18. Hari itu
Pukul 08.00 tepat, Khansa sudah tiba di butik, memastikan semua persiapan acara launching berjalan lancar. Di sekitarnya, para karyawan sibuk menata koleksi pakaian, menyiapkan dekorasi, dan memeriksa daftar tamu. Suasana begitu ramai dan penuh semangat.
Sementara itu, Habibie duduk tenang di kursi rodanya, memperhatikan hiruk-pikuk keadaan butik. Pandangannya tak lepas dari Khansa yang terus berkeliling tanpa henti, mengecek setiap detail dengan penuh antusiasme. Ada sorot kekhawatiran di matanya. Ia tahu betapa keras Khansa bekerja untuk acara ini, tapi diam-diam ia khawatir Khansa terlalu memaksakan diri.
"Sa, jangan lupa minum air putih dulu. Kamu udah sibuk dari pagi tadi, jangan sampai lupa jaga kesehatan, ya." Habibie mengingatkan lembut ketika Khansa lewat di dekatnya.
Khansa tersenyum, berhenti sejenak di samping Habibie. "Iya, Kak, sebentar lagi Khansa istirahat, kok. Terima kasih udah ngingetin." Habibie hanya mengangguk, tapi perhatiannya tak beralih sedikit pun. Ia berharap Khansa benar-benar menjaga dirinya, tidak terjebak dalam ambisi yang tanpa sadar menguras tenaga.
Seiring berjalannya waktu, para tamu undangan mulai mengisi butik satu persatu, menghiasi suasana pagi itu dengan berbagai wajah yang membawa semangat dan rasa penasaran. Ayah dan Bunda Khansa datang lebih awal, disusul teman-teman terdekat Khansa termasuk Naira, Aqisha, dan Thania.
Tak lupa beberapa tamu istimewa, diantaranya Abah Hisyam, Daffa, serta Annisa. Khansa dan Habibie tak bisa menyembunyikan rasa kagetnya saat melihat Annisa turut hadir, dimana Khansa sama sekali tidak menduga jika Annisa, yang baru saja melalui masa sulit, akan menyempatkan diri untuk hadir.
Para tamu kemudian diarahkan oleh staf butik untuk duduk di tempat yang telah disediakan, mengikuti pembagian tempat duduk khusus yang memisahkan antara undangan laki-laki dan perempuan. Meski berbeda tempat, para tamu tetap merasa nyaman dan leluasa menikmati dekorasi butik yang menawan.
Banyak yang berdecak kagum melihat butik Khansa yang tampil elegan, modern, namun tetap hangat, sebuah cerminan dari karakter sang pemiliknya. Beberapa tamu bahkan menunjukkan rasa penasaran mereka saat melihat sebuah lemari kaca besar di tengah-tengah ruangan, tertutup kain hitam. Benda itu menyimpan kejutan utama dari acara ini—desain terbaru karya Khansa yang akan segera diperkenalkan.
Habibie memperhatikan dengan senyuman lebar di wajahnya, matanya memperhatikan para tamu yang tampak terkesan dan antusias menunggu momen pembukaan. Melihat Khansa sibuk menyambut dan berinteraksi dengan para tamu, ia merasa bangga akan pencapaian besar yang telah istrinya capai. Butik ini bukan hanya sekadar tempat usaha; ia menjadi bukti dari dedikasi dan ketekunan Khansa yang selama ini tak kenal lelah mengejar mimpi.
Khansa melangkah ke depan, bersiap untuk memulai acara. Dengan senyum penuh percaya diri, ia menyapa para undangan, setelah mengucap salam, Khansa membuka sambutan dengan rasa syukur dan ucapan terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
1 | The Cripple Is My Husband (HIATUS)
Spiritual[Cerita ini MURNI dari hasil PEMIKIRAN SAYA, TIDAK ADA SANGKUT PAUTNYA DENGAN KEHIDUPAN ASLI TOKOH terhadap cerita ini] (Beberapa chapter sudah dihapus/tidak lengkap untuk kepentingan revisi, kemungkinan alur akan diubah) FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM...