1:5

239 30 0
                                    

Naluri yang penuh dengan derana
Mengkolusikan sentimen dan durkarsa
Tabu bila nestapa itu tak kunjung tersara-bara
Sebab, terminasinya akan lebur oleh pawaka duka


Setelan berwarna putih tulang terbalut begitu elok di tubuh Shaga. Seorang jejaka yang sudah menginjak usia genap 18 tahun hari ini mulai mengantar kebebasannya setelah tiga tahun di kurung dan kembali di sembunyikan dengan dalih kesembuhan kesehatan jiwanya.

Jejaka itu kehilangan minat bersosialisasi, kehadirannya disini juga atas kemauannya yang lalu. Ia sudah di perkenalkan oleh khalayak sebagai putra bungsu keluarga Orlando.

Desas-desus asal-usulnya yang berasal dari perselingkuhan pun tidak turut luput akan sorotan. Shaga bahkan tidak mengelak saat semua orang mengetahui jika ia dilahirkan dari sebuah hubungan terlarang. Ia tahu betul bahwa pilihannya kini bisa menimbulkan sedikit retakan dari keelokan Orlando setara dengan sebuah validasi jika kehadirannya bukan hal yang terbilang buruk juga.

Hidupnya menjadi sedikit lebih memiliki harga, berkat privilege dari Orlando. Shaga pun kini berani mengangkat kepala, membalas tatapan orang-orang akan dirinya. Berani untuk bertindak congkak akan kehidupan yang sekarang ia genggam.

Jejaka itu mengulas senyumnya untuk pertama kali, ia berjalan mendekati sang Ayah dengan ekspektasi yang kuat, untuk peristiwa yang akan terjadi beberapa waktu ke depan juga menjadi kemauannya yang ia jadikan syarat untuk bersedia di kurung selama dua tahun dengan dalih memulihkan kesehatan jiwanya.

Satu keinginan yang kuat yang tiba-tiba terlintas di kepalanya saat itu. Ketika sang ayah dengan otoriter mengharuskan dirinya tidak lagi melakukan hal-hal yang berhubungan dengan darah dan kematian.

Shaga telah sampai di meja besar di tengah ruangan, ia berdiri menatapi salah satu pemuda yang bahkan enggan menatapnya. Dapat Shaga nilai juga bahwa pemuda dengan umur yang tidak jauh dengan dirinya tengah menahan amarah yang seperti boom waktu, bisa meledak kapanpun.

Daksanya ia bungkukkan sedikit sebagai salam hormat, kemudian mendudukkan diri di samping sang ayah. Setelan putih tulang yang paling terang di antara yang lain membuat Shaga betul-betul terlihat bersinar.

Kini ia sudah mendudukkan diri setelah di persilakan. Sosok pemuda yang sebelumnya enggan untuk mengangkat kepala saat ini sudah menatap Shaga dengan tatapan datar. Tidak ada minat dan keramahan dalam manik matanya.

Dalam sanubarinya, Shaga berpikir bahwa sudah pasti jika pemuda itu marah dengan semua entitas yang terlibat. Termasuk dirinya yang menginginkan dengan tegas bahwa ia meminta untuk di tunangkan dengan Matteo.

Sebagai syarat yang harus ia terima agar dirinya bersedia di kurung selama dua tahun lamanya, ia meminta sang ayah untuk membuat rencana menjodohkan dirinya dengan anak semata wayang keluarga Matteo.

Sudah pasti saat itu ada penolakan keras dari sang ayah mengingat latar belakangnya yang kurang baik. Dari segi ia dilahirkan dari hasil perselingkuhan dan fakta bahwa psikologisnya yang sedikit terganggu hingga satu-satunya hal yang paling kejam adalah ia yang telah membunuh ibu kandungnya sendiri.

Sekarang Shaga tengah besar kepala, rencananya berjalan dengan lancar. Begitupun sang ayah yang beberapa kali ia dapati menepati janjinya.

“Baik karena semuanya sudah berkumpul, bisa kita mulai menikmati kudapan ini.” bariton ramah sang ayah yang di balas dengan persetujuan itu membuat Shaga tersenyum tipis.

Akan ia jamin bahwa hidupnya kan berubah mulai detik ini.


















Dua orang pemuda yang berdiri membelakangi balkon itu dilanda keheningan. Selepas pembicaraan mengenai prosesi tunangan dengan keinginan mutlak Jean yang langsung meminta di adakan selepas makan malam. Di gelar secara tertutup dan langsung disetujui oleh Shaga.

00.01 - Norenmin [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang