Chapter 03. Gadis Iblis yang terluka.

354 43 0
                                    

Malam yang gelap dengan bulan yang terang, di dalam hutan. Terlihat api unggun kemerahan yang menyala. Hanya suara jangkrik dan suara kayu yang terbakar terdengar di area tersebut. Sosok dengan jubah itu sedang memanggang daging yang tengah dia pegang di atas api.

Sedangkan di sisi lain dirinya, ada gadis yang tengah tergeletak dengan beberapa perban yang ada di tubuhnya. Gadis itu memiliki telinga yang sedikit runcing, tapi tidak seruncing elf. Dia adalah keturunan dari ras Iblis.

"Hngg ..."

"Sudah bangun?"

Mata gadis yang tergeletak itu perlahan terbuka, dia bangun sambil memegangi kepalanya. Kepalanya seperti berputar kala dia memandang ke arah suara dengan penglihatan yang buram.

"Sia– pa?"

"Tidak ada gunanya mengetahui siapa aku,  aku menemukan mu tergeletak di tanah dengan kondisi yang mengenaskan. Jadi aku membawa mu kemari dan mengobatimu." Suara lembut namun tanpa emosi terdengar olehnya.

"Ah, itu benar. Luka, senjata ku dimana?!" Gadis iblis itu melihat ke sisi pinggangnya dengan terkejut. Sebelum mendapat sosok bertudung itu sedang menunjuk ke arah pohon yang ada di dekatnya.

Gadis iblis mengikuti arah tunjukan yang di berikan dan melihat ada pedang serta beberapa pisau kecil yang tersandar di pohon itu. Dia menghela nafas lega seraya menatap ke arah sosok bertudung itu.

"Terimakasih telah menyelamatkan ku. Namaku Schyte, Tapi ..., Kau sebenarnya siapa?" Gadis iblis menatap dengan curiga.

Sosok bertudung itu terdiam untuk beberapa saat sebelum dia menarik tudungnya perlahan.

"Rimuru, kau boleh memanggilku seperti itu."

"Ohh .." Schyte terpana untuk sesaat sebelum melihat telinga normal dan menjadi waspada.

"Ahh! Kau manusia licik!! Atau ... Bukan?" Dia berteriak di awal, namun mengendus beberapa kali kalau orang yang ada di depannya tidak memiliki bau manusia sama sekali.

"Kau seperti anjing mengendus seperti itu."

"Siapa yang kau sebut anjing, iblis memiliki penciuman yang tajam. Jadi jika kami mencium bau keringat yang menjijikan, itu berarti manusia ada di sekitar kita."

"Yah, lupakan. Aku bukan manusia, dan juga makanlah agar kau cepat sembuh." Rimuru memberikan daging bakar yang cukup besar ke hadapannya.

"Ahh, terimakasih." Schyte mengambilnya dengan ragu, menatap untuk sementara daging itu. Daging bakar ini memiliki bau yang sangat enak.

"Jadi, kenapa kau bisa terluka parah seperti itu? Jika aku tidak menemukan mu, kau bisa saja mati kehabisan darah."

Mendengar pertanyaan Rimuru. Schyte menggigit daging besar itu dengan kasar, terlihat kalau dia sangat kesal.

"Maou-sama menyuruhku untuk menjadi mata-mata, namun aku ketahuan dalam tugas. Manusia licik itu selalu saja membuat kami menjadi kambing hitam jika ada tragedi apapun! Penyerangan dari monster, mereka menuduh kami yang melakukannya. Pembantaian masal juga sama, mereka membakar salah satu kota manusia dan menuduh kami sebagai pelakunya. Padahal para manusia itu sendiri yang melakukannya sebab mendengar kalau kota itu hendak berkhianat. Namun semua mereka tumpahkan kepada kami sehingga semua orang menatap kami sebagai makhluk yang kejam dan keji."

Rimuru menatap dengan seksama tanpa ekspresi dengan ocehan kesal Schyte, kemudian dia mengalihkan kembali pandangannya ke arah daging yang dia pegang dan memakannya.

"Begitu kah."

"Tapi, bagaimana caramu menyelamatkan ku. Aku mendapatkan tiga tusukan di perut."

"Itu rahasia." Rimuru memandang api unggun yang memanggang daging sedikit lebih lama. Menyebabkan keheningan di hutan tersebut.

"Mendengar ceritamu barusan, sepertinya manusia dan iblis tidak ada bedanya."

"Kita tidak sama!! Manusia itu licik dan serakah, mereka selalu menjadikan kami kambing hitam atas segala kejahatan sehingga dunia menganggap kami sebagai ras yang kejam."

Rimuru memandang sesaat mata yang penuh amarah dari Schyte, menyadari kalau Schyte membenci mereka di samakan. Kemudian dia mengalihkan kembali pandangannya ke api unggun.

"Bukan itu maksudku, kalian hanya melindungi apa yang seharusnya kalian lindungi, kan?"

Mata dengan iris merah darah dari Schyte sedikit melebar, rambut hitam sepunggungnya terhempas bergelombang terbawa oleh angin.

"Itu ...," Dia menunduk sambil mengigit bibir bawahnya dengan keras.

"Karena manusia, kakak ku terbunuh. Aku tidak bisa memaafkan mereka entah apa alasan mereka. Lagian yang memulai semua ini adalah para manusia itu sendiri."

Rimuru masih memandang Schyte tanpa ekspresi ataupun rasa empati, dia sesekali memakan daging panggang yang tengah dia pegang.

"Mereka hanya iri karena iblis memiliki tambang emas dan juga kristal langka di wilayah kami. Mereka bermain politik dan menyudutkan kami sehingga perang tak bisa di hindari. Menyebut kami kejam dan keji...., Sialan, memikirkannya saja sudah membuat ku kesal. Padahal kami hidup dengan tenang ratusan tahun yang lalu."

"Berapa umur mu?"

"200 tahun. Kau?"

"Rahasia."

Schyte meskipun umurnya 200 tahun, dia memiliki tampilan gadis berusia 20 an. Yah, masih tidak wajar Rimuru yang berumur lebih dari 7000 tahun memiliki paras gadis 18 tahun.

"Begitu ya, Manusia memiliki kuantitas, sedangkan iblis memiliki kualitas."

"Umu." Schyte sedikit mengangguk, kemudian dia menatap kembali Rimuru.

"Sebenarnya kau itu ras apa? Aku tidak mencium bau manusia dari tubuhmu, kau juga tidak memiliki telinga runcing seperti elf, ataupun memiliki bentuk seperti dwarf."

"Itu rahasia."

"Ck, rahasia ini dan rahasia itu."

"Bukankah itu wajar untuk tidak terlalu terbuka kepada orang asing. Apalagi kondisimu sekarang sedang berperang."

"Y-yah, itu memang wajar." Schyte ragu setelah mendengar apa yang di katakan Rimuru, dia sesekali memandangi senjata nya.

"Gehh! Aku baru menyadarinya kalau kau berbicara dalam bahasa Iblis!"

"Seberapa lelet otak mu mencerna informasi? Apa kau baik-baik saja menjadi mata-mata?"

Schyte yang mendengar ejekan Rimuru, menjadi tersipu karena malu.

"A-Aku itu kuat, itulah kenapa Maou-sama menyuruhku melakukannya!"

"Oh. Sepertinya kau cukup pintar untuk memahami bahasa manusia."

"Meskipun sedikit sulit, tapi kami mempelajari bahasa mereka untuk kepentingan kami sendiri. Bukan berarti kami menyukai mereka."

"Ya ya, aku tau. Jadi, apa rencana kalian selanjutnya, kalau kau mata-mata, kau seharusnya sudah menyadari kalau pahlawan sudah di panggil bukan?"

Schyte mengigit daging dengan kasar sebelum menjawab pertanyaan Rimuru.

"Tch, mereka hanya akan bernasib sama seperti pendahulu mereka." Ucapnya dengan mulut penuh makanan. Kemudian dia menatap kembali ke Iris emas milik Rimuru.

"Sebenarnya kau di pihak mana?"

"Rahasia."

" ... "

Bersambung.

A Long Lost FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang