" Aku lelah, tapi aku memiliki mimpi."
• See You •
Gadis sang pemilik senyuman cerah dan manis itu, lagi-lagi duduk disebuah bangku yang berada di pinggiran danau terletak ditengah kota. Tatapannya kosong menghadap danau. Lalu perlahan ia mendongakkan kepalanya keatas, melihat langit sore yang amat cantik yang disertai dengan kicauan burung.
Lyeah Brodin, gadis yang memiliki mimpi tentang kehidupan yang selalu bahagia, dan berjuta mimpi lainnya. Namun, mimpi itu mau tidak mau harus ia kubur dalam-dalam dihatinya sejak satu setengah tahun lalu.
"Lyeah, gue nggak tau apa alasan lo untuk bertahan sejauh ini. Tapi, gue salut, lo hebat," lirihnya.
Hari-hari yang ia lalui sangat membosankan dan monoton. Obat-obatan dan rumah sakit sudah menjadi teman sekaligus rumah keduanya belakangan ini. Tapi, sudah hampir satu minggu rumah tersebut tidak pernah ia kunjungi lagi. Ia bosan.
Sebelumnya kehidupan yang ia jalani selalu dipenuhi warna dan canda tawa kebahagiaan. Namun, suatu hal datang tanpa izin merenggut semua kebahagiaannya dan membuat hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat.
Lyeah menunduk lalu melipat lengan bajunya. Ia menatap lekat lebam biru keunguan ditangannya yang semakin banyak menjalar ke seluruh tubuh. Lebam yang tidak sakit bila disentuh, namun lebam yang menandakan sang pemilik tubuh tidak dalam keadaan baik-baik saja.
Senyuman manis yang selalu ia pancarkan dihadapan orang lain, kini hanya terlihat senyuman penuh sakit. Air matanya menetes berlahan.
"Gue lelah, gue nggak mau pergi sekarang," lirihnya pada dirinya sendiri. "Tapi gue juga tahu, gue bisa mati kapan saja, dimana saja."
Tangannya terangkat menutup wajah cantiknya berusaha menenangkan diri. "Tuhan, Lyeah nggak tahu, kapan Lyeah akan kamu jemput. Tapi, mohon beri Lyeah sedikit waktu, setidaknya untuk menikmati waktu yang bahagia lagi."
Lyeah mengatur nafasnya, lalu mengusap air mata yang membasahi pipinya yang chubby. Lyeah berdiri lalu melangkah pergi menjauh dari tempat itu. Ia menuju perpustakaan.
Lyeah melangkah memasuki perpustakaan, suasananya tetap sama seperti sebelumnya. Sunyi, namun ramai pengunjung.
Mata gadis itu menelaah satu persatu judul buku yang tersusun rapi di atas rak. Hanya melihat tanpa berniat untuk membaca isinya.
"Iya, gue ambil jurusan farmasi."
"Serius lo? Bukannya lo maunya teknik?"
"Mmh, Orang tua gue, maksa milih farmasi."
"Lo nggak cerita, mau lo apa? Mimpi lo gimana?"
"Tenang. Gue yakin pilihan orang tua gue itu yang terbaik."
"Mmh ... Kalau gue ambil jurusan seni. Lo tau 'kan? Mimpi gue mau buat pameran lukisan?"
Fokus Lyeah buyar ketika mendengar bisikan dua orang sahabat yang berdiri tepat disebelahnya. Lyeah lagi-lagi hanya bisa tersenyum getir.
Orang tua? Mimpi? Kuliah? Hal yang menurutnya tidak bisa ia gapai lagi. Waktunya tidak tersisa banyak. Ia tetap bertahan kali ini hanya karena Tuhan masih memberinya waktu untuk kuat. Namun, tidak tahu sampai kapan.
Lyeah berdiam diri sejenak menahan diri untuk merasa sedih. Ia membalikkan tubuhnya dan memilih meninggalkan perpustakaan itu.
Gadis itu kembali melangkah tanpa arah yang jelas. Kakinya terus melangkah di trotoar jalan raya yang ramai akan hiruk pikuk kota. Hari semakin sore. Langit jingga itu kini telah tercemar dengan sentuhan awan abu-abu.
Lyeah menghentikan langkahnya. Menatap jauh kedepan, tepat ke sebuah coffe shop yang selalu ia kunjungi bersama teman-temannya sewaktu SMP. Ia berlahan melangkah mendekati coffee shop itu, dan memasukinya.
"Selamat datang," sambut seorang pelayan yang menjaga di bagian pintu masuk.
Lyeah tersenyum lembut, sambutan hangat itu membuatnya merindukan masa lalu. Lyeah melangkah masuk dan memesan Coffee latte minuman favoritnya yang kini tidak dapat ia nikmati lagi.
Lyeah membalik tubuhnya menatap seluruh bagian dari ruangan yang tidak terlalu luas itu. Ia tersenyum tipis. Nuansa ini membuatnya merasa dejavu.
"--- woy!"
Teriakan lantang itu berhasil mendapatkan perhatian Lyeah. Alis gadis itu menyatu. Kakinya melangkah mendekati satu kursi kosong tempat dimana ada tiga orang laki-laki yang tengah berbincang dengan ceria.
Lyeah menatap dua orang dari ketiga laki-laki itu, merasa familiar. Dapat ia lihat kedatangannya membuat ketiga laki-laki itu terkejut dan menatap tak percaya kepadanya.
Lyeah merasa canggung dengan tatapan itu, dan dengan segera memancarkan senyuman khas miliknya.
"Hai," sapanya dengan ceria.
----- 🕊️ -----
Sebelum itu mari ku intrupsi, silahkan liat cuplikan video dari YouTube yang telah ku sempatkan.
Hello terimakasih atas kunjungannya, jangan bosan jangan lingu. Mari berikan dukungan kalian berupa bintang dan komentar. Jangan salah paham akan karya ini jika belum membacanya hingga selesai.
Menulis bukan ahliku, tapi mari terus berkarya perlahan. Untuk kalian, jangan lupa follow akun ini, tambah cerita ini ke perpustakaan, klik bintangnya, meskipun data seluler kalian mati, klik saja, bintang itu akan terkirim jika data seluler kalian aktif kembali. Dukungan kalian itu berarti untuk para penulis loh.
Salam manis dari manoban🕊️
Dan salam hangat selaku aku adiknya🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
See you
Dla nastolatkówUpdate setiap Rabu🌻 ------🕊️------ Lyeah Brodin, anak tunggal dari keluarga Brodin. Sang pemilik senyuman yang sangat manis namun menyimpan banyak luka. Gadis yang menyimpan belenggu dihatinya tanpa ada yang mengetahui. Sifatnya yang ceria membuat...