Aroma mint menjadi hal pertama yang menyambut Layla terbangun dari ketidaksadarannya. Nuansa teramat terang karena keseluruhan berwarna putih ---sampai membuat penglihatannya sakit--- membuat Layla mengkerutkan keningnya begitu dalam, sampai akhirnya suara seseorang berhasil melemparkan pada kesadaran yang sepenuhnya.
"La, lo gakpapa, 'kan? Ini gue Aurin!"
Ekspresi cemas Aurin membuat Layla membuka kelopak matanya lebih lebar. Pandangannya mengedar kesegala arah dan menyadari jika saat ini dirinya sedang berada di rumah sakit.
Layla merasa clueless seketika. Bukankah tadi dia baik-baik saja?"Laylaa ... gue panik banget pas tau lo pingsan! Gue takut banget lo kenapa-napa!" Tubuh Layla terjembab kedalam pelukan Aurin membuat perlahan perasaannya menghangat. Sebuah senyuman kecil tiba-tiba mendarat diwajahnya.
Layla mengulurkan kedua lengannya pada punggung Aurin dan mengusapnya. "Sorry, gue udah gakpapa, kok. Lo tenang aja," bisiknya. Dia masih merasa lemas seolah tenaganya hilang entah kemana.
Aurin meregangkan pelukannya, perempuan itu mengusap air matanya yang terjatuh. Saking khawatirnya ketika orang-orang mengatakan bahwa Layla pingsan dilobi, sampai akhirnya dibawa ke rumah sakit dan dokter mengatakan jika tekanan darah sahabatnya itu sangat rendah serta asma yang kembali kambub karena kelelahan.
Untuk pertama kalinya asma Layla kambuh lagi setelah berbulan-bulan lamanya, terlebih harus disaksikan oleh banyak orang. Layla meringis pelan, malu sekali!
"Layla udah bangun?"
Perhatian kedua perempuan itu sama-sama teralih pada suara yang terdengar. Tiga orang yang baru saja masuk kedalam ruangan tersebut berhasil membuat Layla terperangah, terlebih ketika melihat salah satu diantara mereka adalah Donny.
"Gimana kondisi kamu? Apa ada yang kerasa? Kamu baik-baik aja?" Layla menatap Rebecca yang menyentuh lengannya.
"Mbak bisa lihat sendiri Layla masih lemes, itu tandanya dia gak baik!" Sambar Aurin dengan nada ketus, membuat Julian yang berdiri disampingnya langsung mencubit lengan perempuan itu.
Rebecca menghela nafas pelan, ditatapnya Layla dengan sendu. "Aku panggilin Dokter sebentar, ya?"
"Makasih, Mbak." Layla melirik Aurin yang tersungut-sungut ditempatnya. "Lo gak boleh kayak gitu! Niatnya Mbak Becca 'kan baik." Dia berusaha untuk menegur sahabatnya meskipun lidahnya terasa pahit saat berbicara.
Sedangkan Aurin hanya mendengus sebal dan bersedekap dada. Entah kenapa dia begitu membenci Rebecca, padahal perempuan itu sangat baik dan rendah hati.
"Layla, aku udah kasih tau Ayah kamu." Suara milik Donny menginterupsi Lala untuk memandang kearahnya, pria yang entah Layla pikir tidak ada ditempat ini. Layla pikir hanya Aurin dan Julian saja.
Mendengar nama ayahnya disebut hati Layla terasa mencelos. Jika Donny memberitahu ayahnya itu berarti dia harus siap akan diceramahi semalaman oleh pria itu. Haduh!
Tak lama kemudian Rebecca kembali datang bersama seorang dokter dan perawat yang menyusul, Layla kembali diperintahkan untuk berbaring dan mendapat pemeriksaan lebih dulu."Gimana nafasnya?" Kepala Layla mengangguk.
"Gakpapa, Dok." Dokter tersebut melepaskan stetoskopnya dan tersenyum manis.
"Setelah ini usahakan agar tidak terlalu kecapekan dan obatnya juga jangan lupa diminum. Sering banyak minum air hangat juga. Karena kondisinya sudah membaik, Bu Layla bisa dibawa pulang." Wanita itu menghela nafasnya dengan lega. Merasa bersyukur karena tidak perlu dirawat inap seperti sebelum-sebelumnya. Pasti karena terlalu kelelahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Layla | Apa Itu Cantik Yang Sesungguhnya? ✔
RomansaKetika Layla dibuat bingung oleh definisi cantik dan perfect menurut orang-orang, dia hanya bisa diam sembari menatap cermin. Seolah-olah bertanya, "Siapakah? Perempuan tercantik disini?" namun Layla sadar jika dia bukanlah putri dalam cerita dongen...