Phoenix mencari-cari hotel dan apartemen untuk hunian selama beberapa hari melalui ponselnya. Dia berbaring dan mendesah panjang. Belum menemukan tempat tinggal yang cocok.
Rumah lamanya tidak cocok. Atlas tidak mau pergi. Malah sekarang tidur di kamarnya dan Phoenix terpaksa pindah ke kamar Libra.
Phoenix memutar badannya menjadi telungkup, mengerang kesal dan suaranya teredam bantal. Dia makin stres hanya ditinggal berdua dengan Atlas. Phoenix sangat terkekang.
Atlas sangat menyebalkan. Phoenix berkali-kali memohon agar Atlas tidak mengganggunya, tetapi laki-laki itu tetap mengusik tanpa rasa bersalah. Malah semakin gencar.
Phoenix memutar badannya dan menoleh pada pintu saat mendengar suara ceklekan. Atlas berdiri dan memegang gagang pintu.
"Lo cuma bisa mengurung diri seharian?" Terdengar nada sinis dan mencemooh dari mulut menyebalkan Atlas.
Phoenix setengah berbaring, perlahan mengambil bantal dan menutupi badannya. "Kamu butuh apa?" tanyanya langsung pada intinya. Mencoba sabar dan mengabaikan kalimat sinisnya.
"Tugas lo apa?"
Phoenix menahan nafas dalam-dalam. Semakin kesal, melampiaskan dengan mengepalkan tangan. "Apa? Kamu lapar?" tebak Phoenix. "Nggak ada makanan. Kamu pesan sendiri."
Atlas diam. Pandangannya yang tajam tidak lepas dari Phoenix. Gadis itu mulai gelisah, akhirnya mengalah tanpa pikir panjang.
"Bentar dipesan dulu. Langsung sekarang."
Meraih ponsel dan mencari makanan dari lokasi terdekat. Atlas menutup pintu dan pergi ke dapur. Menunggu makanan datang sambil mengedarkan pandangannya pada penjuru ruangan lalu main ponsel. Rumah Phoenix bergaya minimalis, barang-barang disusun rapi sehingga terlihat tetap beruang.
Phoenix keluar kamar beberapa waktu kemudian. Dia mengambil makanan dari layanan antar di depan rumah. Membawa ke meja makan dan mengeluarkan dari tas belanja.
Memindahkan satu persatu dari wadah kemudian mendorong ke depan Atlas. Phoenix juga membeli untuknya, tetapi tidak mau makan bersama. Phoenix berencana makan di kamar.
"Duduk!" Atlas menghentikan Phoenix hendak pergi membawa bagiannya. Merasa dirinya tidak dibutuhkan lagi setelah menyajikan makanan.
"Aku belum lapar." Alibi gadis itu. Masih berusaha mencari jalan keluar agar mereka tidak berada di tempat yang sama dalam radius tiga meter.
"Ck!"
Phoenix lagi-lagi mengalah. Meletakkan wadah di atas meja dan duduk di depan laki-laki itu.
Mereka diam selama beberapa saat. Atlas tidak kunjung mulai makan. Dia memandang Phoenix sampai gadis itu merasa jengah.
Menahan amarah, Phoenix mengeluarkan makanannya dan terpaksa makan bersama Atlas. Barulah laki-laki itu mengikutinya makan. Phoenix mengumpat dalam hati, Atlas yang luar biasa mengendalikan hidupnya.
"Tolong kamu pulang habis makan. Garasi nggak cukup buat mobil kamu. Parkir di depan mengganggu pengguna jalan." pinta Phoenix pelan-pelan. Mengingatkan bahwa pekarangan rumah Phoenix tidak seluas milik Atlas.
"Mobil lo aja pindah parkir!" jawab Atlas ketus.
"Kamu nggak boleh ngomong seenaknya. Ini rumah aku!" Phoenix mengepalkan tangan. "Kamu ngapain ngikutin aku ke sini? Kamu punya rumah!"
"Maksa gue ke sini siapa?"
"Maksa?"
"Segampang itu lo melupakan peraturan!"
Phoenix mengerutkan dahi tidak mengerti. Aturan katanya? "Aturan apa?"
"Tolol!"
Phoenix terbata. Sungguh, dia tidak habis pikir dengan laki-laki menyebalkan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
STEP BROTHER [17+]
Romance⚠️🔞 WARNING!! 🔞⚠️ MATURE CONTENT! 17+ Ada adegan dewasa dan bahasa kasar! Sinopsis : Phoenix tidak pernah menyangka jika memiliki saudara tiri seperti Atlas akan menyulitkan hidupnya. Berawal dari pernikahan mamanya, Libra dengan Jupiter yang memi...