4. Menanti Kemal

544 74 9
                                    

Suhu Paris di penghujung musim gugur cukup dingin. Memasuki bulan Desember, suhu memang semakin rendah karena sebentar lagi musim dingin tiba. Senja musim gugur yang indah menjadi latar Rhein's Romance sehingga mau tak mau mereka harus melaksanakan syuting di tengah suhu yang cukup dingin dan cuaca yang terkadang tak menentu. Untunglah semuanya berjalan dengan lancar. Tinggal beberapa adegan lagi lalu mereka bisa menyelesaikan rangkaian pengambilan gambar yang melelahkan di kota pusat mode dunia ini.

Hari ini Laras memakai mantel panjang supaya bisa menahan dinginnya angin yang berembus cukup kencang. Rintik hujan yang jatuh tak menyurutkan semangatnya untuk menyelesaikan syuting hari ini. Ia bahkan menyambut rintik hujan tersebut dengan senyuman riang karena tahu dalam hujan ada berkah yang terlimpah. 

Syuting hari terakhir bagi Laras. Kalau lancar, ini menjadi adegan terakhir yang harus dilakoninya. Sisanya adalah scene milik Raja dan Bianca Blanco, artis asli Prancis yang  juga menjadi tokoh dalam film ini.

Laras sudah tak sabar menunggu hari ini selesai. Bagaimana tidak, hari ini dia akan bertemu dengan Kemal setelah setahun lebih tidak bertatap muka. Meskipun mereka sering melakukan panggilan video, tapi waktu Kemal tak pernah banyak. Dan itu tak cukup membuat rindunya kepada kekasihnya itu memudar. Justru, semakin merindu. Dari hari ke hari.

Bolehlah Laras dikatakan budak cinta, si bucin akut. Sejak pertama kali melihat Kemal menggendong Didi lebih dari lima tahun silam, ia sudah jatuh cinta pada lelaki berkulit sawo matang itu. Sejak itu, setiap ada kesempatan, Laras pasti menghubungi Kemal. Jangan ditanya bagaimana gembiranya  ia ketika Kemal dinyatakan diterima di universitas negeri di Jakarta. Tentu saja Laras bahagia karena bisa lebih sering bertemu dengan Kemal.

Pada pertengahan semester pertama kuliah Kemal, Laras memberanikan diri untuk menegaskan hubungan mereka. Dan ya, Kemal tak menolak. Mereka menjadi sepasang kekasih hingga hari ini dan tak pernah sehari pun Laras berniat berpaling dari Kemal. Meskipun puluhan cowok tampan ditemuinya setiap hari. Bagi Laras, yang tampan banyak, tapi yang hatinya tulus hanyalah Kemal seorang. 

Karena sibuknya Kemal dengan kulian dan pekerjaannya, Laras yang lebih sering mendatangi Kemal untuk sekadar mengantarkan makan siang. Tentu, agar kekasihnya itu bisa makan bergizi tanpa harus memikirkan biaya makan. Toh, honor manggungnya sudah lumayan. Lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pribadinya. Dan Kemal, bagi Laras adalah prioritas. Dunianya. Tujuan hidupnya. 

Sayangnya Arini, maminya, tak suka. Arini selalu bilang, kalau Laras terlalu terobsesi dengan Kemal. Hubungan mereka tak seimbang. Lagi pula, Arini tak suka anak-anaknya pacaran. Arini bahkan menyuruh Laras mencontoh Didi yang sampai sekarang masih betah menjadi jomlo kronis.

Tapi Laras tak peduli. Kemal adalah lelaki terbaik yang dikenalnya setelah Agung, ayahnya. Kemal tak pernah menganggap Laras rendah meskipun Laras tak punya ijazah sekolah formal. Dia selalu menjelaskan semua hal yang tak Laras paham dengan penuh kesabaran. Kemal tak pernah memarahinya. Kemal selalu menghabiskan makanan buatannya dan memujinya enak. Bersama Kemal, Laras merasa cukup. Ia tak lagi merasa rendah diri dibandingkan dengan gadis-gadis lain yang bisa berkelompok dengan teman se-geng mereka. Laras mana punya teman se-geng. Teman reuni saja tak punya.

Dan sekarang, setelah satu setengah tahun lamanya mereka terpisah oleh oleh jarak yang membentang, Laras akan kembali bertemu Kemal. Dia bisa kembali menghidu aroma lelaki itu, memeluknya, menikmati degup jantungnya. Mungkin jika beruntung, Kemal akan mencium kening atau pipinya. Selama ini Kemal sedemikian menjaga Laras sehingga untuk berciuman pun mereka nyaris tak pernah melakukan. Hanya sesekali karena Kemal selalu bilang kalau takut khilaf. Dan Laras merasa tersanjung. Karena ia tahu, jiwanya akan sejahtera bersama dengan Kemal.

Kemal berjanji akan datang nanti sekitar pukul enam sore di dermaga tempat kapal berlabuh. Hari ini syutingnya memang dilakukan di kapal pesiar sehingga bertemu di dermaga merupakan pilihan yang tepat.

Oleh karena itu, Laras berusaha melakukan aktingnya dengan sebaik-baiknya. Sayangnya, Raja sedang dalam mode yang menyebalkan. Sejak pagi, dia banyak melakukan kesalahan sehingga pengambilan gambar yang rencananya selesai pukul tiga sore waktu setempat, molor hingga petang menjelang. Setelah itu dia justru mengundang semua orang untuk pesta barbeku di rumah pedesaannya yang ada di pinggiran kota Paris.

Bagaimana bisa ajakan itu disampaikan tepat ketika Laras hendak pamitan kepada semua kru? Ini jelas rencana yang baru saja terlontar karena sedari pagi tak ada satu orang pun yang membicarakan tentang pesta itu.

"Maaf, Mas, gue nggak bisa ikut," katanya kepada Ben. Laras tak memandang Raja sama sekali. Ia sebal kepada cowok itu. Karena ulahnya, terpaksa Laras kehilangan waktunya yang berharga untuk bisa lebih awal berjumpa dengan Kemal.

"Cie, yang mau ketemuan. Sini kenalin sama gue, Ras," goda Ben. "Sudah nyampe dia?"

"Belum tahu, Mas," kata Laras sembari mencari telepon genggam di tasnya. Perasaan dia tadi sudah membawanya, tapi mengapa tak ketemu juga?

"Cari apa sih? Kelihatannya sibuk? Ada yang hilang?" tanya Risma, sang make up artist.

"Ini, HP-ku nggak ada. Perasaan tadi sudah kubawa," jawab Laras kebingungan. Ia ingat betul sudah memasukkan telepon genggamnya ke dalam tas. Tapi seharian syuting ini begitu padat dan penuh tekanan sehingga ia tak sempat mengecek telepon genggamnya.

"Mungkin ketinggalan," desahnya kemudian sambil berjalan. Lalu bagaimana dia menghubungi Kemal kalau tidak memegang telepon genggam?

Tapi, mengingat selama ini Kemal selalu menepati janjinya, Laras yakin mereka akan bertemu. Kemal pasti menunggunya di dermaga, sesuai dengan janjinya. Hanya saja, di dermaga sebelah mana? Mungkin ia bisa mencoba peruntungannya dengan mencari Kemal di ruang tunggu atau sepanjang sungai Seine. Ia yakin, Kemal akan menemukannya dengan mudah meskipun tak bisa menghubungi telepon genggamnya.

Namun, keyakinan itu terpaksa luruh ketika sampai pukul sembilan malam, tak ditemukannya sosok Kemal di sepanjang area yang dilewatinya. Sesekali dijumpainya seseorang berwajah Asia, tapi bukan Kemal.

Pada malam yang melarut, Laras terduduk di tepi sungai yang memantulkan warna-warni lampu yang indah. Sayang ia tak bisa menikmatinya karena tak kunjung menjumpai Kemal. Sejuta perasaan negatif campur aduk dalam benaknya.  Ia khawatir sesuatu menimpa Kemal sehingga pemuda itu tak bisa datang ke sini. Karena Laras tahu, selama ini Kemal tak pernah mengingkari janji. 

Ia sedih karena tak bisa menemukan Kemal. Kecewa pada diri sendiri atas kecerobohannya meninggal telepon genggamnya entah di mana. Mungkinkah ketinggalan di hotel? Tapi, kalau telepon genggamnya ketinggalan, mengapa Arini tidak menyusulkannya ke lokasi syuting? Oh, tentu saja maminya kesulitan menyusulkan karena mereka syuting di kapal. 

Entah berapa lama Laras mencari. Di sepanjang jalan atau di kafe-kafe yang ada di sana. Di kerumunan orang yang mungkin ada Kemal di antara mereka.Namun, tak ada. Kemal tak tampak batang hidungnya. Dan kini, ketika malam semakin larut, ia  tak tahu harus bagaimana lagi untuk bisa menemukan Kemal.

Udara semakin dingin. Angin berembus semakin kencang. Udara dingin dan perut kosong membuat tubuhnya menggigil. Laras merapatkan mantelnya, namun, giginya masih gemeletuk. Ia tak tahu mesti apa sekarang. Perasaan bahagia karena akan bertemu Kemal menguap seiring dengan rintik hujan yang semakin rapat. Kini ia tak lagi bisa menahannya dengan senyuman seperti yang dilakukannya tadi pagi ketika hendak berangkat menuju lokasi syuting. Perlahan air matanya turun membasahi pipi halusnya yang dingin. 

LARASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang