[1] Si Jingga

562 60 3
                                    

Suara bising air yang berlomba-lomba berjatuhan itu menghiasi pagi hari di rumah yang kini berdiri kokoh sejak 11 tahun yang lalu.

Seorang pemuda dengan handuk di pinggangnya berlari keluar kamar mandi untuk meraih baju di kasurnya, dengan secepat kilat dia memakai bajunya. Tidak lupa dia mengecek kembali jadwalnya, sebisa mungkin dia mempercepat kegiatannya.

"Sunoo!!"

"Iya ayah!"

Sunoo berlari keluar. Memakai sepatunya dengan terburu-buru. Saking terburu-buru, Sunoo memakai seragamnya dengan berantakan.

"Sayang! Bunda sudah menyetrikanya."

"Maaf Bunda!"

Sunoo meraih roti di meja, segera berlari keluar agar ayahnya tidak berisik. Sunoo menaiki mobil yang sudah dipanaskan sejak 1 jam yang lalu karena harus menunggu Sunoo bersiap-siap.

"Terlambat lagi?"

"Maaf ayah, ayo cepat."

"Tidak sopan ya kamu!"

"Maaf ayaaah!"

Pagi itu cukup kacau untuk Sunoo. Dia bangun kesiangan dan hari ini dia masuk ke sekolah menengah atas. Ini hari pertamanya menjadi anak tingkat 2 dan dia akan memiliki adik tingkat.

Sunoo memakan rotinya di sepanjang jalan, sembari melihat ke kanan dan kiri. Sunoo melihat ada banyak orang yang berlalu lalang. Hingga akhirnya pandangannya terhenti di sebuah halte dimana ada anak laki-laki yang memakai seragam sama dengannya sedang berdiri dengan wajah pucat pasi.

Sunoo memperhatikan lagi, tatapan orang itu kosong tapi tidak lama kemudian orang itu menatapnya dengan tatapan yang sama juga. Tatapan kosong itu menjadi terpaku pada Sunoo.

Tidak ingin terlalu memikirkannya, Sunoo hanya mengangkat bahu. Mungkin itu orang yang akan masuk ke sekolahan yang sama dengannya nanti.

"Tolong aku."

Sunoo terlonjak, dia menoleh ke kanan dan kiri. Tidak ada siapapun kecuali ayahnya. Dengan perlahan Sunoo menatap ke kaca depan yang membiaskan bayangan dari belakang.

Benar saja, betapa terkejutnya Sunoo saat melihat orang yang dia lihat di halte tadi justru sudah duduk di jog belakang. Orang itu menatap Sunoo dengan tajam, seolah menangkap basah Sunoo yang sudah menatapnya tadi.

Sunoo mengabaikannya, dia tidak bisa berterus terang pada Ayahnya kalau dia bisa melihat 'dia' karena tepat setelah mereka pindah rumah. Neneknya menutup mata batin Sunoo, tapi seperti sia-sia Sunoo masih bisa melihat dan tidak mengatakannya pada siapapun agar bisa kembali melihat kakaknya.

"Aku tau kau bisa melihat ku."

Suara itu terus terdengar oleh Sunoo. Seketika tubuh Sunoo merasakan panas dan juga dingin di bagian bahunya, Sunoo tidak bisa terang-terangan mengatakan kalau dia tidak enak badan secara tiba-tiba.

"Kamu kenapa?"

"Tidak apa-apa."

Sunoo kembali menatap ke kaca depan, anak laki-laki itu tidak lagi ada di sana. Terbesit rasa lega dan dia mulai menetralkan detak jantungnya yang seakan sedang lari maraton.

"Sudah sampai, belajar yang benar."

Sunoo turun dari mobil, dia segera pergi meninggalkan ayahnya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Langkah Sunoo terkesan lebar, dia juga menegakkan bahunya saat berjalan, bukan seperti Sunoo yang biasanya.

"Sunoo!"

Panggilan dari temannya itu tidak dipedulikannya sama sekali. Sunoo tidak menoleh bahkan saat namanya dipanggil. Langkah Sunoo menuntunnya pada ruang panitia penerimaan peserta didik baru.

JINGGA | SUNOO KIM [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang