Hijrahku hanya untuk Rabbku

208 96 133
                                    

Happy reading ><

"Sesungguhnya setiap amalan itu tergantung pada niatnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sesungguhnya setiap amalan itu tergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan."

*****

Allysa tersenyum manis ke arah cermin yang berada di atas meja rias menatap dirinya. Ia sedang memakai baju gamis berwarna hitam lengkap dengan khimar berwarna sama. Ia mulai berputar-putar di depan cermin mengagumi penampilannya. Tidak ada make up yang ia gunakan pada wajahnya. Karena kalau di pikir-pikir, natural itu lebih baik.

Pintu kamar terbuka perlahan, menampilkan sosok laki-laki berbaju koko putih dengan sarungnya. Siapa lagi kalau bukan Adam. Melihat kelakuan sang istri yang seperti anak kecil. Berputar di depan cermin, membuatnya tertawa pelan.

Mendengar tawaan dari Adam, barulah Allysa menyadari kalau sedari tadi suaminya sedang memperhatikannya. Melihat itu, Allysa langsung menghentikan aksinya. Ia pun berjalan, duduk di tepian ranjang sambil menunduk. Entah sejak kapan, ia merasa malu kepada suaminya.

Adam pun menghampiri Allysa dan duduk di sampingnya sambil membelai pipi sang istri pelan.

"Malu ihh," guman Allysa.

"Nggak papa, saya, 'kan suami kamu. Lagian sebentar lagi ..." Dengan sengaja Adam menjeda kalimatnya.

"Sebentar lagi apa?" tanya Allysa.

"Kasih tau nggak ya ... ntar kamu tambah malu lagi," ujar Adam.

"Ya udah nggak usah. Perasaan aku juga nggak enak," kata Allysa.

Allysa kemudian mengambil ponselnya, menonton video bertemakan hijrah.

Sebuah nasehat dari seorang Ustadzah mengenai hijrah. Di video itu mengatakan, "Wahai saudariku, para muslimah shalihah, sudah semestinya kita move on dan membuka pikiran kita. Makna hijrah tidak se sempit itu. Hijrah adalah bergerak mendekat kepada Allah. Jadi, apabila pakaian yang selama ini kita anggap sebagai indikator hijrah itu tidak bisa membuat kita lebih dekat dengan Allah, lalu apanya yang hijrah?"

Seperti sebuah tamparan bagi Allysa. Tatapannya mengarah kepada sang suami yang juga menatapnya dengan senyuman.

"Kita harus ingat bahwa kita hijrah untuk siapa. Kita berpakaian untuk mengharap keridhaan siapa. Apakah manusia atau Allah? Jawabannya ada di diri kita masing-masing," ujar Adam.

Bagi sebagian orang memang. Hijrah itu ada yang mudah, istiqomahlah yang susah. Namun, bagi seorang Allysa, untuk saat ini, hijrah itu berat, tapi istiqomah lebih berat. Diri yang harus selalu bisa menjaga kelurusan niat dan kebenaran amal.

Hijrah yang bukan hanya sekali. Namun, harus terus kita lakukan sampai kita mati. Bergerak dari keburukan menuju kebaikan. Berpindah dari amalan yang biasa-biasa saja kepada amalan yang luar biasa. Allysa terus berdo'a agar dirinya bisa istiqomah mulai sekarang. Hijrah bersama-sama dengan suami yang mencintainya dan ia juga mulai mencintai.

Angin berhembus kencang memaksa masuk melewati jendela kamar Allysa dan Adam. Bulu kuduknya langsung menegak seketika. Ada perasaan tidak enak muncul di diri Allysa.

Karena jam dinding masih menunjukkan pukul sembilan pagi. Adam bangkit berdiri dan menutup jendela kamar. Setelahnya ia kembali berjalan, dan mengajak Allysa untuk melaksanakan sholat Dhuha.

Sebelumnya Allysa terdiam, sampai ia berceletuk. "Kenapa perasaanku nggak enak ya?"

Adam tersentak, "udah nggak papa." ujarnya sembari merangkul lengan sang istri.

Seperti biasa, mengambil wudhu, bersiap-siap untuk sholat. Adam yang menjadi imamnya, sampai selesai sholat mereka berdzikir, lalu berdo'a. Allysa yang mengaminkan semua do'a-do'a dari Adam. Setelah itu, Adam mengajak Allysa untuk mengaji sebentar. Allysa hanya menurut, ia juga merasa senang. Entah kenapa akhir-akhir ini dengan membaca setiap ayat-ayat suci Al-qur'an dirinya merasa ketenangan dan kedamaian.

Sementara Adam yang duduk di hadapan Allysa terus mengaji dengan ekspresi wajah seriusnya. Jika begini, Allysa sedikit merasa takut. Walaupun, ya memang seperti itulah wajah Adam.

Merasa tidak ada terdengar suara yang keluar dari mulut Allysa. Adam lantas menolehnya. Benar saja, Allysa sedang memperhatikannya dengan senyum yang mengembang tanpa dirinya sadari.

"Selesaikan dulu ngajinya, Sayang," ucap Adam.

Deg!

Ya Tuhan! Kenapa harus begini? Jantung Allysa rasanya ingin melompat keluar.

Adam kembali melanjutkan ngajinya disusul Allysa. Satu jam berlalu, Allysa dan Adam menyelesaikan ibadah sunnatnya bersama. Rasanya amat sangat menyenangkan dan menenangkan jiwa. Apakah ini yang disebut bahagia itu sederhana. Bisa beribadah bersama sang suami dengan ikhlas. Mendapatkan pahala, saling melengkapi satu sama lain. Rasanya kali ini beda. Memang benar, sesuatu yang dikerjakan dengan ikhlas dan tulus itu akan jauh lebih nyaman. Di banding sesuatu yang dikerjakan dengan terpaksa.

Menikmati masa-masa kuliah dengan sendirian itu memang enak. Lebih bebas, tapi akan ada waktunya, takdir seseorang yang berbeda-beda itu, saat kita menikmati masa itu berdua. Berpetualang di dalam dunia kehidupan dan itu artinya, sudah ada orang lain yang ditakdirkan untuk kita berbagi kenyamanan dengannya. Contohnya seperti kehidupan Allysa sekarang.

"Kamu mau jalan-jalan?" tawar Adam.

"Eum ... eum ... terserah kamu a-aja," sahut Allysa terbata.

"Ya sudah, kita jalan-jalan. Lagian saya lagi nggak sibuk juga," ucap Adam sembari bersiap-siap memakai pecinya dengan bercermin di depan meja rias.

Allysa yang melihat itu segera menghampiri dengan perlahan-lahan. Ia menyentuh pundak Adam dengan tangan gemetar.

"Jangan lupa pakai cadar ya, Sayang," ucap Adam. Setelah mengatakan itu ia langsung ke luar kamar lebih dulu.

Memastikan Adam sudah benar-benar keluar. Allysa tentu saja langsung melompat-lompat kegirangan. Sambil bersorak gembira. Sepertinya ia sekarang sudah gila dengan cintanya kepada Adam. Lagi-lagi Allysa sekarang percaya amat sangat percaya. Sesuatu yang sudah ditakdirkan Tuhan kepada kita. Di terima dengan hati ikhlas dan tulus itu jauh lebih baik dan pasti akan menghasilkan sesuatu yang baik.

Ceklek! Pintu kamar terbuka.

"Maaf, tadi saya habis ke kamar mandi sebentar. Kamu belum memakai cadar?"

"Ehh iya, bentar."

Tak membutuhkan waktu yang lama, Allysa memakai cadar dengan tangannya sendiri. Setelah terpakai dengan rapi. Adam mendekatkan tubuhnya pada Allysa dan mulai berbisik.

"Hingga tiba waktunya, disaat saya berbagi cerita denganmu akan bernilai pahala. Dan setiap senyuman yang kamu berikan kepada saya akan menjadi pahala untuk dirimu," bisik Adam tepat di telinga Allysa.

Hijrah cinta (Publish Ulang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang