Atlas duluan bangun saat hari sudah sore. Dia memandang gadis dalam dekapannya tak jemu-jemu. Mengecup lembut lalu tersenyum lebar.
Atlas sangat mencintainya. Menyukai semua yang ada dalam diri gadis itu. Atlas tidak hanya menginginkan tubuhnya. Tinggal satu atap memiliki banyak waktu. Atlas tidak kuasa menekan nafsunya, sehingga bercinta adalah kewajiban bagi keduanya.
Atlas hendak merekam wajah damai Phoenix dalam kamera. Dia bergerak dan gadis itu bergumam protes. Dia mengeratkan pelukannya di pinggang Atlas.
Laki-laki itu terkekeh dan mengecup dahinya. Pelan-pelan meraba laci untuk mengambil kamera.
Tangannya menemukan sesuatu, Atlas mengeluarkan sambil menyipit. Benda pipih yang tampak tidak asing. Namun, Atlas lupa dimana dia pernah melihatnya.
Penasaran, Atlas membolak-balikkan dan mengerutkan dahi. Apakah Phoenix mengecek suhu tubuhnya? Apakah gadis itu masih merasa kurang enak badan?
Namun, sesaat kemudian Atlas melotot. Jantungnya berdebar-debar, Atlas menyadari benda itu bukan alat pengecek suhu tubuh.
Memastikan lagi barangkali salah. Atlas mengambil ponsel dalam kantong celana di bawah ranjang. Segera mengecek di mesin pencarian.
Benar saja! Benda itu testpack. Atlas semakin kaget. Dia memandang Phoenix yang masih pulas di ranjang. Atlas memperhatikan sekali lagi benda tersebut, tidak ada tanda yang keluar.
Mengecek kamera tidak lagi menarik perhatian Atlas. Laki-laki itu berusaha menenangkan degupan jantungnya sembari menunggu Phoenix bangun.
Rasanya waktu begitu lambat berputar. Atlas akhirnya melihat gerakan Phoenix tanda-tanda akan bangun. Laki-laki itu mendekat dan tersenyum tipis. Mengecup dahinya dan membelai wajahnya.
"Gimana badan kamu?" tanya Atlas.
Phoenix tersenyum bahagia dan mengalungkan kedua lengannya pada leher Atlas. "Seger." ucapnya serak.
Atlas kembali tersenyum. Menunggu gadis itu mengumpulkan nyawa. Phoenix menguap dan mengerjap untuk menyesuaikan cahaya. Bergumam manja pada Atlas yang dibalas kecupan mesra.
"Phoenix, boleh aku tanya?" tanya Atlas tiba-tiba serius.
"Eum?" Phoenix mengerutkan dahi.
"Kamu bangun dulu,"
"Aku udah bangun," Phoenix cemberut, penasaran dengan pertanyaan Atlas.
Atlas berpikir sejenak, jarak mereka sangat dekat. Bahkan hidung saling bergesekan. "Aku menemukan testpack di laci kami." ucapnya hati-hati.
Jantung Phoenix langsung berdentum kencang. Senyumnya turut memudar. Dia mengerjap dan netranya mengabur. Memutuskan pandangan mereka dan memalingkan wajah, Phoenix mendorong laki-laki itu menjauh darinya.
"Kamu udah cek?" tanya Atlas lembut. Tidak ada nada marah atau menuntut, namun bagi Phoenix sebaliknya. Dia sangat takut dan tidak siap. Tidak pernah siap!
"Aku, aku ...," Phoenix menitikkan air mata. Dia bingung memulai dari mana untuk menjelaskannya.
"Nggak apa-apa, kamu tenang." Atlas membujuk. "Kita udah janji saling jujur, kan?"
Phoenix mengangguk membenarkan. Mereka sudah berjanji sebelumnya, namun Phoenix belum siap jujur.
"Kamu udah cek?"
Phoenix menggelengkan kepalanya. Namun, air matanya tidak bisa dia hentikan. Atlas mengecup dahinya sabar, menghapus air mata lembut dengan kedua tangan.
"Kenapa kamu beli alat itu?"
Phoenix menahan napas sejenak. Pelukan Atlas menguatkan Phoenix. Tanpa jarak mengikiskan sedikit kekhawatirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
STEP BROTHER [17+]
Romans⚠️🔞 WARNING!! 🔞⚠️ MATURE CONTENT! 17+ Ada adegan dewasa dan bahasa kasar! Sinopsis : Phoenix tidak pernah menyangka jika memiliki saudara tiri seperti Atlas akan menyulitkan hidupnya. Berawal dari pernikahan mamanya, Libra dengan Jupiter yang memi...