Tentang gadis biasa, yang mengharapkan hal luar biasa.
---
Hidupnya mungkin saja akan bahagia apabila Rosela terlahir sebagai orang berada, sehingga ia tidak terpaksa menerima asumsi temannya bahwa dirinya dari kalangan kelas atas. Hal tersebut sang...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🦋🦋🦋
Jarak dari ruang UKS menuju ke kantin tidak terlalu jauh, walaupun begitu jika ingin ke kantin para murid harus melewati ruang guru dan gedung utama terlebih dahulu.
Rosela yang sedang melihat ke arah sekantung plastik menghela napas pelan, pada akhirnya karena lapar ia pun juga membeli sebungkus roti untuk dirinya. Namun, Rosela membeli dengan uangnya sendiri bukan uang Alano.
Rosela menimbang-nimbang sebentar kemudian berdecak pelan. "Kalo Alano enggak suka makanan yang aku beliin gimana, ya?" gumamnya.
Sebab tidak tahu apa yang Alano inginkan, alhasil Rosela membelikan makanan kesukaannya, yaitu sebungkus roti dan susu coklat. Rosela rasa, saat ini ia harus segera sampai ke UKS terlebih dahulu tanpa memikirkan apakah Alano menyukai makanan yang dibawanya atau tidak.
"Oke, sekarang aku harus ke Alano dulu."
Memutuskan untuk kembali melangkah, Rosela memandang ke sekitar dengan seksama. Dimana gedung utama sekolahnya ini tampak megah sehingga sangat menarik di pandang. Banyak kaca dan bentuk-bentuk geometris, hampir seperti bangunan sekolah modern di Eropa. Bahkan fasilitasnya lengkap dan terlihat terurus.
Baru dua hari bersekolah, Rosela sudah lumayan terbiasa dengan segala macam pemandangan dan suasana di sekitarnya. Mulai dari anak seangkatannya atau para kakak kelas yang selalu bergerombol kemana-mana, dasi berantakan atau tak dipakai, jas diganti dengan berbagai outer, bahkan siswi-siswi yang memakai make up dan tentunya berani bersolek dengan leluasa di berbagai tempat.
Tak semua guru senang melihat muridnya bergaya semau mereka, tetapi anak-anak apabila ditegur kerap membawa nama-nama orang tua mereka yang memang berpengaruh di luar sekolah. Sehingga, para guru sepakat untuk membiarkannya dengan catatan para muridnya tidak melebihi batasan.
Asik memandangi sekitar, Rosela sampai tidak sadar menabrak seseorang. Hampir saja keseimbangannya hilang dan dirinya jatuh apabila tidak berpegangan pada pilar. Rosela meringis, mengekspresikan rasa keterkejutan atas kekacauan yang ia perbuat.
"Kamu enggak papa?"
Yang terjadi setelahnya bukan amukan atas kecerobohannya, melainkan sebuah pertanyaan tentang kondisinya. Jika ditilik kembali, suara yang didengarnya terdengar seperti suara wanita dewasa. Rosela lalu mendongak untuk memuaskan rasa ingin tahunya.
Rosela sempat terdiam tidak langsung menanggapi pertanyaan wanita di hadapannya, kedua alisnya bertaut memikirkan sesuatu. Apakah seseorang di depannya ini adalah guru atau bukan, sebelum pada akhirnya ia hanya mengangguk sebagai jawaban.
Melihat reaksi siswi di depannya, Patricia tertawa kecil. Ia merasa aneh karena sepertinya gadis ini tidak mengenali dirinya yang posisinya sebagai direktur sekolah.
"Ibu minta maaf, kalau gitu Ibu permisi terlebih dahulu," ucap Patricia saat melihat Rosela hanya mematung di tempat.
Namun, sebelum benar-benar beranjak, Patricia tidak sengaja membaca name tag Rosela. Ia pun langsung teringat pada foto seorang gadis yang ditujukan Renata kepadanya kemarin.