segala cara untuk merebut takhta kebahagiaan itu.
“Ayah?” tampak pemuda yang lebih tua celingukan mencari bentukan penjaga yang mirip dengan wajah sang tamu.
“Siapa? Seharusnya kamu lewat pintu belakang.”
Mungkin kehadirannya sedikit mengganggu orang-orang yang sedang berkunjung. Ia juga tidak mengetahui bahwa rumah ini sedang ada tamu lain, ia tidak menjumpai ada kendaraan di halaman dan ia tidak tahu jika harus melewati pintu belakang untuk masuk ke rumah ini.
Menyadari waktunya belum tepat, remaja itu buru-buru membungkukkan tubuh sebagai perwujudan rasa sesalnya. Dan melenggang pergi begitu saja, tapi tidak sampai disitu saja usahanya. Ia berjalan menuju pintu belakang yang di maksud.
KAMU SEDANG MEMBACA
00.01 - Norenmin [End]
FanfictionJAEMREN NOREN (short story) - the villain is a Marionette - Menciptakan fantom dan keyakinan bahwa kematian adalah bentuk keadilan yang seadil-adilnya. © datterloepa