─── ⋆⋅☆⋅⋆ ───
"Abang maaf ya, Rin salah."
Saat ini suasana mencekam di ruang tamu, yang biasanya berisi tawa dan bunga bunga kebahagiaan yang terbang kemana-mana. Sekarang hanya ada aura gelap yang menyelimuti.
"Rin cuma ga terima, dia ngatain Rin suka nyusahin Abang, Abang selalu ngomong kalo Rin ga harus denger perkataan itu dari siapapun."
Sae mengusap wajahnya, dasi sehabis pulang dari kantor ia tarik ke bawah, pikirannya terbang ntah kemana yang membuat dirinya duduk menjauh dari tempat Rin berdiri.
Wajahnya tertunduk, hembusan nafas berat kerap kali Sae keluarkan. Hanya tidak menyangka saja, seorang adik yang biasa ia kenal sebagai seseorang yang polos dan lemah lembut bisa berlaku seperti itu.
Di sekolah, Sae tidak kaget, ia hanya tidak menyangka kalau Rin bisa melakukannya, hanya karena ada seorang murid yang berkata dirinya selalu menyusahkan sang Abang.
Salah satu kemarahan yang langsung Rin luapkan ke siswa itu, membabi buta, Rin hanya tidak terima karena sang Abang pernah berkata ia tidak boleh mendengar hal seperti itu.
Sama halnya seperti Rin mengira kalimat itu haram untuk ia dengar, maka siapapun yang mengucapkannya, maka ia harus mendapatkan tanggung jawab.
Sae setuju, namun ia tidak membetulkan apa yang Rin lakukan pada siswa yang sekarang sudah terbaring di ruang ICU. Separah itu? Memang.
Maka dari itu Sae tidak menyangka.
Masalahnya Sae tidak pernah mengajarkan Rin untuk adu jontos seperti itu, hanya sekedar melindungi diri. Kalaupun Rin melakukan apa yang Sae ajarkan, tidak mungkin lawannya bisa masuk ICU.
Dari mana kekuatan Rin muncul disaat Sae sendiri hampir tidak pernah yang namanya bertengkar dengan seseorang?
Tuhan masih menyayangi Sae sebagai makhluknya, pihak sekolah dan orang tua tidak memaksa Sae untuk membayar biaya pengobatan. Mereka sudah memaafkan Rin.
Ya, bagaimana pun Rin dan siswa itu tidak dekat, sedikit wajar jika Rin bisa marah jika ada seseorang yang baru ia kenal langsung mengatainya seperti itu.
Tapi sebagai gantinya, Rin tidak diperbolehkan hadir di sekolah selama tiga hari. Lumayan panjang, Rin bukan siswa yang penikmat libur seperti itu. Rin kecewa.
Rin kecewa dengan dirinya yang tidak bisa membanggakan sang Abang, justru malah membuat Sae merasa malu dengan tingkah lakunya, bagaimana jika ada teman Sae yang tau kalau sifat Rin sudah seperti preman sekarang?
Ryusei, siapapun itu yang dekat dengan Sae, mereka semua belum tau berita ini. Dan Rin hanya ingin berusaha supaya mereka tidak menganggap Sae gagal dalam mendidik adiknya.
"Maafin Rin, Abang.." ucap Rin dengan lirih, kepalanya tertunduk ke bawah dengan jari jemari yang saling bertaut.
Sae tidak berbicara, ia hanya diam sedari menjemput Rin sampai tiba di rumahnya, Rin takut, Sae memang irit bicara, namun tidak terhadapnya. Hanya ada raut kecewa yang Sae pancarkan.
"Abang, ngomong."
"Kenapa?"
"Maaf."

KAMU SEDANG MEMBACA
• 𝗛𝗲𝗺𝗹𝗼𝗰𝗸
Short Story. . . "Life is like weather. Cloudless, raining, snowing. Either can happen. What about an umbrella? I keep holding one. So let's get under it together." Character by Muneyuki Kaneshiro. Start : 31 Maret 2024 End : -