Hai, saya sudah lama tidak up chapter.
Dibandingkan vote saya lebih suka kalian memberikan komentar atau reaksi di setiap paragraf cerita saya. Tetapi jika memang kalian memberikan vote saya ucapkan terima kasih.Selamat membaca.
Rutinitas selama dua minggu Grace adalah melatih pisik dan Basic bela dirinya. Dua hal itu menjadi modal utama untuk bertahan hidup dalam kelompok ini.
Perkembangan Grace biasa saja, dia tidak menunjukan perubahan yang signifikan. Kemampuannya berkembang secara bertahap-berkesinambungan.
Sejak pagi markas sudah ribut, mau itu dengan mission masing-masing dan rapat urgent yang tiba-tiba di minta oleh sang pemimpin. Desas-desus mengatakan Fabilo meminta seluruh anggota berkumpul di ruang rapat sesegera mungkin, yang membuat mencuatnya berbagai spekulasi di mata para anggota.
Beberapa anggota menarik kesimpulan bahwa rapat ini di peruntukan untuk pembahasan misi yang tak kunjung selesai dari setiap kelompok, salah satunya kelompok Doom, yang di ketuai oleh Ian.
Sudah satu bulan terakhir kinerja mereka belum membuahkan hasil. Setelah mendengar desas-desus tersebut membuat Ian kebakaran jenggot. Bagaimana tidak? Dia selalu menyombongkan diri atas capaian-capaian yang dia raih bersama kelompoknya tetapi tidak dengan saat ini. Mereka sedang berada di titik terendah, misi yang mereka terima terakhir kali benar-benar tidak bisa mereka selesaikan. Bahkan mereka sudah semaksimal mungkin tetapi hasilnya selalu gagal total.
Ditambah lagi Ian tidak mau kalah saing dengan rivalnya. Jailen selalu di banding-bandingkan dengannya dalam kinerja, itu juga yang memicu rasa tidak suka Ian pada Jailen, dirinya merasa tersaingi dengan keberadaan Jailen. Namun semuanya tak sempurna, begitu pun dengan Jailen dia tidak selalu sukses dalam rencana misinya. Dia juga terkadang gagal dalam misi dan misinya di lempar pada kelompok lain yang mampu menerima misi tersebut.
Seluruh kelompok di kumpulkan dalam satu ruangan, setiap kelompok mengisi kursi yang melingkari meja yang tersedia untuk masing masing kelompok. Jailen memasuki ruang dengan di ikuti Wim dan Grace. Dari ujung matanya, dia bisa melihat bagaimana tatapan setiap orang pada dirinya. Beberapa memiliki tatapan kagum dan sisanya kebencian. Tidak semua orang harus suka pada Jalen dan Jailen sendiri bukan pemuas yang harus membuat mereka semua suka padanya dan berpihak padanya. Tidak mungkin di dunia ini seseorang hidup tanpa ada yang membenci. Sifat picik dan tamak itu akan selalu hidup dalam hati manusia.
Wim menguk air di depannya, suasana di ruangan terasa tidak bersahabat dengan dirinya. "Rapat apa ini? Aku sangat tidak suka suasana ini." Ucap Wim setelah meneguk habis air dalam gelas.
Tidak mendapat jawaban, "Hei, J. Aku bertanya padamu. Mana mungkin aku bertanya pada dia." Tunjuk Wim pada Grace dengan retinanya. Grace hanya diam tanpa memberikan respon menatap lurus kedepan.
Ya, tentu. Grace yang masih baru dua minggu di sini mana mungkin mengerti dengan situasi ini. Meskipun dirinya sudah bergabung selama 5 tahun atmosfer ini sangat lain di bandingkan rapat darurat yang biasa mereka adakan.
"Apakah wajahku menunjukkan tahu kenapa kita di kumpulkan di sini?" Jailen bukannya menjawab, dia malah mengajukan kembali pertanyaan pada Wim.
Wim kesal tidak mendapat jawaban, "Entahlah, Wajahmu bukan papan informasi yang bisa ku baca. Wajahmu terlalu sulit di mengerti seperti soal matematika terapan." Dengus Wim.
"Padahal wajahnya tidak terlihat seperti angka." Tambah Grace sambil menatap wajah Jailen.
Wim mendengus kasar, ternyata dirinya terjebak dengan dua manusia berdarah dingin yang sangat tidak peka. Satu saja sudah cukup, sekarang di tambah lagi, penderitaan macam apa lagi yang akan dia rasakan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Life A Star | Lee Jeno
FantasyWenddy seorang penyanyi terkenal dengan bayaran Fantastis. Setiap wanita mendambakan kehidupannya. Cantik, terkenal, karir cemerlang. Tidak perlu khawatir dengan apapun. Tetapi di saat semua wanita menginginkan kehidupannya. Wenddy memilih mengakhir...