Pilu yang amerta, menjadikan dunia kaotis di penghujung nirwana. Mengharapkan menjadi kunarpa yang tumbang melawan jentaka. Naasnya, suaka itu menjadi fana dan dekat dengan pawaka. Ya, terbakar oleh nestapa dan melebur tanpa galian pusara.
•
•
Sandyakala yang hadir kala itu menghempaskan baitan asa dalam tumpuan renjana. Menafsirkan bahwa hari-hari penuh pesakitan telah mengukuhkan gema. Tidak bisa di pungkiri jika degub jantungnya mulai berpacu dengan ritme yang lebih cepat bukan karena kegelisahan semata.
Tubuhnya yang penuh luka itu berjalan dengan lunglai menuju kamarnya; manifestasi singgasana dan tahta tertinggi dalam mahligai fana itu. Pengap dan pencahayaan redup adalah hal yang ia dapati penaka pintu sudah terbuka. Helaan nafas kecil ia luruhkan kemudian.
Lebam-lebam yang hampir menghiasi sekujur daksa menyebabkan pergerakannya sedikit terbatas, sedikit banyak nya ia berdesis seraya menahan ngilu. Jejaka kecil yang hanya bisa berdiam mematung di balik tirai rengsa itu persisten berkontemplasi. Memikirkan nasibnya yang kian surut atensi dan pengharapannya.
Gebrakan pintu kamar membuat tubuhnya berjengit, ia menatapi horor dan penuh ketakutan seolah ia tahu jika nyawanya sedang dipertaruhkan.
“Buka! Anak sialan!”
Gebrakan bringas itu mau tidak mau membuat dirinya tergerak, nyalinya yang minim kuasa harus ia pertaruhkan. Ia membuka pintu kamar dengan skeptis, hingga ia jumpai seorang wanita dewasa berdiri dengan angkuh dan membawa sejuta amarah, seperti yang lalu.
Tubuhnya di dorong hingga terusungkur, seolah tidak puas wanita itu mendekat dan meraih kerah lehernya, “sialan! Ayahmu dan wanitanya itu membuatku muak! Aku bahkan harus membesarkanmu seorang diri! Tapi apa?! Apa yang ku dapati?!”
Plak
Sebuah tamparan kembali ia terima, di usianya yang baru memasuki umur 15 tahun ini ia sudah kenyang akan siksaan batin dan fisik. Diserang dengan kata-kata kasar, di caci maki bahkan atas kesalahan orang lain.
“Bedebah sialan itu menyombongkan dirinya! Merendahkan ku dan terus berkata posisiku yang hanya kepala pelayan disini! Arrrgh! Sialan!” pukulan-pukulan masih ia terima, ia hanya mampu meringkuk dan melindungi kepala dari serangan wanita dewasa yang menyebut dirinya sebagai kepala pelayan.
Ya, kepala pelayan ini adalah ibu dari seorang Aarashaga Belia. Ia adalah seorang anak yang lahir tanpa ikatan pernikahan, ia lahir dari hubungan gelap seorang Nathan Orlando dengan pelayan cantik di istananya.
Di janjikan akan menjadikan ibunya seorang istri jika melahirkan anak perempuan. Nyatanya, Tuhan berkehendak lain dengan menghadirkan seorang bayi laki-laki 15 tahun lalu yang kini tumbuh menjadi remaja dengan nama Aarashaga Belia, menggunakan nama belakang sang ibu.
Kembali lagi ia di berikan jambakan bringas pada rambutnya, tatapan mata yang terpancar dari sang ibu mengandung arti penuh angkara, seolah sungguh menginginkan dirinya binasa. Aarash tidak memiliki daya kapasitas untuk berontak di tengah kegilaan sang ibu.
Ya, ia katakan gila sebab ibunya memang demikian. Terlalu terlena dalam buaian duniawi menjadikan tingginya ekspektasi yang ia miliki, hingga pada saat hal itu tidak terjadi pun kegilaan lah yang menanti.
“Mati saja kamu!”
“Percuma membuat mu hidup! Sia-sia kamu hidup! Tidak bisa mengangkat derajatku, bedebah sialan!”
Memuncaknya, Aarash tidak lagi melindungi kepalanya, ia memasrahkan diri menjadi samsak pelampiasan oleh sang ibu. Ia tidak tahu menahu hal apa yang sudah ibunya lihat hingga ia kembali menggila seperti ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
00.01 - Norenmin [End]
FanfictionJAEMREN NOREN (short story) - the villain is a Marionette - Menciptakan fantom dan keyakinan bahwa kematian adalah bentuk keadilan yang seadil-adilnya. © datterloepa