.
.
.
.
.
.
.
.Hidup hanya sekali dan yang menentukan
umur adalah yang Berkuasa, lalu aku bisa apa, ayah?
Takut, kalut, dan sesak. Rasa itu akan muncul secara bersamaan jika menyangkut Tari.
Bagi Agatha, Tuhan mengirim Tari sebagai pengganti adik nya yang sudah tiada, tetapi mengapa diberi ujian juga dengan penyakit yang sama?Bukan tanpa alasan pula Alma menolak ajakan untuk melihat dan memastikan keadaan Tari. Tapi bagi Alma, rumah sakit itu ibarat beban yang teramat berat yang menghantam tepat didadanya. Ayahnya meninggalkan nya diusia yang masih terbilang sangat belia, 6 tahun.
"tante? tante keadaan Tari gimana?" Caramel yang bertanya, ketika kelima putri Hawa itu tiba dirumah sakit yang di maksud dan langsung menuju UGD.
Ibunda tari hanya memberi jawaban lewat gelengan kepalanya.
"tante ngga tau naak, tante takut" suara pilu itu bagai belati yang menancap tepat diulu hati Agatha. Dia ingat betul bagaimana ibunya menangis meraung ketika adiknya menghembuskan nafas terakhir tepat dipelukan ibunya dulu.
"tanteeee, Tari ngga akan kenapa-kenapa, tante percaya Tari anak yang kuat kan tan?" Jena akan selalu jadi penengah ketika ia tau situasi nya sesulit ini.
"Tari, dia selalu bilang mau ketemu Ayah nya. Tapi kalau Tari ketemu Ayahnya tante sama siapa nak?" wanita paruh baya yang berstatus sebagai satu-satunya orangtua dari Natari Adiguna itu mulai menangis lagi bahkan suara nya terdengar sesak sekali.
"Tari itu sangat dekat sama Ayahnya, apa-apa ayah nya. Tante ingat betul bagaimana Tari ketika ayahnya pergi. Dia selalu mengurung diri dikamar, tapi kalau sudah keluar kamar dia tersenyum sama tante seperti tidak ada kejadian apa-apa" Jena kembali merangkul sembari mengusap pelan bahu dari sosok yang tengah bergetar hebat itu.
Ibunda Tari memeluk Jena, menangis disana seakan meminta bantuan dan kekuatan.
"Tolong bantu tante bilang sama Tari jangan tinggalin tante nak, tante cuma punya Tari"
"Tanteee, tari ngga akan ninggalin tante. Tari anak yang kuat tan" Jena berusaha menenangkan bunda Tari yang masih setia ia peluk.
"Tanteee Jena bener, Tari anak pintar dia juga kuat mana mungkin ninggalin kita semua" tambah Agatha.
"jadi sedih, berarti mamaku ngga mau aku pergi juga ya kak?" bisik Salsa pada Caramel yang berdiri disamping nya.
Caramel yang tadinya sedih seketika menoyor pelan kepala Salsa,
"ngga ada orangtua yang mau anaknya pergi lebih dulu kecuali orangtua ku""loh, kok gitu?"
"soalnya mama sama papa ku kan ngga mau aku lahir" jawab Caramel sembari mengalihkan pandangan nya dari Salsa.
Tak berselang lama, dokter kembali dari ruangan Tari.
"Ibu?"
"Iya saya ibunya, dok"
"Saudari Tari harus segera menjalankan operasi penggantian katup jantung karena kalau tidak, nyawa Tari bisa saja tidak akan tertolong, Ibu" mendengar itu Agatha tersenyum miris. Berjalan lebih dulu meninggalkan mereka yang masih setia mendengar perbincangan antara dokter dan Ibu Tari.
Asthyn tidak tinggal diam, dia menyusul Agatha.
"Kak, kakak oke?" Agatha hanya menjawab dengan segaris senyum
"Kakak?" Kedua putri Hawa itu saling tatap, telaga bening milik Agatha yang sudah membendung sedari tadi akhirnya jatuh.
"Asthyn...biaya operasi Tari itu ngga sedikit Thyn. Penyakit yang dia derita sama dengan penyakit yang bawa adik kakak pergi" Sesaat Agatha menarik nafas kasar, mengusap airmata yang sudah berurai sedari tadi.
"Kita harus gimana" lirih nya lagi
.
.
.
.
.
.
.
.Ayah, andai ayah tau Natari pengen ketemu ayah cuma karena ngga mau lagi liat ibu sedih terus, yaah
Andai ayah tau, setiap malam ibu pasti nangis mikirin Natari yang sakit-sakit.
Andai ayah tau, Natari rindu ayah setiap hari bukan berarti Natari pengen cepat-cepat ketemu ayah.
Ayaaaahh, lelaki hebat nya Tari
Cinta pertama nya Tari
Kesayangan nya Tari
Kasih Tari sedikit kekuatan lagi ya, yaaahh
Tari pengen banget sebelum pergi, liat ibu ngga nangis lagi malem-malem karna Tari sakit. Pengen banget ngumpul sama temen-temen Tari tanpa disuruh pulang cepat-cepat sama Ibu. Juga Tari pengen banget rasain Jatuh cinta lagi kaya gimana Tari jatuh cinta sama Ayah..
.
.
."Serius amat neng mandangin kucing lagi nganu, padahal neng nya lagi sakit" Suara tegas itu memecah lamunan Tari yang tengah duduk di bangku taman rumah sakit.
"Astaghfirullahaladzim" istighfar Tari saat sadar apa yang dimaksud lelaki yang mengagetkan nya barusan. Lelaki itu mengulum senyum ketika memperhatikan Tari yang baru saja sadar dari lamunan nya.
"oalah ngelamun neng? ngelamunin neng nya mau kaya meng itu ya?" sontak ucapan lelaki itu membuat Tari menatap nyalang kearahnya.
"becanda neng" lanjut lelaki itu sembari tertawa pelan
"oh iya, nama saya Chiko" lagi lelaki yang baru saja memperkenalkan diri itu mengulurkan tangan nya
"Tari" jawab Tari singkat tanpa menyambut uluran tangan Chiko. Chiko memandangi tangan nya dan kemudian memasukkan nya kembali ke kantong celana bahan yang ia kenakan.
"boleh saya duduk?"
"duduk aja, ngga ada yang ngelarang" ketus Tari, dan Chiko mengambil tempat duduk disebelah Tari. Menarik nafas panjang dan kemudian bersandar.
"lu kesini pasti karena sakit jiwa kan?" tanya Tari bercanda, namun siapa sangka kalau jawaban Chiko...
"bener, kok bisa nebak?" Tari bungkam, namun Chiko tertawa, suara tawanya mirip lumba-lumba yang membuat telinga Tari pengang.
"becanda neng" lanjutnya, namun Tari tau lelaki itu baru saja jujur dan baru saja
berbohong. Sebab sebelum duduk di situ, Tari sempat melihat lelaki ini masuk keruangan psikolog yang ruangan nya tepat berada di belakang mereka sekarang."Hidup itu rumit ya neng...." Chiko kembali memecah keheningan, Tari melihat kearah Chiko yang menatap langit cerah diatas mereka.
"Orang yang pengen hidup lebih lama malah dikasih penyakit biar matinya cepat, tapi orang yang mau mati malah susah banget matinya. Orang yang pengen hidup waras malah diberi ujian tak habis-habis biar jiwanya keguncang, tapi orang gila malah terlihat seperti tidak ada beban" Chiko terlihat tersenyum miris seakan menertawakan diri sendiri.
"Anda benar mas Chiko" kali ini Chiko yang melihat kearah Natari
"Akan tetapi itulah adilnya sang pencipta, dibalik setiap kegelapan kita akan menemukan pelita kita, yang artinya kita akan bertemu orang yang bisa memberi kita cahaya entah itu selamanya atau bersifat sementara, yang jelas itu pelita" Natari tersenyum sebelum akhirnya meninggalkan Chiko yang masih berfikir keras maksud dari ucapan nya barusan.
*********
KAMU SEDANG MEMBACA
PELITA
Fanfictiondunia dan rumah dua tempat yang sama-sama butuh penerang, tetapi juga sama-sama butuh kehangatan. namun tujuh anak hawa itu tidak pernah lagi mendapatkan nya. mati tak harus menutup mata mati tak harus berada dalam peti atau kafan jiwa mereka yang m...