_____________________
Hong Jisoo melangkah menuju ruang kesehatan sesuai permintaan Seungcheol bersama Taehyung di sebelahnya.
"Seungcheol mengerikan sekali jika marah," ujar Taehyung memecah keheningan yang sedari tadi mengusai keduanya.
Jisoo menarik sudut bibirnya perlahan dengan menahan perih yang terasa, tersenyum kecil menyetujui perkataan teman yang memiliki hari lahir yang sama dengannya itu.
Keduanya sudah setengah jalan, keduanya banyak diam dengan Taehyung yang sesekali menoleh ke arah Jisoo memastikan bahwa pemuda itu baik-baik saja.
"Seungcheol memang mengerikan jika marah, tetapi Jeonghan terlalu keras kepala dan tidak mau mengalah pada siapapun walau ia tau Seungcheol akan marah terlebih dia sampai berkelahi seperti ini," kata Jisoo menanggapi Taehyung.
Jisoo berpikir bahwa Taehyung mengangkat topik pembicaraan agar tidak ada keheningan seperti tadi. Ia cukup mengerti jika Taehyung tidak suka keheningan yang mana akan membuat Taehyung merasa canggung.
"Aku tidak enak karena aku, mereka sampai berkelahi dan memukul satu sama lain seperti tadi. Bahkan kau juga terkena imbasnya, Ji. Aku sungguh minta maaf," kata Taehyung menoleh ke arah Jisoo dengan netranya yang menatap luka di sudut bibir Jisoo yang terdapat darah yang masih membekas di sana.
Jisoo tersenyum lagi, "Aku tidak apa-apa, Tae," ucapnya memberi jeda untuk sekedar menunduk menyapa juga menyembunyikan luka di sudut bibirnya agar tak terlihat oleh seorang guru yang berpapasan dengan mereka.
"Jeonghan memang selalu tidak tahan jika melihat orang lain diperlakukan secara tidak adil. Dia akan melangkah paling depan untuk membelanya, tidak peduli jika dia harus terluka sekalipun," sambungnya ketika dirasa guru itu sudah jauh di belakang mereka.
"Tapi itu merugikan dirinya, bukan? Dia terluka dan aku pikir dia akan mendapat hukuman karena berkelahi di sekolah," ucap Taehyung merasa begitu bersalah pada Jeonghan.
Jisoo tidak menjawab lagi, ia hanya terus melangkahkan kakinya bersama Taehyung. Ia paham, Taehyung masih merasa bersalah. Tapi ia tak punya kata-kata untuk menanggapinya.
Tak lama keduanya sampai di ruang kesehatan. Taehyung sendiri yang mengobati Jisoo karena guru atau siswa yang berjaga tidak ada. Tentu dengan Taehyung yang memaksa Jisoo dengan alasan permintaan maaf darinya.
"Kau yakin tidak apa-apa, Ji?" tanya Taehyung yang tengah mengoleskan obat luka pada sudut bibir Jisoo.
Pemuda Hong bergumam menjawab Taehyung dalam jangka pandangannya sebelum mengalihkan menatap objek lain.
"Lalu, kenapa tanganmu gemetar seperti itu?" celetuk pemuda senyum kotak mengagetkan lawan bicaranya.
Jisoo sontak menjadi gugup dan menautkan kedua tangannya, "Ah, aku tidak apa-apa, sungguh. Apa kau percaya padaku, Tae?" ucap pemuda yang duduk di tepian kasur ruang kesehatan itu.
"Tidak," sahut Taehyung tanpa pikir panjang setelah mendengar ucapan Jisoo di depannya. Kedua justru tertawa setelahnya.
☆
Pukul dua lewat tiga puluh, langit yang seharusnya masih memancarkan sinar mentari yang terik mulai tergantikan dengan awan kelabu yang terus bergerak cepat untuk menghalangi sinar matahari.
Jisoo bersama Jeonghan, Seungcheol, dan Taehyung tengah menunggu bus di halte sekolah. Setelah jam sekolah selesai beberapa menit yang lalu, keempatnya langsung bergegas untuk pulang sebelum hujan turun.
Bersama dengan siswa lainnya, mereka memasuki bus yang baru saja datang dan berhenti di depan halte.
Jisoo saat ini duduk dengan Taehyung yang berada di samping kirinya, ia duduk di dekat jendela. Jisoo menengok ke arah luar, langit kelabu nampak jelas di atas sana. Jalanan terlihat seperti biasa, tidak ramai namun tidak juga sepi.
Pemuda Hong itu merasa gelisah, entah apa yang membuatnya merasa demikian, ia diam sepanjang bus berjalan.
Netranya fokus mengarah pada objek-objek yang ditangkapnya yang mana berlalu begitu saja karena bus yang terus berjalan melewatinya.
Di tengah lamunannya, ia dikejutkan oleh teriakkan yang bersamaan dengan tekanan yang begitu mendadak membuatnya terdorong ke depan dan membentur punggung kursi yang ada di depannya.
Suasana dalam bus menjadi ricuh karena hal itu. Sang sopir bus berkali-kali memohon maaf kepada penumpangnya dan memastikan bahwa semuanya baik-baik saja sebelum kembali melajukan bus yang dikendarainya.
Hong Jisoo kembali duduk dengan tegak, pandangannya kembali menatap arah luar melalui kaca jendela. Kepalanya terasa pening setelah berbenturan dengan punggung kursi tadi. Dadanya berdegup lebih kencang menambah rasa pening dikepalanya.
"Ji," panggil pemuda di sampingnya. Yang dipanggil menoleh perlahan memberikan tatapan bertanya kepada pemuda Kim.
"Tidak, aku hanya memanggil," kata Taehyung dengan senyum khas miliknya. Jisoo menanggapi dengan gelengan dan senyum tipisnya lantas kembali pada posisi awalnya.
"Berapa lama lagi bus ini akan sampai? Aku sudah tidak tahan lagi," keluh Jisoo dengan pikirannya.
Ia sesekali memejamkan matanya bahkan menggelengkan kepalanya berharap pening yang menguasai kepalanya segera hilang.
'Papa awas!!' seruan kecil ia dengar dipikirannya, suara itu lagi, suara dirinya sendiri dimasa lalu. Jisoo bosan mendengarnya tapi ia tak tahu bagaimana menghentikannya.
Jisoo menutup matanya dengan erat di posisinya, ia sungguh membenci kenangan mengerikan itu. Ia ingin melupakannya tetapi ia tidak bisa, sulit untuknya menghapus peristiwa itu.
'Mama! Kakak . . mama, tidak kakak . . mereka tidak boleh pergi, kakak aku ingin mama.'
Tangisan penuh kesedihan meraung dipikirannya mengikuti seruan sebelumnya membuatnya membuka mata. Suara tangis adik perempuannya yang masih terekam dengan jelas dibenaknya. Mengiris hatinya sampai saat ini.
Semua kepingan masa lalu itu bersahutan dalam pikirannya seolah berlomba-lomba ingin didengar lebih dulu olehnya. Terus bermunculan tanpa memberikan waktu kepada Jisoo untuk sekadar menatanya.
Dadanya semakin bergemuruh, suara-suara yang semakin bersahutan dipikirannya menambah rasa pusing yang ia rasakan. Jemarinya sibuk meremat satu sama lain sebagai bentuk pelampiasannya saat ini, netranya bergerak acak menyaratkan kegelisahannya.
"Tuhan, biarkan aku melupakannya,"
Jisoo memohon dalam hatinya, ia menunduk tatkala sakit pada kepalanya semakin menjadi-jadi. Pemuda dengan nama lain Joshua itu berusaha mengatur napasnya yang mulai berat dan sesak.
Ia bahkan sampai tak menyadari jika bus yang ia tumpangi sudah terhenti sejak beberapa menit lalu sampai Taehyung memanggilnya.
"Bangun, Ji. Kita sudah sampai," suara pemuda Kim tertangkap rungunya. Taehyung yang melihat Jisoo tak bergerak mengira ia sedang tidur.
"Jisoo, kau kenapa?" tanya Taehyung setengah panik ketika Jisoo terus menunduk dengan tangan kanannya yang menangkup tangan kirinya yang tampak gemetar sampai memerah.
Ini sudah kedua kalinya ia melihat Jisoo seperti ini, tentu saja ia merasa panik. Tangan pemuda Kim itu terarah menggenggam milik Jisoo untuk sekadar menarik perhatian pemuda Hong tersebut.
Jisoo merasakan tangannya digenggam pemuda Kim. Ia mengangkat kepalanya berniat membalas Taehyung. Namun sebelum netranya dapat menatap pemuda Kim dengan benar, gelap sudah lebih dulu menyapanya disusul seruan panik dari pemuda Kim.
tbc.
_____________________
KAMU SEDANG MEMBACA
ashən [completed]
FanficAshen [ 'aSHən ] (adj) as, relating to, of a pale gray color ; exposed to stressful or depressive situations. Aku dengar orang berkata bahwa langit kelabu menempatkan kebanyakan orang dalam suasana hati yang dekat dengan kesedihan. Joshua Jisoo Hong...