03. Butik
Khansa terbangun dari tidurnya, ia mengernyit heran saat tak lagi mendapati Habibie terbaring disampingnya. Gadis itu celingukan mencari keberadaan sosok sang suami, dan barulah ia merasa tenang ketika menjumpai laki-laki itu tengah menjalankan ibadah sunnah nya berupa sholat malam, diatas kursi roda. Khansa pun memutuskan untuk bergegas bangkit dari ranjangnya, ia memilih untuk segera berkemas-kemas. Mengikuti jejak Habibie sebagai makmum subuh nya yang sebentar lagi akan tiba.
Dan tepat pada pukul 06.00 pagi, gadis itu mematut diri dihadapan cermin rias yang tak sukses dirinya pecahkan kemarin malam. Ia termangu menatap bayangan dirinya sendiri yang dipantulkan oleh cermin tersebut. Kantung mata tampak menggelambir, bibirnya pun terlihat sangat pucat. Namun, di samping hal itu, tak jauh dari tempat dirinya berada, terdapat handphone milik Habibie yang sedari tadi mencuri perhatiannya karena terus bergetar.
Dengan rasa penasaran yang begitu menggebu-gebu, lantas gadis itu pun diam-diam langsung memeriksanya. Khansa cukup beruntung karena handphone tersebut tidak dikunci sandi, dengan mudah dirinya dapat membaca pesan-pesan yang masuk kedalamnya. Ia mengangguk kecil, mengiringi sang mata yang cekatan membaca pesan tersebut. Beberapa menit berselang, usai membaca keseluruhan dari isi pesannya, gadis itu memilih untuk kembali meletakkan ponsel canggih tersebut ke tempatnya semula.
Abai dengan kondisi muka yang break out, Khansa memutuskan untuk segera pergi keluar dari dalam kamarnya. Mencari-cari keberadaan sang suami, yang tak terlihat melalui lanskap kameranya sejak sehabis subuh tadi. Langkah perempuan itu kemudian terhenti, tepat di perpotongan lorong yang menghubungkan antara ruang tamu dan ruang tengah. Dirinya mengernyit heran, ketika mendapati Habibie tengah duduk termenung di teras rumah rupanya.
Lantas, tanpa pikir panjang, Khansa segera menghampirinya. "Kak Habib?" panggilnya pelan. Sontak si pemilik nama pun seketika langsung menoleh kearahnya, "kenapa, Sa?" tanyanya.
Gadis itu terdiam sejenak, lalu kembali berkata, "jalan-jalan pagi yuk? sebentar aja, sambil cari sarapan." Ajakan Khansa tidak langsung diangguki oleh laki-laki itu. Habibie tampak berfikir sejenak, sebelum menyetujuinya, "yang lama aja sekalian, Sa. Saya pengen berjemur." Pintanya kemudian yang langsung di ACC oleh gadis itu.
Sontak tanpa basa-basi lagi, keduanya pun memutuskan untuk segera pergi keluar dari lingkup rumah, guna melakukan apa yang sudah direncanakannya baru saja. Dengan gerakan perlahan dan sangat hati-hati, Khansa mendorong kursi roda yang membawa raga lumpuh Habibie menyusuri jalanan komplek perumahan yang terlihat masih sangat sepi pagi ini.
Canggung, disepanjang jalan, pasutri muda itu sama-sama saling terdiam, tidak ada satupun yang berinisiatif untuk memulai obrolan. Entah itu Khansa, ataupun Habibie, keduanya sama-sama hanyut dalam keadaan. Sampai langkah mereka terhenti tepat di depan sebuah gerobak pedagang asongan langganannya. Khansa langsung menarik diri, melepaskan tangannya dari tuas kursi roda yang diduduki Habibie, lalu memilih untuk bergerak menghampiri Bapak tua yang termangu sepi.
KAMU SEDANG MEMBACA
1 | The Cripple Is My Husband (HIATUS)
Spiritual[Cerita ini MURNI dari hasil PEMIKIRAN SAYA, TIDAK ADA SANGKUT PAUTNYA DENGAN KEHIDUPAN ASLI TOKOH terhadap cerita ini] (Beberapa chapter sudah dihapus/tidak lengkap untuk kepentingan revisi, kemungkinan alur akan diubah) FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM...