siks

288 23 1
                                    

_____________________

PYAR!

Dengan tiba-tiba tangan Jisoo melempar gelas yang masih menyisakan sedikit air ke lantai dingin di ruang tamunya. Bersamaan dengan teriakannya memenuhi ruangan itu, "Get out of my head, sialan!" teriaknya dengan napasnya yang memburu.

Jisoo menekuk kakinya di depan dada, tangannya bergerak memukul-mukul kepalanya dengan marah. Air matanya meluruh dengan deras membuatnya semakin sulit untuk mengambil napasnya.

Langkah kaki yang terburu terdengar tak lama setelah suara pintu yang terbuka dengan bunyi kode pin yang ditekan dengan tergesa karena panik mendahului.

"Ada apa denganmu, Jisoo?!" kata orang itu terkejut setengah berteriak dengan apa yang dilihatnya di dalam ruang tamu apartemen pemuda Hong itu.

Langkahnya mendekati Jisoo di sofa itu dengan setengah berlari melewati serpihan kaca dari gelas yang ia duga dilempar oleh temannya itu. Ia panik melihat Jisoo yang terus memukul kepalanya sendiri.

"Ya! Jisoo hentikan," ucapnya yang kini berada di hadapan pemuda Hong. Ia membawa tangannya untuk menahan pergerakan tangan Jisoo yang terus memukul kepalanya sendiri. Jisoo semakin tersengal-sengal dalam napasnya.

"Hei, Jisoo," panggil pemuda bernama lengkap Choi Seungcheol menghentikan tangan Jisoo, menahannya untuk menjauh dari kepala pemuda itu, lantas menarik Jisoo cepat masuk dalam pelukannya.

Jisoo menubruknya dengan kuat, pemuda itu semakin menangis sesenggukan, ketara dari bahunya yang naik-turun dengan napasnya tersendat-sendat.

Melepaskan tangan kanannya yang masih dalam genggaman yang lebih tua, beralih meremat lengan Seungcheol dengan kuat. Sementara tangan kirinya meraih ujung jaket Seungcheol dengan gemetar.

Seungcheol membiarkannya meski kini lengan kirinya terasa panas karena rematan Jisoo yang begitu kuat. Entah mendapat energi dari mana, tenaga Jisoo benar-benar lebih kuat dari biasanya membuatnya sedikit kewalahan untuk menahannya.

Tangan kanan Seungcheol bergerak menepuk punggung sang teman pelan untuk memberikan rasa nyaman. Jisoo terus menangis membuat Seungcheol ikut terlarut dalam kesedihannya tanpa tahu apa penyebabnya.

"Sakit," kata Jisoo sangat lirih hampir tak terdengar karena tangisnya yang begitu menyedihkan.

"Iya," ucap Seungcheol pelan, ia tak begitu dengar apa yang Jisoo katakan.

"Kepalaku sakit sekali, Seungcheol," Jisoo berkata dengan terbata diantara tangisnya sebelum kepalanya memberat.

Pemuda Choi itu kembali dibuat panik saat menyadari Jisoo tidak sadarkan diri tatkala tangan Jisoo tak lagi meremat lengannya melainkan terkulai di samping tubuhnya. Mata gelap Jisoo terpejam dengan napas yang masih tersengal.

"Ji, buka matamu. Jisoo!" ucapnya panik.

Seungcheol menahan tubuh atas Jisoo dengan lengannya dan menyandarkan kepala Jisoo di ujung lengan atasnya. Tangannya yang bebas menepuk pipi basah yang lebih muda yang tak kunjung membuka mata.

Tangannya mencari ponsel di saku jaketnya, mencari nama salah satu teman mereka. Setelah menemukannya, lantas menekan tombol panggilan yang tersambung tak sampai sepuluh detik.

"Hal-"

"Cepat ke apartemen Jisoo, Han!" ucap Seungcheol motong sapaan pemuda di seberang.

"Ada apa, Seungcheol? Kenapa kau terdengar panik sekali?"  tanya Jeonghan terdengar khawatir.

"Cepat Jeonghan! Jisoo pingsan!" pekik pemuda Choi sedikit kesal namun terdengar panik.

"Huh? Bagai--"  belum sempat kata-kata Jeonghan terucap dengan sempurna, Seungcheol lebih dulu memutus panggilannya dan menaruh ponselnya asal.

"Apa yang terjadi dengannya?" tanya Jeonghan kepada Seungcheol. Tangannya menarik selimut putih yang menyelimuti tubuh Jisoo agar sedikit naik sebatas dada.

Ketika ia mendapat telepon penuh kepanikan dari Seungcheol tadi, ia segera mencari taksi menuju tempat tinggal Jisoo.

Saat tiba di apartemen Jisoo, ia disuguhkan ruangan depan yang berantakan dengan pecahan gelas dan air yang bertebaran di lantai keramik tempat itu. Seungcheol yang berjongkok di depan sofa dengan Jisoo yang terbaring di sofa dengan matanya yang terpejam.

Tentu saja ia panik.

Suhu tubuh Jisoo naik drastis tak lama setelah keduanya membawa Jisoo ke tempat tidurnya, membaringkannya di tempat yang lebih nyaman.

"Aku tidak tahu. Saat aku datang kemari aku mendengar teriakkan samar, aku tidak yakin jika itu Jisoo. Aku terus memanggilnya dari luar namun tak kunjung mendapatkan respon darinya sampai aku mendengar suara teriakkan lagi bersamaan dengan benda yang jauh. Karena aku panik jadi aku menerobos masuk," jelasnya sejenak menggantung kalimatnya sekadar menarik napas.

Jeonghan menatapnya tanpa berniat menyela, sesekali berbalik menatap Jisoo yang berada di sampingnya. Sekadar mengecek handuk kecil yang ia letakkan di kening Jisoo dan kembali menoleh menatap Seungcheol yang melanjutkan kalimatnya.

"Seperti yang kau lihat di depan, pecahan gelas berserakan di lantai bahkan ponsel Jisoo berada di sana bersama pecahan itu. Aku melihat Jisoo memukul kepalanya sendiri sembari menangis sampai dia terlihat sulit bernapas. Sebelum dia pingsan, Jisoo sempat berkata jika kepalanya sakit sekali," lanjut pemuda Choi membuat Jeonghan terkejut dengan penuturannya.

Pemuda Yoon itu menatap Jisoo, pantas saja mata Jisoo membengkak. Ia yakin pemuda itu menangis jauh sebelum Seungcheol datang. Baru kali ini ia, atau bahkan Seungcheol juga, melihat si Hong itu seperti ini. Sekacau ini.

"Ada apa denganmu, Ji?" tanyanya tanpa mendapat tanggapan dari lawan bicaranya.

"Jisoo tak pernah seperti ini sebelumnya, kan?" ucapnya lagi beralih bertanya kepada Seungcheol yang duduk di kursi belajar Jisoo.

Seungcheol menanggapi seadanya, berdeham membenarkan pertanyaan retoris yang Jeonghan ucapkan.

"Apa kau ingat minggu lalu saat tangannya terluka?" kata Jeonghan lagi, ia mengeluarkan tangan kiri Jisoo yang terdapat bekas luka gores di telapaknya.

"Tentu saja aku ingat. Ku berpikir dia berbohong," ujar Seungcheol menanggapi pertanyaan pemuda angel yang tengah menelisik telapak tangan Jisoo.

"Bekas lukanya belum sepenuhnya hilang, luka gores yang terlihat bukan karena paku," ucapnya dengan mengangkat tangan itu dengan pelan untuk menunjukkan kepada Seungcheol.

"Saat itu aku merasakan jika tangannya gemetar dan dingin, aku tidak mengerti kenapa dia sampai seperti itu jika hanya tergores," imbuhnya sembari menurunkan tangan Jisoo dan kembali menyelimutinya.

"Tadi, tangannya meremat lenganku kuat sekali setelah aku menahan tangannya yang memukuli kepalanya itu. Tangan kanannya sangat kuat disaat tangan kirinya yang gemetar hebat, aku tidak tahu jika Jisoo sekuat itu," papar Seungcheol menatap pergelangan tangan kirinya.

Setelahnya hening, keduanya diam sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Jeonghan pun menyibukkan dirinya dengan kain handuk yang ia gunakan untuk mengompres dengan harap demam Jisoo segera turun.

Seungcheol memilih keluar dari kamar sang pemilik apartemen itu. Mengambil plastik kecil yang berada di atas meja makan. Membuka plastik itu sejenak lantas mengeluarkan isinya, memindahkan dua kaleng soda dan dua susu kotak itu ke dalam lemari pendingin.

Langkahnya ia bawa ke ruang tamu yang belum dibersihkan itu. Tangannya bergerak memungut ponsel berwarna silver  milik Jisoo dan menaruhnya di atas meja. Dilanjut mengambil pecahan kaca satu persatu dan memasukkannya ke dalam kantong plastik yang diambilnya tadi.

tbc.
_____________________

ashən [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang