40. Tidak, Jangan Terluka

5.9K 532 18
                                    

Perjalanan menuju desa terhitung lima hari lamanya.

Selama itu juga rombongan Lucas banyak berhenti untuk istirahat, oh, maksudnya, berhenti karena Kivandra.

Pertama, karena Kivandra mual. Kedua terjadi karena Kivandra merasa lapar. Ketiga, itu murni dari Lucas untuk mengistirahatkan rombongan.

Perjalanan pun terjadi lebih lama.

Dan sialnya, Kivandra mengalami gejala demam bahkan sebelum sampai di desa.

Kivandra meringkuk di ujung kereta sembari memeluk erat jubahnya yang berperan sebagai selimut. Semakin mereka masuk ke dalam hutan, semakin dingin hawanya.

Kereta kuda tampak berhenti, tak lama kemudian Lucas masuk ke dalam kereta. Lelaki itu melepas jubahnya, "Masih kedinginan?"

Tak kuasa menjawab, Kivandra hanya mengangguk.

Lucas mengerutkan alisnya, "Tak kusangka dirimu sangat sensitif dengan dingin. Penyihir biasanya sangat kebal dengan ini semua, lagi-lagi kasusmu istimewa."

"Maafkan aku," suara serak Kivandra terdengar lirih, "Menjadi beban ...."

"Tidak," Lucas meletakkan jubahnya di atas tubuh Kivandra, "Aku tidak keberatan kau menjadi bebanku. Lakukan sesukamu."

"Kau ini--uhuk, seharusnya katakan bahwa aku bukan beban."

"Haruskah aku ulangi?" tanya Lucas dengan nada jahil.

Kivandra menggeleng, ia menarik jubah Lucas untuk menutupi seluruh tubuhnya. Aroma lelaki berambut putih itu seperti ikut memeluk Kivandra, memberi kehangatan.

"Tidurlah lagi, ketika sampai aku akan membangunkanmu."

"Terima kasih."

Kereta kuda kembali berjalan, roda bergerak cepat. Matahari mulai bersinar dengan sempurna, pohon-pohon raksasa tampak menghilang. Mereka akhirnya keluar dari hutan.

Sampai pula mereka pada sebuah desa yang begitu suram. Memang rumah-rumah warga tampak bagus, namun ... suasananya.

Kivandra--yang sudah turun dari kereta--tampak terkejut. Desa ini lebih suram dari yang ia bayangkan. Di sini seperti tidak ada kehidupan sama sekali.

Lucas merapikan jubah Kivandra agar gadis itu tidak kedinginan, "Ayo masuk."

"Tunggu, wabahnya?"

"Wabah itu menular dari air dan makanan, akan aman selama kita tidak makan atau minum."

"Oh, oke ...."

Masuk bersama rombongan yang lain, berjalan kaki. Hingga sampailah mereka pada pusat desa, di sana banyak penduduk yang tampak tidak sehat.

Kulitnya seperti mengering, kurus, dengan batuk-batuk, begitu menyedihkan. Suara anak-anak merintih kesakitan, atau seorang remaja yang memohon makan karena kelaparan.

Salah satu warga menyadari kehadiran Lucas dan tersenyum penuh harapan, "T-tuan kita datang! Tuan kita datang menyelamatkan kita!"

Penduduk lain menoleh, senyuman mereka sama-sama penuh harapan.

"Tuan! Kami lapar!"

"Tuan, kami takut untuk makan atau minum, bayi kami sengsara!"

"A-adikku sekarat!"

"Tuan Duke!"

Mereka begitu senang bahkan sebelum Lucas mengucap sepatah kata.

Tersenyum, Lucas berteriak, "Pendudukku! Aku akan segera menyelesaikan masalah ini, tolong bersabarlah!"

"Terima kasih, Tuan Duke!"

Kivandra tak lagi melihat ekspresi sedih dari mereka, tak terdengar tangisan anak-anak atau bentakan remaja yang meminta makan. Hanya ada suasana penuh kelegaan dan senyuman.

Ini ... Kivandra sangat kagum. Hanya dengan kedatangan Lucas, para penduduk tampak seperti sudah diberi seribu nyawa.

"Aku ingin menyembuhkan mereka." ucap Kivandra.

Lucas menoleh, "Aku sudah membawa banyak dokter umum untuk itu. Kau tunggulah di pos, istirahat dan makan bekalmu, jangan menerima apa pun pemberian warga."

"Jika aku hanya bersantai, apa guna keberadaanku di sini, Lucas?"

"Kau harus sembuh dulu." Lucas menatap Kivandra, "Kau adalah dokter pribadiku jika nanti aku dalam bahaya."

Kivandra mengangguk, "Ya, semoga kau tidak akan dalam bahaya."

"Tapi mungkin kau akan segera mengeluarkan sihirmu."

"Tidak, jangan terluka." tegas Kivandra dengan menatap lekat mata lelaki di depannya.

Lucas tersenyum, "Sebisa mungkin."

Princess SurrogateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang