🐾49🐾

769 50 0
                                    

Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata
.
.
Tokoh, peristiwa, dan tempat dalam cerita ini
Bersifat fiktif
.
.
.
.
.


Secara kebetulan alias sama sekali tidak terencanakan, Kakek Simon dan James yang senantiasa mengikuti langkahnya kemanapun serta Oma Taravina datang bersamaan ke Mansion Anggawirya.

Selama sebulan ini Oma Taravina memang sedang berada di rumah saudara di daerah pegunungan. Tempatnya asri dan masih terjaga kelestariannya, hanya saja kesulitan untuk berkomunikasi jarak jauh sehingga ia sama sekali tidak tahu menahu insiden yang menimpa cucu bungsunya, barulah ketika ia membaca koran ia menemukan berita tentang itu dan membuatnya terkejut bukan kepalang, memesan tiket kereta api untuk kembali.

" Kau tampak tidak ada panik-paniknya mendengar cucumu diculik Simon " Kata Oma Taravina sedikit keheranan. Besannya ini malah asik menonton acara olahraga seolah tidak ada sesuatu yang terjadi.

Kakek Simon hanya melirik ibu dari menantunya itu, menghela nafas dan meniup peluit panjang, Oma Taravina tersentak sekitaran empat puluh orang tiba-tiba berdiri membentuk lima barisan.

" Apa yang sudah kalian lakukan? "

Satu pria yang berdiri di barisan ujung paling kanan maju satu langkah dan memberi hormat sekilas pada Kakek Simon, diantara semuanya dialah sang ketua

" Malam ini jam 7, Tuan Wiradarma akan menemui sang penculik dan bernegosiasi "

Mata Kakek Simon agak menyipit, bernegosiasi atau ini malah jebakan? Ia merasa ada sesuatu janggal yang akan terjadi.

" Kawal dia, aku tidak ingin anak dan cucuku kenapa-kenapa tapi ingat tetap jaga jarak, kalau kalian datangnya rame-rame begini khawatirnya hal yang tidak menguntungkan malah menimpa kalian "

Keempat puluh bodyguard itu mengangguk mengerti.

" Jadi siapa yang tidak melakukan apa-apa, Taravina? " Kakek Simon menyunggingkan senyum yang membuat Oma Taravina memandangnya datar.

Oh sombong sekali

" Ya terimakasih. Aku berharap Wira dan Alanka akan selamat "

" Tentu saja, aku tidak akan membiarkan sesuatu terjadi pada mereka " tekad Kakek Simon mengepalkan tangannya.

---------

Ada kiranya empat belas mobil saling bergerak menuju lokasi yang sudah dikirimkan Bigboss, paling depan adalah mobil yang dikendarai Wiradarma seorang diri, disusul oleh mobil yang didalamnya ada dua putra Wiradarma, dilanjutkan oleh mobil polisi tapi sengaja tidak dinyalakan sirine untuk mengantisipasi pelaku kabur, selanjutnya adalah mobil-mobil bodyguard yang berjumlah sepuluh buah dan satu mobil ambulance dari Wirya Medical Center.

Saat di pertigaan, mobil yang dikendarai oleh Bara serta mobil para bodyguard berbelok kearah kanan sedangkan mobil Wiradarma, mobil polisi, dan mobil ambulance melaju di jalur lurus, sekitar sepuluh meter mereka berhenti terkecuali hanya mobil Wiradarma yang tetap melaju sampai ke lokasi utama.

Hal ini sudah diatur sedemikian rupa oleh Zero melalui sebuah alat yang terpasang ditelinga masing-masing. Alat itu memang kecil tapi sangat berguna, Wiradarma tak peduli jika harus mengeluarkan ratusan ribu dollar untuk pemesanan alat ini karena semua uangnya tidak ada artinya jika dibandingkan dengan nyawa anak bungsunya.

" Aku sudah menduga bahwa kau pasti datang, kau sendiri? Ah baguslah karena jika kau membawa satu saja orang lain maka aku tidak menjamin keselamatan anak kesayanganmu itu " Sambut Bigboss dengan senyum dibalik topeng yang setia menutupi wajahnya selama ini, melihat ayah dari anak yang disekapnya atau target utamanya selama ini datang tanpa didampingi siapapun. Benar-benar sesuai harapan

Wiradarma mengangguk pelan, melalui benda kecil di telinganya Zero berujar agar dia tetap tenang karena ucapan pria bertopeng itu tidak bisa dianggap remeh.

" Aku sudah datang jadi cepat lepaskan anakku " ucap Wiradarma tak sabaran, sungguh dia benar-benar mengkhawatirkan Alanka. Apalagi setelah mengetahui sang anak terluka, ia semakin kalut.

Bigboss tak menjawab, melangkahkan kaki menuju halaman belakang. Wiradarma mengikutinya sambil menoleh kanan kiri, tempat ini dikelilingi oleh hutan entah buatan atau asli.

" PAPA.......... "

Hingga sebuah suara yang teramat Wiradarma kenal menyapa gendang telinga, baru saja ingin mendekati tiba-tiba saja ia merasa tungkainya melemas seperti jelly melihat Prakasa menendang perut Alanka hingga bungsunya itu muntah darah sebagai peringatan untuk Wiradarma tak mendekat.

Wiradarma benar-benar tak menyangka jika orang yang dulu pernah dia bantu terlibat dalam penculikan ini dan lebih parahnya lagi orang itu juga yang menyiksa putranya tepat didepan mata kepalanya sendiri.

" Prakasa, teganya kau... " Desisnya hendak melayangkan satu pukulan namun tubuhnya sudah lebih dulu tersungkur di tanah setelah Bigboss memberi bogem mentah yang membuat rahangnya lebam.

" Apa yang didapatkan putramu yang lemah itu belum ada tandingannya dengan apa yang dialami oleh ayahku! Wiradarma, kau tentu tidak akan melupakan nama Jonathan Pablo bukan? "

Wiradarma tersentak, tentu saja dia masih ingat nama itu. Dialah dokter yang pertama kali mengabdi saat Wirya Medical Center belum sebesar sekarang, dokter terbaik yang pernah dimiliki hingga terjadi sesuatu yang membuat Jonathan Pablo atau yang lebih akrab disapa Dr. Jopa harus mendekam dipenjara. Ia ketahuan melakukan malpraktik hingga pasien tersebut harus meregang nyawa.

" Karena ulahmu, dia akhirnya mati dipenjara meninggalkan seorang istri dan seorang anak yang masih kecil. Istrinya menjadi gila dan hingga saat ini harus berada dirumah sakit jiwa dan mengakhiri hidupnya. Aku harus bertahan hidup sendirian mengais belas kasihan dari tetangga, aku belajar dengan sungguh-sungguh untuk mendapat beasiswa sebagai mahasiswa kedokteran, menjadi dokter bukan karena aku ingin menjadi penerus Ayah tapi untuk membalaskan dendamnya " Bigboss menjeda kalimatnya hanya untuk melihat ekspresi tegang yang terpatri di wajah target utamanya.

" Tapi itu salah Ayahmu sendiri, aku tidak mungkin membiarkan reputasi Wirya Medical Center menjadi buruk"

Tangan Bigboss mengepal, dia tak peduli ayahnya memang bersalah tapi ia tak terima sosok panutannya harus mati didalam penjara dan membuat keluarganya yang dulu harmonis menjadi hancur.

" Persetan dengan itu, kau harus merasakan apa yang kurasakan, Wiradarma! " Nada bicaranya terdengar pelan tapi menusuk.

Jantung Alanka berdegup lebih kencang, dia bisa melihat penculik bertopeng itu dan Papanya seperti berdebat. Jarak mereka yang terlalu jauh membuat Alanka tidak dapat mendengar jelas apa yang mereka perdebatkan, ia ingin berlari kesana memisahkan keduanya tapi sadar dirinya sudah terikat disini sejak sore tadi.

Tiba-tiba saja sebuah kain menghalangi pandangannya, dia tak dapat melihat apapun selain gelap tentunya. Ikatannya pada tiang dilepaskan terkecuali tali yang masih menjerat tangannya, ia jatuh berlutut ketika Prakasa menendang punggungnya.

" Kau harus merasakan bagaimana rasanya kehilangan orang yang paling kau sayang "

Wiradarma menggeleng kuat, berlutut untuk memohon pada Bigboss agar melepaskan putra bungsunya, keadaannya benar-benar kacau jantungnya berdegup kencang melihat Bigboss memasukkan beberapa butir peluru ke dalam shotgun

" Kumohon jangan lak-----





DOR!

See U next chapter
----------------

Cuma minta vote aja sih, masa pelit?

ALANKA|2 { E N D }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang