Beautiful Layla - Bagian 15

538 84 13
                                    

Setiap libur itu biasanya Layla hanya akan menghabiskan waktunya dengan benar-benar menyimpan energi di rumah alih-alih jalan ke banyak tempat, karena tenaganya yang dikuras dari senin sampai jum'at jadi wajib hukumnya untuk Layla menabung ulang energi untuk dihabiskan kembali di hari senin nanti. Ayah selalu marah jika Layla kembali tertidur setelah sholat subuh, katanya dibanding tertidur lebih baik dipakai dengan mengerjakan hal-hal positif. Seperti menyapu halaman depan dan belakang yang banyak dijatuhi dedaunan kering, atau mencuci karpet yang dua hari lalu di pinjam untuk pengajian di rumah Pak RT. Hitung-hitung berolahraga juga, katanya.

Tapi dasarnya memang malas, Layla jelas memilih tidur daripada melakukan itu semua. Pikirnya itu bisa belakangan.

Namun pagi ini tidur nyenyak Layla justru harus terganggu ketika suara cempreng seseorang menyapa dari luar rumah, yang mana saat itu Layla sedang menjadikan ruang depan rumahnya sebagai tempat melanjutkan tidur, tepatnya diatas sofa. Rumah yang ukurannya kecil ini tentu tidak memiliki halaman seluas rumah Donny, sehingga jarak ke jalan depan pun menjadi relatif dekat. Tentu saja Layla bisa mendengar suara para tetangganya sedang beraktivitas, salah satunya agenda gosip menggosip yang dilakukan oleh salah satu tetangga disela kegiatan berbelanja sayur keliling.

"Eh, Kang Dewa ... ngopi sendirian aja, nih?" Ayah yang kebetulan sedang duduk di teras rumahnya sembari menikmati secangkir kopi pahit untuk menyambut hari, tersenyum ramah kepada wanita seusianya itu.

"Iya, nih, Bu. Biasanya kan emang sendirian," timpalnya tanpa melunturkan senyuman hangat di wajahnya.

Ibu-ibu tersebut terlihat cengengesan sembari mengambil seikat kangkung. "Kalo ada mantu pasti seru, Kang! Ngopi atau nobar bola gak akan sendirian lagi. Emangnya si Neng belum ada niatan untuk menikah?" Pertanyaan seputar pernikahan itu cukup sensitif bagi Layla akhir-akhir, maka dari itu kedua kelopak mata langsung melebar tepat kata tersebut terdengar di telinga.

"Belum, Bu. Do'akan saja." Ayah menimpali seadanya, kembali menyeruput kopinya dengan penuh nikmat tanpa sedikitpun terpancing oleh celetukan si tetangga.

"Walah ... belum keliatan bawa pacar sih ya, Kang. Padahal si Neng 'kan kerjanya di kantor masa gak ada yang nyantol satu orang pun?" Layla bangkit dari posisi tidurnya, menyingkap gorden lalu menggaruk kepalanya yang terasa gatal. Dilayangkannya tatapan tajam pada Ibu Lastri -bandar gosip yang paling Layla tak suka.

Mendengar penuturan tersebut Ayah terkekeh pelan dan melipat kedua lengannya di atas perut. "Gimana atuh ya, Bu? Yang namanya jodoh 'kan gak bisa diburu-buru. Lagian saya juga belum ngebet pengen punya cucu juga. Santai saja saya mah sama si Neng," selorohnya diakhiri tawa yang menderai.

"Kan umur si Neng sudah sangat cukup untuk menikah, Kang. Bade nungguan sampai iraha deui? Babaturanna beres gaduh murangkalih dua, si Neng mah kalah luntang-lantung keneh sorangan." (Kan umur si Neng sudah sangat cukup untuk menikah, Kang. Mau nunggu sampai kapan lagi? Temen-temennya sudah punya anak dua, si Neng malah masih kelayapan sendirian).

Apa katanya? Tanpa sadar Layla meremas sofa dengan dada yang terasa begitu panas. Pagi-pagi bukannya disuguhi siraman rohani malah bisikan setan!

"Si Nanda mah anak abdi, calon suaminya anak pejabat, Kang. Tahun depan inshaa Allah bade nikah, meskipun umurna langkung anom ti si Eneng tapi henteu fokus kana karir. Wartosan atuh ka si Eneng, ulah fokus teuing ka damelan! Teu kenging hilap kana nikah! Emangna hoyong, janten parawan kolot?" (Si Nanda anak saya, calon suaminya anak pejabat, Kang. Tahun depan inshaa Allah mau menikah, meskipun umurnya lebih muda dari si Eneng tapi tidak fokus pada karir. Bilangin sama si Eneng, jangan terlalu fokus sama kerjaan! Jangan lupa juga sama nikah, emangnya mau jadi perawan tua?)

Beautiful Layla | Apa Itu Cantik Yang Sesungguhnya? ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang