Kudapan Cakap dan Teh Hangat

42 8 0
                                    

Entah di hitungan menit ke berapa, rintik air hujan yang berjatuhan mulai mereda. Atmosfer dingin menusuk kulit, basah sisa rintik menggenang di beberapa jalan berlubang. Daun-daun, atap rumah, serta bulevar yang selalu padat akan insan berkendara masih tampak terselimuti oleh sisa air hujan yang tak kunjung kering.

Aroma sejuk udara masih menjalar masuk dan menusuk rongga penghidu. Akan tetapi, bagi Jagat malam dengan dekapan atmosfer seperti itu tak pernah cocok dijadikan teman berkendara. Rasanya, akan lebih nikmat bilamana membaui aromanya dengan secangkir teh hangat pada genggaman, atau mungkin sembari berbincang di pelataran membicarakan tentang bagaimana hari berjalan.

Namun, bila kini diri tengah terduduk di kursi sembari menonton televisi, celoteh Ibu yang menawarkan mie instan rebus dengan telur setengah matang pasti tengah rungunya jumpai. Ibu selalu seperti itu, memang. Awak rentanya tak pernah jadikan diri kian lupa untuk manjakan anak sendiri. Entah sebab kehilangan yang membikin dirinya takut, Ibu seakan tak ragu untuk beri segala yang dipunya kepada anak tercinta.

Jagat menghela napas panjang, berusaha kembali fokus berkendara. Entah apa yang salah dengan dirinya, belakangan ini bayang-bayang Ibu selalu mengisi ruang kepala tiap kali dia berada di tengah-tengah kebisingan jalan.

Berbarengan dengan rintik yang mereda, abu awan yang tertangkap netra kini sudah jelma gulita. Kaca-kaca mobil yang dijumpa sepanjang jalan tampak berembun. Roda-roda yang berputar mencipta cipratan kecil dari sisa-sisa cumbuan rintik pada jalan---yang mana kadang kala membikin kotor alas kaki pun juga celana bagi pengendara beroda dua di dekatnya.

Carut-marut jalanan kota membawa pulang raga, sedang jiwa dan pikiran masih tak bisa lupa dan masih dirasa ingin beranjangsana. Namun, setiap kedatangan akan selalu berdampingan dengan kepergian. Entah untuk selamanya, atau kepergian sementara dengan kembali yang tak pernah dilupa oleh ingatan.

Sebagaimana Abang dan Bapak yang kini hanya mampu dia dengar ceritanya, atau sebagaimana dirinya sendiri yang selalu pulang menuju rumah, kepada Ibu dengan luka yang membikin jiwanya ranyah.

Motor yang sedari tadi kedua insan tumpaki itu kini mulai berhenti. Rumah dengan cat berwarna krem pula dua kursi dan satu meja rotan berwarna cokelat yang tersedia di teras depan dengan dua awak di atasnya sudah tertangkap mata. Tampak pula sisi-sisi teras tersebut sedikit berair akibat percikan hujan, serta dapat dilihat bagaimana beberapa tetes masih berjatuhan dari atas genting.

"Zi ...," panggil seorang awak dengan langkah menuju ke arah kedua insan yang baru saja turun dari motornya.

"Kale?" Zinnia sedikit terperanjat begitu menyadari bahwa yang tengah duduk dan berbincang bersama Bapak adalah lelaki itu, Kale.

Sedikit gelisah dirasa karena dia baru ingat akan janji temu malam ini bersamanya. Dan tak perlu dipertanyakan lagi, kedatangan Kale sudah pasti hendak menjemputnya.

"Kalian ... kok bisa bareng?" tanya Kale dengan netra yang melirik ke arah Zinnia dan Jagat silih berganti.

Belum sempat kalimat yang dirangkainya terucap, sekonyong-konyong Bapak ikut menghampiri. Dengan kaos oblong putih dan kain sarung yang menutupi kakinya, pria itu menanyakan siapa jejaka yang tengah bersama putrinya.

"Saya Jagat, Pak. Maaf terlalu malam pulangkan Zinnianya," ucap Jagat sembari menyalimi tangannya.

"Enggak apa-apa, Jagat. Zinnia udah sempat bilang pada saya tadi," kata Bapak, "saya gak masalah selama ada kabar dan dipulangkan sebelum jam sepuluh malam."

Bapak yang jadikan gadis itu ada memang berbeda dengan kebanyakan seorang bapak. Selain dari selalu memberi pelajaran-pelajaran berarti kepada anak dan istrinya, Bapak merupakan sosok yang begitu pengertian dan selalu memberi istri dan anaknya kebebasan dengan catatan masih dalam batas wajar. Tak heran bilamana bagi Zinnia memiliki seorang bapak yang seperti ini adalah hal yang sempurna.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 08, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rumah CairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang