𖥸 - 初め。

1.2K 190 15
                                    

─── ⋆⋅☆⋅⋆ ───

Layaknya seperti anak kecil pada umumnya, seorang Itoshi Rin juga merasa bahagia saat ada orang lain yang dengan sukarela merayakan ulang tahunnya.

Dirinya yang sudah naik ke umur delapan tahun itu tidak berhenti menyebarkan senyumnya pada orang-orang yang berada di hadapannya sekarang. Dan orang-orang itu juga kerap kali membalas senyuman Rin yang sangat lucu.

Ntah sudah berapa kali pipi gembilnya dicubit oleh salah satu orang di sana, tapi kali ini Rin tidak marah, ia justru tertawa riang saat orang itu menyentuh pipinya. Gigi-giginya yang putih sampai kering karena tidak menutup mulutnya dari tadi.

Lilin yang sudah meleleh setelah acara tiup lilin tergeletak begitu saja di samping kue yang sudah Rin santap daritadi, tidak lupa ia berbaik hati menyuapi siapapun yang meminta.

Rintik hujan terdengar meski mereka berada di lantai dua dan ruangan itu kedap suara.. Lima orang yang berada di dalam kamar itu sama sekali tidak peduli, masih sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

Namun senyum Rin langsung hilang saat mendengar suara petir menyambar dengan sangat kencang, sontak dirinya merapat ke arah salah satu laki-laki di sana, memeluk pinggangnya sangat erat.

"Abang.."

"Sstt.. it's okay, itu cuma petir, ga bakal kena kamu."

"Rin takut, abang.."

Seolah sudah terbiasa dengan kejadian ini, salah satu laki-laki yang duduk dekat meja berdiri mengambil sebuah earphone dan mencoloknya ke ponsel, berjalan ke arah Rin lalu memasangkan kedua pasang earphone itu ke telinganya.

Rin mendongak, air matanya jatuh begitu saja merasakan halusnya elusan sang Abang di pipinya.

"Abang baru nemu lagu bagus, Rin denger itu aja ya? Biar Abang senang." Tanpa ragu Rin mengangguk, masih dengan pelukan yang erat itu, ia mendengarkan lagu yang diputar, sangat kencang, tapi setidaknya itu bisa membuatnya tenang daripada mendengar suara petir.

Sedangkan empat laki-laki lainnya kembali berbincang ria, sang abang masih setia mengelus surai sang adik dengan lembut. Sesekali menciumnya dengan penuh kasih sayang.

"Abang Sae.."

"Iya?"

"Rin sayang Abang, jangan tinggalin Rin lagi ya?"

"Lagi", perkataan "lagi" yang membuat Sae, sang abang terdiam sejenak. Kemudian mengangguk mantap, senyum kecil terukir di wajahnya.

"Iya."

"Abang janji?" Rin menyodorkan jari kelingkingnya pada Sae.

"Janji, Rin." Dengan senang hati Sae menyambut jari kelingking Rin sebagai tanda bahwa ia harus menepati janji itu.

Kejadian beberapa tahun lalu yang membuat Rin mempunyai trauma yang sangat susah dihilangkan. Sae tau Rin tidak akan bisa melupakannya seumur hidupnya.

Merasakan berjauhan dengan saudara yang sangat mereka cintai, harusnya mereka tidak berjauhan, hanya saja keadaan yang mengharuskan mereka berpisah.

• 𝗛𝗲𝗺𝗹𝗼𝗰𝗸 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang