Almaira
Nama yang dititipkan oleh sosok laki-laki yang menjadi cinta pertama nya. Tetapi, belum jua puas akan hadirnya, lelaki itu sudah lebih dulu menutup mata diusia Alma yang ke enam.
Almaira, gadis kecil itu seakan tau dirinya tidak akan pernah lagi bersua dengan sosok yang kini terbujur kaku dibalik kain yang menjadi penutup wajahnya. Ayah, sosok itu yang harusnya menjadi bahu. Ayah, sosok itu yang harusnya menjadi tempat mengadu. Ayah, sosok itu yang harus nya akan memberi pelukan hangat kini menutup matanya diusia Almaira yang ke enam.
Almaira menangis, tetapi dia belum tau sebab dia menangis sekarang apa, namun bibir kecil itu tak hentinya menyebut Ayah. Tahun demi tahun berlalu kini gadis kecil itu mampu melewati hari-harinya yang berat tanpa sosok Ayah.
Tidak bisa berbohong, Almaira sangat iri ketika hari kelulusan sekolah dasar tiba, orangtua teman-teman nya akan hadir. Sementara Alma? yang ia andalkan hanya sosok kakak penuh kasih sayang yang bahu nya begitu kokoh. Bagaimana dengan ibu nya? Alma yang ditinggal oleh sang ayah diusia yang masih sangat kecil dan kakak-kakak nya yang masih butuh biaya untuk sekolah mengharuskan ibu nya mengadu nasib ke kota orang demi sesuap nasi untuk membahagiakan anak-anak nya dan itu tepat saat Alma duduk dibangku kelas 3 SD.
Bukan brokenhome, bukan pula rumah nya tidak hangat, hanya saja Tuhan memberinya takdir yang begitu rumit karena Alma sipemilik bahu kokoh tersebut.
12 tahun bukan waktu yang singkat dan 12 tahun bukan waktu yang sebentar untuk melalui banyak cerita tanpa sosok Ayah dan Ibu ditengah-tengah ceritanya. Alma terbiasa menyimpan segala sesuatu sendiri hingga bibir mungil nya mampu menahan untuk tidak mengeluh kepada siapapun karena ia cukup sadar kalau beban kakak nya jauh lebih berat dibanding dirinya. Terkadang Alma ingin sekali rasanya marah kalau dia mendapat perlakuan kurang mengenakkan dari saudaranya. Ingin sekali rasanya Alma mengatakan "kalian enak bisa merasakan peluk hangat itu untuk waktu yang lama sementara Alma? Alma hanya merasakan nya enam tahun dan Alma bahkan sudah lupa bagaimana terakhir kali ayah tersenyum saat memeluk Alma, Alma sudah lupa!"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Benar saja, sudah 12 tahun berlalu dan kini gadis dengan nama Almaira itu tengah duduk disamping makam Ayah nya. Menghapus jejak airmata yang sejak tadi menggenang sebab ia mengingat kebelakang bagaimana dia berjuang sampai sejauh ini tetapi sampai detik ini pun Alma belum mampu menginjakkan kaki nya di rumah sakit sebab apa? sebab ia tau ayahnya menutup mata terakhir kali ditempat itu.
"Ayah, Alma rindu ayah" lagi ia kembali menangis sembari mengusap lembut nisan tersebut.
"Ayah tau ngga yah? kalau Alma lihat teman-teman Alma waktu sekolah dasar pada liburan sama orangtua mereka, Alma malah harus dirumah nunggu kakak pulang sekolah soalnya mamah kan kerja yah" lanjut nya dengan suara yang amat teramat pilu.
"Ayah....kemarin Alma pas hari kelulusan SMA berharap ayah datang masa...Alma iri banget yah liat temen-temen Alma orangtuanya dateng tuh pada lengkap" suara itu memelan kian sesak.
"tapi masa Alma marah ke Tuhan kan yah? Ayah seneng ngga disana yah? Ayah udah ngga sakit lagi ya yah? ayaaahh...temenin Alma darisana ya? Alma sayang ayah" Ia mengecup lama pada nisan sang ayah dengan airmata yang tak kunjung berhenti, dadanya kian sesak. Membutuh kan sosok ayah, merindukan sosok ayah. Alma, gadis itu bahu nya begitu tegap, begitu kokoh padahal dirinya bukan anak perempuan pertama dia hanya gadis kecil yang belum pernah merayakan hari kelulusan dengan ayah tercinta.
Terlalu larut menangis sampai Alma tidak sadar ada tangan yang mengulurkan sapu tangan warna putih kepadanya. Merasa diacuhkan lelaki itu mencolek bahu Alma dan kembali menyodorkan sapu tangan tersebut dan Alma menerimanya lalu kemudian berdiri.
"Ayah kamu?" tanya lelaki itu ketika Alma tengah menghapus airmatanya dan sedikit membuang ingus pelan disapu tangan yang lelaki itu beri. Alma mengangguk pelan diikuti lelaki itu yang juga mengangguk pelan.
"sama kaya temen gua, dia juga baru kehilangan bokapnya tapi gua liat malah elu yang nangis nya lebih kenceng ketimbang temen gua" ucap lelaki itu panjang lebar sementara Alma melihat kearah keramaian yang tak jauh dari tempat mereka. Benar saja ada pemakaman yang sedang berlangsung dan terlihat hening.
"suara gua kenceng banget ya?" tanya Alma polos dan lelaki itu mengangguk pelan sembari mengulum senyum nya.
"oh iya, gua Reno" ucapnya mengulurkan tangan memperkenalkan dirinya
"Alma, Almaira"
"nama yang indah"
"makasih"
"oh iya gua duluan, lu jangan kebanyakan nangis ya? kasian bokap lu makam nya penuh ingus lu" canda Reno
"apasih anjir"
"HAHAHAHA" tawa Reno terdengar indah ditelinga Alma sebelum lelaki itu mengambil langkah meninggalkan Alma. segaris tapi pasti Almaira tersenyum tulus melihat punggung lebar Reno kian menjauh dari pandangan nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PELITA
Fanfictiondunia dan rumah dua tempat yang sama-sama butuh penerang, tetapi juga sama-sama butuh kehangatan. namun tujuh anak hawa itu tidak pernah lagi mendapatkan nya. mati tak harus menutup mata mati tak harus berada dalam peti atau kafan jiwa mereka yang m...