.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Jena Aliesha, terlahir dikaruniai bahu yang amat sangat kuat. beberapa tahun yang lalu dalam malam yang dingin, gadis dengan nama Jena itu masih duduk di bangku sekolah menengah pertama dan sangat abu-abu untuk mengetahui permasalahan orang dewasa.
Cek cok antara ayah dan ibu yang terdengar malam itu membuat nya takut, kalut hanya untuk sekedar masuk dalam pertengkaran itupun Jena tidak punya hak, karena dia cukup sadar dengan usianya. Hingga ia mendengar sang ayah yang hendak melangkah pergi barulah Jena memberanikan dirinya keuar sembari menarik lengan sang ayah disertai tangis yang teramat sesak terdengar ditelinga,"papaaaaa, jangan pergi yaaa.... kalau papaa pergi nanti kakak ulangtahun sama siapa pa?"
berbaik hati nya Tuhan memberi sedikit kesempatan malam itu, ayah Jena mengurungkan niat nya meninggalkan Jena beserta kedua adiknya dan ibunya. Jena fikir semua sudah berakhir ternyata hari-hari gadis itu diisi dengan pertengkaran kedua orangtuanya yang hampir setiap hari terjadi dan Jena ikhlas, mulai terbiasa akan keadaan hingga ujian kelulusan sekolah menengah atas tiba.
Pagi itu Jena ingat betul, waktu nya ia berangkat ke sekolah dan kedua orangtuanya perang dingin. Seperti biasa Jena akan mencoba mengacuhkan nya dan berusaha bersikap biasa saja dan mencoba tidak peduli, tetapi nyatanya sepulang sekolah yang Jena dapati adalah kepergian sang ayah dengan wanita yang menjadi penghancur kebahagiaan Jena beserta kedua adiknya dan ibunya.
Sejak hari itu, tidak adalagi sosok ayah diulangtahun Jena, tidak ada lagi tawa di setiap momen bahagia Jena, tidak ada lagi Jena yang selalu tertawa tulus, yang ada hanya Jena dengan malam nya yang selalu menangis, Jena dengan segala fikiran nya yang membenci sang ayah. Sekalipun tidak sampai dendam Jena jelas kecewa dengan ayah nya.
"Papaaaaah, andai papah tau sesulit apa Jena membuang rasa kecewa, sesulit apa Jena bertahan tanpa sosok papah, seingin apa Jena melihat papah hadir sekali lagi diulangtahun Jena paaah, seiri apa Jena melihat temen-temen Jena sama papah mereka, jujur Jena rindu tapi Jena ngga bisa nerima papah lagi. Jena minta maaf ya paaah" Kalimat itu, Jena janji akan Jena ucapkan kalau saja papah nya dengan gampang nya ingin kembali kerumah itu.
***************
Setiap bangun dipagi hari, Jena akan menarik nafas sedalam mungkin untuk memulai hari nya. Berdoa agar hari ini semua berjalan dengan baik-baik saja dan lancar-lancar saja.
Setiap pagi akan berpura-pura baik-baik saja demi melihat senyum sang mama yang susah payah Jena pertahankan."Pagi mamaaah"
"Pagi kaaak, mau langsung berangkat atau sarapan dulu?"
"berangkat aja deh ma, kalau sarapan dulu takut ngga sempat soalnya kakak ada meeting"
"yaudah, semangat ya nak"
"siap mah!!"
Begitu rutinitas Jena setiap pagi, terkadang Jena juga ikut sarapan dengan mama dan kedua adiknya hanya saja pagi ini Jena dikejar waktu jadi Jena memilih untuk berangkat lebih dulu dan memesan Gojek.
"selamat pagi kak, dengan kak Jena?"
"oh gojek ya mas? kenapa ngga pake jaket gojek nya mas? saya jadi ngga tau" jawab Jena sembari memakai helm yang sudah di sodorkan mas mas gojek tadi.
"sekalian saya mau berangkat kuliah kak"
"wah sambil kuliah yaa?" lelaki dengan senyum manis itu mengangguk pada Jena. Sepanjang perjalanan mereka banyak bercerita tentang jalanan macet lah, cuaca yang cerah tapi udara nya sudah tercemar, terkadang menertawakan tukang bubur ayam di pinggir jalan yang kain lap dipunggung nya dipakai lap ingus sekaligus lap keringat, hingga tiba ditujuan dan Jena turun.
"eh nama kamu siapa?"
"Narendra kak, kakak boleh panggil apa saja"
"Nana saja"
"kok kaya nama cewe ya kak?"
"sengaja, soalnya nama saya juga Nana"
"oalah hahahaha"
"oh iya, saya butuh ojek bulanan apa kamu mau? kebetulan saya sudah malas pesan-pesan terus pake aplikasi"
"wah boleh banget kak, kebetulan saya butuh kerjaan banget"
"yauda saya nanti hubungi nomor kamu kalau saya sudah balik kerja ya"
"baik kak, sekali lagi makasih ya kak Nana"
"kembali kasih Naaaa"
Pagi ini belum ada yang buruk, soalnya Jena bertemu pemilik senyum paling manis.
Jena tersenyum ketika mengingat senyum lelaki yang baru saja mengantarkan nya.
Apakah dia jatuh cinta? jawaban nya tidak.
Jena hanya merasa tenang ketika ia melihat senyum itu, sangat tenang."kenapa harus bocah coba, kalau gede kan bisa gua pacarin" misuh Jena sembari meletakkan tas nya di meja kerjanya.
"masih pagi udah misuh aje Na"
"SSJ"
"paan tuh"
"suka suka Jena"
"sialan"
Jena tertawa mendengar teman kerja nya yang kesal akan candaan nya pagi itu. Jena berharap suatu saat pemilik senyum paling indah akan membawa Jena pada ketenangan dan kebahagiaan yang sebenarnya. Harapan Jena tidak terlalu besar untuk itu karena masih ada sedikit ketakutan, tetapi Jena tau masa itu akan datang sekalipun entah kapan.
***********
KAMU SEDANG MEMBACA
PELITA
Fanfictiondunia dan rumah dua tempat yang sama-sama butuh penerang, tetapi juga sama-sama butuh kehangatan. namun tujuh anak hawa itu tidak pernah lagi mendapatkan nya. mati tak harus menutup mata mati tak harus berada dalam peti atau kafan jiwa mereka yang m...