1. Sahabat tanpa putus.

1.1K 106 14
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.















Hari yang tidak terlalu damai di  SMA Taruna Sakti Jakarta. Seorang siswi bermata kucing, dengan bibir merah merona kini tengah menyeringai menang menatap satu persatu teman sekelasnya begitu menusuk.

Menggerakkan jemari telunjuknya ke arah leher, seperti gerakan menggorok. Mengisyaratkan kesejahteraan korbannya di kelas itu sudah terancam punah. Sekarang waktunya era Jean, bukan era pecundang.

"Pertama. Gue sebagai ketua kelas kalian nggak bakal makan kalian kalau kalian nggak coba gigit gue duluan. Sekian."

Semua penduduk kelas X IPS 5 cuman bisa melongo dan meneguk ludah setelah mendengar pidato absurd ala-ala Jean. Singkat padat dan jelas. Benar-benar lebih pendek dari tesk proklamasi.

Buk Yasmin hanya bisa tersenyum canggung setelah mendengar pidato singkat dari Jean. Dia baru satu jam yang lalu terpilih menjadi ketua kelas, bukan karena voting tapi gadis itu sendiri yang mengajukan diri. Dari pada kelas ini tak punya ketua kelas, lebih baik Jean saja yang menjadi ketua kelasnya pikir Yasmin sebelumnya.

"Terima kasih sudah berpartisipasi Jean, semoga kamu bisa mengemban tugas dengan baik, menjadi ketua kelas yang amanah." Dia terkenal sebagai guru yang sangat ramah, sampai tak ada yang menyadari kalau ia dari tadi sedang menyimpan banyak kata-kata umpatan di otaknya.

Mengumpati murid nakalnya yang dari tadi begitu angkuh, mentang-mentang dia kaya juga artis dan berkuasa? Terus saya nggak bisa macam-macamin dia?

"Ibuk nggak perlu mikirin tugas saya, mending ibuk pikirin tugas ibuk aja sebagai pengajar. Jadilah contoh yang benar buat murid ibu." Jean menyeringai tipis membuat Bu Yasmin membuang pandangan ke arah lain.

Nah benar, tidak salah jika Bu Yasmin disebut guru tersabar di Taruna Sakti. Toh siswanya yang bernama Jean berani mendiktenya seolah-olah dialah yang perlu diajari muridnya.

Tapi itu memang kenyataannya, kata-kata Jean jelas mengandung sindiran kasar bergerigi namun tak berdarah. Gadis itu tahu rahasia kotornya.

"Terima kasih atas perhatian tulus kamu kepada ibu Jean. Kamu sudah boleh duduk, Nak." Bu Jasmin masih tersenyum tipis sangat bijaksana seperti bangsawan baik hati. Ia berharap gadis bermulut pedas ini berhenti mengoceh.

"Oke, sama-sama. Ibu tahu aja, kalau kaki saya udah pegal karena berdiri hampir seharian."

Bu Yasmin dan semua anggota kelas X IPS 5, menghembuskan nafas lega. Padahal Jean baru berdiri satu jam, namun rasanya sudah sehari.

Gadis itu berjalan angkuh sambil sesekali melirik ke arah kukunya yang sudah diolesi kutek warna-warni mengkilat bertuliskan beberapa huruf di setiap jarinya. "J, E, A, N." Untuk jari jempolnya bergambar emotikon bintang-bintang kecil berwarna biru.

Saat akan menduduki kursinya, ia melirik singkat ke arah siswi cupu berkacamata kuda yang tepat duduk di sebelahnya. Senyuman manis telah terurai, Jean tidak pernah membeda-bedakan teman di sekolah, ia tidak akan mempermasalahkan apapun jika kenyamanannya di sekolah  tak diusik.

BEST FRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang