Part 9 - Toilet

96.3K 1.5K 28
                                    

"Phoenix, coba dong! Sebat nih." Nash memberikan rokoknya pada Phoenix. Merayu gadis itu setidaknya menghisap satu dua kali nikotin di tangannya.

"Nggak!" Phoenix menolak tegas.

"Minumlah! Udah datang ke sini masa nggak minum?" Sirius menambahkan. Mengangsurkan gelas berisi cairan alkohol. Tak henti-hentinya merayu Phoenix agar ikut terjerumus seperti mereka.

Phoenix menggeleng dan menolak untuk kesekian kalinya. Melelahkan, orang-orang itu tidak paham akan penolakan. Masih saja berusaha merecoki Phoenix tanpa henti. "Nggak!"

"Ngapain ke sini kalau cuma bengong doang?"

"Minum satu gelas nggak langsung mati kok,"

"Betul! Cuma kunang-kunang dikit."

Tatapan para gadis-gadis bersama Atlas dan teman-temannya sangat tidak bersahabat. Mereka memandanganya terang-terangan dan merendahkan.

Phoenix berada di tengah-tengah mereka, tetapi gadis itu tidak minum. Semua tawaran ditolak. Rigel, Nash dan Sirius bergantian menawarkan minum dan rokok.

Mereka geram, tetapi harus menahan diri. Phoenix datang karena Atlas, mereka memiliki batas-batas tertentu.

"Mau kemana?" Atlas menghentikan Phoenix.

"Aku mau ke toilet harus lapor dulu?" sindir Phoenix berdecak marah. Menimbulkan atensi dari para gadis-gadis itu lagi. Mereka menganggap Phoenix sok berkuasa karena Atlas.

Mereka tidak mau mengerti yang sebenarnya. Phoenix menunjukkan ketidaksukaannya, tetapi mereka mengira Phoenix memiliki kuasa.

Keluar dari ruangan menuju toilet butuh perjuangan. Orang-orang setengah sadar berusaha menggodanya. Phoenix mengabaikan mereka, berjalan cepat-cepat dan menyelamatkan diri.

Toilet penuh, antrean memanjang. Phoenix mengumpat, dia tidak tahu di mana letak toilet lain. Memasuki tiap lorong berharap segera menemukan toilet. Phoenix tidak sadar jika dia pergi cukup jauh.

Dia mulai kebingungan. Lupa jalan yang dilaluinya. Berhenti sejenak sambil memainkan ponsel. Mencari bantuan dari internet barangkali ada peta bangunan.

Phoenix tidak menemukannya. Tidak menyerah begitu saja, menggulir ponsel dan mencari kata kunci lain. Phoenix nyaris menyerah, seharusnya dia ikut mengantre di toilet yang tadi. Dia menyesal buru-buru membuat keputusan.

"Phoenix? Lo ngapain di sini?"

Phoenix memutar badannya pada asal suara. Rigel mendekat dan mengerutkan dahi. "Lo nggak nemu toiletnya?"

"Kayaknya aku tersesat." Phoenix menghela nafas berat. "Boleh tolong tunjukin jalan?"

Laki-laki itu terkekeh kecil, melirik Phoenix seperti kucing malang. "Ayo,"

"Makasih," Phoenix mencicit. Tiba-tiba menyesal telah kasar pada laki-laki itu tadi. Menolak ajakan minum karena Phoenix menahan amarah pada Atlas.

"Santai,"

Phoenix mengikuti Rigel dan membuat sedikit jarak. Mereka bertemu beberapa pengunjung dengan berbagai tingkah laku. Berjalan sempoyongan, berciuman dan lain sebagainya.

"Lo ke toilet yang di sini aja biar nggaka antre." usul Rigel berbaik hati menunjukkan toilet di lantai atas. Lokasinya tidak jauh, mereka hanya perlu naik tangga satu lantai.

"Nggak ramai?"

"Nggak. Orang-orang pada di bawah. Di sini jarang yang datang. Paling orang lama ." jelas Rigel dan Phoenix manggut-manggut. "Masih tahan, kan? Udah kebelet banget?"

STEP BROTHER  [17+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang