🌼39🌼

721 71 0
                                    


Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata
.
.
Tokoh, peristiwa, dan tempat dalam cerita ini
Bersifat fiktif


Seminggu berlalu sejak pembulian di taman tempo hari, selama itu pula Alanka murung terus menerus kadang mengamuk yang membuat Papa dan Abang-abangnya bertanya satu sama lain apa yang sudah terjadi.

Kakek Simon juga belum menjelaskan apa-apa sebab malamnya dia harus terbang ke Amerika karena kendala bisnis.

" Kita refreshing yuk, suntuk juga kalau dirumah Mulu. Pantai, ke puncak, danau, atau kemana? " Ajak Devin pada adik-adiknya.

" Setuju, puncak aja gimana. Disana kan pemandangannya bagus. Asri juga bagus tuh buat healing Alanka " timpal Fajar, kalau diingat-ingat sudah sangat lama mereka tidak liburan bersama.

" Papa sependapat, nanti Papa telpon temen Papa yang punya Villa di puncak "

Disaat semua antusias membicarakan rencana liburan. Alanka tampak muram, nafasnya menggebu mata berkaca-kaca ia berseru keras membuat seluruh atensi terpusat pada yang termuda.

" Gak Boleh! Alan gak mau liburan! Gak mau healing! Gak mau gak mau gak mau! POKOKNYA GAK BOLEH! "

Devin menatap Alanka tidak percaya. Bukankah mereka merencanakan liburan ini karena permintaan Alanka yang ingin sekali merasakan liburan lalu ada apa dengan anak itu sekarang.

" Oh Adek mau ke Korea ya ketemu Pororo, nah kita kesana aja biar aku bisa ketemu calon ibu dari anak-anakku, My heart My IU "

Ival tidak segan untuk menoyor kepala saudara lebih mudanya, haish dia jengah sungguh melihat Rayyan yang sepertinya sudah tergila-gila dengan soloist wanita dari negeri ginseng tersebut.

" Halu tuh ada batasannya. Lagian mana mau IU sama bocah kek lu "

Rayyan berdecak, menggulung lengan baju memperlihatkan otot bisep dan trisepnya, hasil workout secara rutin.

" Heh bocah kata lu? Nih gak liat otot gue hah! Oh masih gak percaya, nih gue buktiin "

Dalam satu tarikan, Rayyan membopong Ival dan membawanya berputar-putar.

Ival menjerit, kepalanya sudah sangat pening.

" Rayyan Dungu. Lu mau bunuh gue hah! astaga pala gue "

Rayyan malah tersenyum jenaka melihat Ival yang sempoyongan lalu tersungkur, memejamkan mata rapat karena penglihatannya kini benar-benar buram. Kalau sampai anemianya kambuh maka dia akan menyedot semua darah Rayyan sebagai ganti.

" Heh! Bisa gak sehari aja kalian itu gak berantem?! " Tegur Devin.

Wiradarma hanya menghela nafas melihat kelakuan anak-anaknya. Mengusap sayang surai Alanka yang menenggelamkan diri dalam dekapannya, ingin bertanya tapi belum waktu yang tepat. Biarlah si bungsu sendiri nanti yang bercerita.

" Adek kita ke pasar malam yok, disana ada banyak makanan Lo " ajak Theo, mungkin saja dengan jalan-jalan bisa membuat keceriaan Alanka kembali lagi.

Namun yang terjadi malah Alanka yang menangis kencang sambil memukul kepalanya sendiri dan Theo yang dapat lemparan bantalan sofa.

" Jangan dipukul nanti....

" Sakit Abang hiks "

.... Nah kan baru juga Abang mau bilangin "

Devin yang berada paling dekat menghembuskan nafas lelah, meniup-niup tepat dimana Alanka tadi memukul kepalanya.

" Ray, Alan kenapa? " Tanya Bara serius, jengah juga harusnya waktu libur ini ia gunakan untuk merelaksasi kan diri dari jerat pekerjaan bukan malah setiap hari mendengar tangis si paling bungsu.

Rayyan mengangkat bahu, dia hanya menginap malam itu dan Alanka juga kelihatannya senang-senang saja.

Ia mengingat-ingat.....

Waktu itu ketika Rayyan datang menjemput Alanka karena Kakek Simon dan James yang seperti biasa selalu mengikuti langkah kakeknya itu akan pergi ke Amerika, mendadak.

" Selama di mobil itu kan Bang, Adek gak ngomong apa-apa. Diem aja, aku ajakin ngobrol juga gak respon. Aku nyalain lagu kesukaan dia juga diam aja padahal nih ya kalau dia denger lagu Deswita beuh paling heboh dah tu"

" DAECHWITA! Uhukk " protes Alanka sampai terbatuk.

" Sorry typo. Nah aku pikir kan ni Bocil ngambek apa gimana atau marahan sama Kakek tapi rasaku nggak deh, soalnya kursi roda Elektrik itu kan Kakek yang beliin "

Bara mulai menyimpulkan penjelasan Rayyan namun hal itu belum cukup untuknya mengetahui apa yang tengah terjadi.

" Lebih baik kalian semua tidur, mungkin besok Alan kasih tau semuanya " Titah Wiradarma menggendong Alanka yang sudah terlelap, Fajar sigap gantikan jempol yang dihisap Alanka dengan pacifier.

Mereka berpisah memasuki kamar masing-masing, tidak terasa malam sudah semakin larut.

----------

" Kau tidak berhak mencampuri urusanku, pergilah selagi aku masih memandangmu sebagai juniorku, Rexy!"

Bukannya gentar, Dr. Rexy malah menantang pria yang menjadi seniornya tersebut. Dia sudah tau siapa yang kemarin menyuntikkan Clostridium botulinum yang membuat Alanka lumpuh mendadak.

Pria yang tidak tampak wajahnya itu karena topi dan masker yang menghalangi menggeram, hendak melayangkan bogem namun Dr. Rexy yang memiliki ilmu bela diri dengan mudah menangkisnya dan balik memelintir tangan lelaki tersebut sebelum melepaskannya.

" Aku akan mengatakan semuanya pada Direktur bahwa kau lah pelaku dibalik semua ini "

Laki-laki itu malah terkekeh menekan dagu Dr. Rexy agar menatapnya, dibalik masker ia menyeringai

" Katakan saja, mereka tidak akan percaya "

Ia terdiam, laki-laki ini dikenal baik oleh keluarga Anggawirya kalau dia mengatakan hal ini tanpa bukti konkret jatuhnya bisa menuduh.

Tidak, dia tidak boleh menyerah begitu saja. Selagi banyak jalan menuju Roma, masih banyak cara untuk mengungkapkan kebusukan ini.

See U next chapter

-----------

Harap-harap kalian tidak bosan dan tetap memberikan vote.




ALANKA|2 { E N D }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang